BERITAALTERNATIF.COM – Muhammad Arimin lahir di Turungeng Loppae pada 7 November 1988. Salah satu kampung terkecil dan terpencil di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
Anak keempat dari tujuh bersaudara itu hanya menempuh pendidikan dari TK sampai kelas tiga sekolah dasar di kampung halamannya.
Program transmigrasi dari pemerintah mengantarkan dia mengikuti orang tuanya untuk hijrah ke Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi Barat. Di sanalah ia menyelesaikan sekolah dasarnya.
Masa kecil Arimin tidak seperti anak-anak pada umumnya. Hari-harinya dihabiskan untuk mengikuti orang tuanya berkebun.
Ia lahir dari kedua orang tua yang berprofesi sebagai guru sekolah yang pernah mengajar di Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Belakangan, ia bersama orang tuanya berpindah ke Kabupaten Berau. Lalu, Kecamatan Muara Badak, Kukar.
Setelah neneknya meninggal dunia, orang tuanya yang berprofesi sebagai PNS meninggalkan profesi tersebut. Orang tuanya memilih pulang ke kampung halaman mereka untuk menjaga kebun coklat, jeruk, dan sawah peninggalan sang nenek.
Arimin bercerita, sekitar tahun 1997, orang tuanya didatangi oleh tokoh masyarakat untuk meminjam uang atau kospin.
Namun, uangnya tidak dikembalikan. Sebagai gantinya, mereka diberikan tanah oleh pemerintah di pinggir laut Mamuju. Tanah itu digunakan untuk membangun rumah.
Hal itu disebabkan tanah mereka untuk berkebun sebelumnya akan dijadikan lokasi pembangunan infrastruktur publik.
Keadaan ini pula yang membawa Arimin melanjutkan sekolah sampai lulus di SMP Negeri 2 Budong-Budong, Kabupaten Mamuju.
Setelah tamat SMP, Arimin tak langsung melanjutkan studi ke jenjang SMA. Keterbatasan ekonomi membuatnya berhenti sekolah.
Dia pun ikut melaut dengan keluarganya selama satu tahun. Dari pekerjaannya sebagai nelayan tersebut, ia mulai menabung. Arimin berniat hijrah ke Kota Tenggarong.
Hijrah ke Tenggarong
Pada akhir tahun 2003, Arimin hijrah ke Kota Tenggarong. Ia datang dengan niat membantu kakaknya yang sudah terlebih dahulu ke Kukar untuk menjual ikan di Pasar Tangga Arung.
Selama empat tahun ia bergelut untuk bangun subuh dan pulang tengah hari demi mengumpulkan uang untuk bertahan hidup di tanah rantau.
Saat itu, Arimin yang belum pernah menginjakkan kakinya di bangku SMA mendapat kabar bahwa di kampung halamannya di Turungeng Loppae sedang diadakan ujian paket C.
Bermodal uang yang ditabungnya selama beberapa tahun, dia kembali ke kampungnya untuk mendapatkan ijazah SMA.
Tak sampai sebulan, ijazah SMA pun dikantonginya. Lalu, ia kembali ke Kukar bukan untuk mendaftar kuliah, tapi masih menggeluti profesi yang sama: penjual ikan di pasar.
Arimin mempunyai sepupu yang menempuh pendidikan di SMK Geologi Pertambangan Tenggarong.
“Saya punya sepupu namanya Andi M. Safwan. Ia mengajak saya untuk masuk kuliah di Fakultas Teknik Unikarta,” ungkapnya, Sabtu (10/6/2023).
Kendati tidak memiliki pengetahuan tentang teknik pertambangan, dengan kuliah teknik, dia bisa bekerja di perusahaan tambang, karena pekerja yang bekerja di daerah kaya sumber daya alam ini bisa menerima pendapatan besar dari sektor pertambangan.
“Saya pikir tambang ini menjanjikan di Kukar nanti kalau masuk teknik. Kerjaan akan mudah,” katanya.
Pada tahun 2008, Arimin mendaftarkan diri sebagai mahasiswa baru di Fakultas Teknik Unikarta Tenggarong.
Selama tujuh tahun, ia bergelut di dunia kampus. Akhirnya, Arimin menjadi sarjana teknik di universitas ternama di Kukar tersebut.
“Tahun 2015 saya selesaikan studi kuliah,” ungkapnya.
Sejak menjadi mahasiswa, ia mengaku cakrawala berpikirnya mulai terbuka, bahkan berubah drastis. Sebelum itu Arimin hanya berpikir bagaimana menghasilkan uang dari pekerjaan sebagai penjual ikan.
