BERITAALTERNATIF.COM – Herry Asdar merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang saat ini duduk di Komisi III yang fokus membidangi pembangunan daerah.
Sejak terpilih pertama kali pada Pileg 2014, Herry merupakan anggota dewan yang dilantik serta dikukuhkan di usia yang cukup muda.
Dia merupakan salah satu dari sejumlah wakil rakyat yang memiliki pengalaman dan jam terbang tinggi dalam mengurus urusan masyarakat.
Politisi Golkar tersebut terpilih untuk ketiga kalinya pada Pileg 2024. Pria yang kini berusia 37 tahun ini menang dalam perebutan kursi di parlemen daerah setelah memperoleh 3.700 suara.
Di periode ketiganya sebagai anggota dewan, Herry sempat ditunjuk sebagai wakil ketua sementara DPRD Kukar menggantikan Dayang Marissa Ardani. Pada tahun 2020, ia juga diberikan amanah sebagai ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Kukar menggantikan Rendi Solihin yang memutuskan maju sebagai wakil bupati Kukar mendampingi Edi Damansyah.
Selama 10 tahun mengabdikan diri di Dapil III (Kecamatan Marang Kayu, Muara Badak, dan Anggana), Herry telah berperan banyak dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah yang diwakilinya.
Saat menjadi anggota dewan, dia menjadi salah satu pihak yang keras mengusulkan pembangunan jalan penghubung antarwilayah Anggana dan Muara Badak serta percepatan pembangunan rumah sakit di Anggana yang diroyeksikan akan rampung tahun depan.
Ia juga merupakan salah satu sosok yang mendukung wilayah pesisir sebagai penyangga pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Sebelum duduk di kursi parlemen, ayah dua anak ini telah melewati berbagai tantangan dan pengalaman yang membentuknya menjadi sosok pemimpin yang dipercaya masyarakat. Agar memahami lebih jauh sejarah hidup serta visi yang mendasari setiap langkah dan gagasannya, berikut ini profil dan kisah hidup Herry.
Latar Belakang, Pendidikan, dan Karier
Herry lahir pada 25 Mei 1987 di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Dia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di tanah kelahirannya.
Kabupaten Wajo merupakan tempat di mana ia menyelesaikan pendidikan di masa kecil dan merampungkan jenjang pendidikan formalnya dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Lebih spesifiknya, di SDN 164 Majauleng dan SMPN 4 di Desa Tosora, Kabupaten Wajo, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menyusul ayahnya dengan melanjutkan pendidikan SMA dan kuliahnya di Tanah Borneo.
Ayahnya sudah terlebih dahulu bermukim di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kukar, sejak tahun 1970-an. Sang ayah merintis usaha di bidang perikanan.
“Karena keterbatasan di Sulawesi untuk lanjutkan pendidikan, jadi ikut sama bapak di sini. Dasarnya itu tadi. Karena di kampung cukup berprestasi. Sayang kalau enggak melanjutkan pendidikan di Samarinda,” jelasnya.
Selama mengenyam pendidikan di SDN 164 Majauleng, Herry dikenal sebagai siswa yang cerdas dan berprestasi. Berkat kepintarannya, dia sering dikirim untuk mewakili sekolahnya di berbagai lomba yang bersifat akademis. Di kelasnya, ia selalu konsisten mendapat peringkat (ranking) yang tak jauh dari posisi tiga besar. Kebiasaan ini dipertahankannya hingga SMA.
Di daerahnya, terdapat suatu kebijakan yang cukup unik. Pada hari-hari tertentu, siswa-siswi yang dinilai berprestasi akan dikumpulkan, lalu ditempatkan di sekolah yang berbeda.
Herry termasuk salah satu dari sekian murid yang terkena dampak kebijakan tersebut. Akibat peraturan itu, setiap hari Senin sampai Kamis dia menjalani proses belajar yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Ia tumbuh dalam situasi keluarga tidak utuh lantaran kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai saat Herry masih kecil. Akibatnya, orang tuanya harus saling membagi porsi dalam mendidik dan merawatnya.
Ayahnya merupakan seorang nelayan sekaligus pengusaha. Reputasi ayahnya cukup dikenal di Kecamatan Anggana karena memiliki usaha di sektor perikanan di kecamatan tersebut. Usaha perikanan yang dirintis oleh keluarganya sejak tahun 70-an itu telah banyak berjasa dan menjadi salah satu lapangan pekerjaan serta pasokan pangan bagi warga setempat.