Dia pun mulai berpikir bahwa banyak hal besar yang perlu dilakukannya di usia muda, khususnya untuk kepentingan orang banyak.
“Di masa kuliah ini pikiran saya terbuka. Masih banyak hal yang perlu dicapai. Berbeda dengan pola pikir di kampung yang hanya memikirkan hidup melaut kemudian dapat makan,” ujarnya.
Sebagai mahasiswa baru di Unikarta, di awal kuliahnya Arimin mengaku beberapa bulan tinggal sebagai anak kos.
Kemudian, Arimin diajak oleh beberapa orang seniornya untuk mengikuti organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
“Ada bang Suroso, Herman, dan Afrinaldi. Mereka yang mengajak saya masuk HMI,” bebernya.
Sebagai anak kos yang ditawari makanan yang ditanggung panitia selama seminggu, setelah mengikuti ospek di kampus, Arimin pun mengamini ajakan beberapa seniornya untuk berorganisasi agar dapat menghemat pengeluaran.
Meski begitu, dalam menggeluti kehidupan sehari-hari saat kuliah, ia tetap bekerja keras di tengah berbagai keterbatasan yang dihadapinya.
“Waktu mendaftar kuliah, orang tua saya yang bayarkan. Setelah kuliah saya tetap berjualan ikan, berorganisasi, dan kuliah,” terangnya.
Membangun Jaringan di Organisasi
Sejak menjadi mahasiswa, Arimin membangun relasi dan komunikasi dengan berbagai pengurus organisasi kampus lainnya.
Setelah mengikuti basic training atau LK I di HMI Cabang Tenggarong, Arimin ditunjuk sebagai bendahara Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan (HMTP) Fakultas Teknik Unikarta.
Di organisasi kampus, selain HMTP, Arimin juga pernah menjabat sebagai sekretaris BEM Fakultas Teknik Unikarta.
Pada tahun 2011, ia bersama kawan-kawannya membentuk Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Teknik. Kemudian pada tahun 2013-2014, Arimin terpilih sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Unikarta. Dia menggantikan Ali Mukid.
Arimin mengaku pernah tinggal di Sekretariat BEM Fakultas Teknik selama dua tahun. Setelah dipilih sebagai pengurus HMI Cabang Tenggarong pada tahun 2011, ia bermukim di sekretariat organisasi tersebut hingga tahun 2015.
Ia pernah menjabat sebagai Kabid P3A HMI Komisariat Teknik Unikarta. Kemudian, dia menjadi Ketua Komisariat. Arimin menggantikan Andi M. Setiawan.
Di masa peralihan pengurus cabang, Arimin menjabat sebagai Kabid PAO HMI Cabang Tenggarong periode 2011-2012. Lalu, ia naik menjadi sekretaris umum HMI Cabang Tenggarong.
Melalui proses yang sangat panjang di HMI, ia pun terpilih sebagai ketua umum HMI Cabang Tenggarong pada 7 November 2013.
“Tahun 2013 kita konferensi cabang. Saya terpilih 7 November; bertepatan dengan hari lahir saya,” ungkapnya.
Setelah purna dari kepengurusan HMI Cabang Tenggarong, Arimin mengaku ditawarkan untuk masuk dalam jajaran Pengurus Besar (PB) HMI di Jakarta.
Ia mendapat rekomendasi dari Kamal Harpa dan beberapa orang seniornya untuk mengawal kepemimpinan Mulyadi P. Tamsir. Dia diminta menduduki jabatan Wakil Bendahara Umum Bidang PSDA.
Kemudian, terjadi pergantian kepengurusan. Ia pun naik menjadi Wabendum Bidang PA PB HMI.
Setelah Saddam Al Jihad terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI, Arimin dipercayai jabatan Wasekjen Internal Bidang PAO. Lalu, ia diminta untuk menjadi Ketua Bidang PAO setelah PB HMI mengalami dualisme kepengurusan.
Bermodal semangatnya berproses di internal PB HMI, saat Kongres PB HMI tahun 2021, Arimin memutuskan mencalonkan diri sebagai calon ketua umum PB HMI.
Berkat dukungan puluhan cabang HMI se-Indonesia, Arimin finis di urutan keempat sebagai calon ketua umum PB HMI.
Tim Seleksi Bawaslu di Kaltim
Setelah berproses di HMI, Arimin mulai