Terletak di wilayah pesisir membuat Anggana diberkahi kekayaan alam yang begitu berlimpah di lautnya serta menjadi tonggak penting bagi pemerintah daerah dalam menyediakan pangan masyarakat Kukar.
Produktivitas di bidang perikanan yang tinggi di kecamatan itu menyebabkan hasil tangkapan para nelayan Anggana yang meliputi berbagai jenis ikan, udang, dan lobster diekspor ke luar negeri.
Atas dasar itu, profesi nelayan menjadi pekerjaan yang cukup diperhitungkan, sehingga dijadikan sebagai mata pencaharian oleh 60% warga Anggana, termasuk Herry yang sering kali terjun dan ditugaskan oleh ayahnya untuk bahu-membahu bersama para nelayan lainnya mencari ikan di laut.
Pada tahun 2005, setelah menamatkan pendidikan di SMAN 11 Kota Samarinda, ia dengan tekad kuat memutuskan untuk melanjutkan jenjang pendidikannya di sebuah kampus ternama di Kalimantan Timur: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.
Meski saat itu keadaan ekonomi keluarganya sudah mulai membaik, tak lantas membuat setiap langkahnya dalam menggapai tujuan hidup terhindar dari tantangan dan ujian. Walau biaya kuliahnya ditanggung penuh oleh ayahnya, Herry tetap diharuskan membiayai sendiri kebutuhan hidupnya selama berkuliah. Pola pendidikan ini lahir dari prinsip kedua orang tuanya untuk mendidiknya menjadi pribadi yang mandiri agar tidak manja dan tergantung penuh dari kedua orang tua.
Untuk tetap bertahan di Samarinda, ia bekerja paruh waktu dengan pamannya di Pasar Segiri. Berbagai jenis pekerjaan dilakukannya demi menghadirkan sesuap nasi serta ongkos operasionalnya untuk kuliah.
Oleh pamannya, ia juga diberi tugas untuk menyelesaikan pekerjaan berat seperti menyupir truk angkutan, bongkar muat barang hingga mengantar barang-barang dagangan ke pasar. Kebiasaan ini secara perlahan membentuk mentalnya menjadi sosok yang memiliki etos kerja dan semangat juang yang tinggi.
“Di keluarga kami semua anak-anak itu dituntut untuk mandiri. Enggak boleh manja. Jadi, waktu itu paman buka toko di Segiri. Kebetulan saya juga lagi kuliah di Samarinda. Jadi, saya ikut paman untuk kerja selama kurang lebih 3 tahun,” ungkapnya.
Dalam rangka memudahkannya menyeimbangkan serta membagi porsi waktu antara bekerja di pasar dan berkuliah, Herry memutuskan untuk mengikuti program ekstensi dengan mengambil jam kuliah dari sore hingga malam.
“Dari pagi sampai siang di pasar. Sorenya sampai malam jam 10 kuliah. Karena dulu Unmul buka program ekstensi juga. Tetap setiap hari. Bukan Sabtu-Minggu (saja),” ucapnya.
Pasar Segiri bagaikan rumah serta tempat kuliah kedua baginya. Aktivitas transaksi jual-beli yang dirasakannya selama bekerja di pasar membuka cakrawala berpikinya. Hal ini mendorongnya untuk mempelajari berbagai macam ilmu, kemampuan, keterampilan, dan kebijaksanaan dalam hidup.
Sebagai sosok pembelajar yang menekuni bidang studi ilmu ekonomi, Pasar Segiri merupakan arena yang strategis dalam memperluas pengetahuannya tentang manajemen dan keuangan. Dia tidak hanya berkutat di tatanan teori seperti yang diajarkan oleh dosen di bangku kuliah, namun turun langsung serta menyaksikan transaksi jual beli antara para pedagang dan pembeli.
Separuh waktu yang dihabiskannya untuk bekerja tak semata-mata membuatnya bersikap apatis dalam menjalankan peran dan fungsi ideal sebagai seorang mahasiswa pada umumnya.
Herry juga menyiapkan ruang tersendiri untuk berorganisasi dengan bergabung sebagai anggota di BEM Fakultas Ekonomi Unmul Samarinda. Selain itu, dia dikenal sebagai sosok yang cukup rajin dan konsisten. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi tepat waktu. Prestasi ini tidak hanya mencerminkan komitmennya dalam pendidikan, tetapi dedikasinya dalam mengelola waktu dan tanggung jawab secara optimal.
Setelah berhasil memperloheh gelar S1 di Unmul, ia memutuskan berhenti sementara untuk berkuliah dan memilih membantu ayahnya sebagai nelayan di Anggana selama beberapa tahun sebelum memutuskan untuk kembali menuntaskan studi magisternya di jurusan manajemen di kampus yang sama.
Keterikatan dan hubungan emosional yang begitu mendalam dengan warga Anggana membuatnya mendapat kepercayaan yang tinggi di wilayah tersebut. Ketokohannya yang kuat membuat namanya direkomendasikan untuk maju sebagai anggota DPRD Kukar.
Dengan berbekal restu dan tekad untuk memperbaiki Anggana menjadi lebih baik, ia mengaminkan keinginan dan harapan tersebut meski saat itu usianya masih terlalu muda untuk duduk di kursi parlemen.
Herry yang notabeneya telah diakui sebagai putra asli Anggana menjadi sosok yang membawa harapan baru bagi daerahnya. Saat itu, belum pernah ada warga Anggana yang berhasil menembus tembok kekuasaan dan duduk di kursi parlemen Kukar.
Setelah melalui berbagai diskusi dan perenungan yang matang, akhirnya langkah besar diambilnya untuk memecah kebuntuan sejarah tersebut guna menghadirkan sosok di pemerintahan yang dapat merepresentasikan keinginan dan aspirasi warga setempat.
Keputusannya untuk bertarung memperebutkan kursi parlemen berangkat dari keinginan warga Anggana, khususnya para nelayan di wilayah pesisir, agar aspirasi yang mereka suarakan mendapat pintu masuk dalam memengaruhi kebijakan pemerintah.
Dukungan warga yang masif didasari reputasinya yang cukup mentereng di daerahnya. Hal ini mengantarkan Herry yang saat itu berusia 26 tahun melafalkan sumpah serta janji pertamanya sebagai anggota DPRD Kukar.
“Selama ini tidak ada perwakilan dari Anggana yang duduk di DPRD, khususnya Dapil III. Jadi, awal-awal ada perwakilan dari Anggana itu di zaman saya tahun 2014,” bebernya.
Perjuangan sebagai Anggota Dewan
Selama ini, Herry aktif berkiprah dalam bidang pembangunan dengan fokus utama mendorong kemajuan wilayah pesisir, terutama di dapilnya. Salah satu prioritas yang terus diperjuangkannya adalah kesinambungan pembangunan jalan penghubung antara Anggana dan Muara Badak.
Meskipun hingga kini pembangunan jalan tersebut belum selesai, dia terus berupaya memastikan proyek ini dapat terealisasi. Pembangunan jalan penghubung Anggana-Muara Badak dinilainya sangat penting untuk memperlancar konektivitas antarkecamatan, sehingga perekonomian wilayah pesisir Kukar bisa berkembang pesat.
Selain itu, pembangunan rumah sakit di Anggana yang diproyeksikan bakal selesai tahun depan menjadi salah satu pencapaian yang diharapkannya membawa dampak positif bagi warga Anggana. Rumah sakit ini diharapkannya bisa memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan warga Anggana tanpa perlu menempuh perjalanan ke Samarinda.
Hal ini dapat memangkas waktu dan memperbesar kesempatan bagi para pasien untuk memperoleh pelayanan dan tindakan medis lewat fasilitas pelayanan publik. Ia berharap rumah sakit tersebut dapat meningkatkan akses dan kualitas kesehatan di wilayah pesisir Kukar.
“Saya juga ingin warga Anggana menikmati fasilitas yang dibikin oleh daerah sendiri sehingga dapat menikmati fasilitas kesehatan sendiri,” ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa pembangunan IKN Nusantara untuk mendukung kemajuan daerah juga sangat terkait dengan upaya meningkatkan sumber penghasilan dan pendapatan daerah.
Ia berharap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kukar yang sebelumnya sangat bergantung pada pertambangan dan migas bisa secara perlahan bergeser ke sumber daya alam terbarukan.
Dalam merealisasikan hal itu, Herry ingin potensi wilayah pesisir Kukar, khususnya di Dapil III yang kaya sumber daya perikanan dan pertanian dimanfaatkan serta dimaksimalkan untuk mencapai target tersebut. Peningkatan PAD di sektor-sektor ini dinilainya akan membawa perubahan positif dalam mendorong kesejahteraan para petani dan nelayan.
Dia berharap pesisir Kukar bisa menjadi wilayah penyangga IKN Nusantara, khususnya dalam penyediaan pangan untuk warga ibu kota baru tersebut.
“Karena kita tahu daerah pesisir itu penghasil perikanan yag cukup melimpah bahkan sampai diekspor juga ke luar negeri,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin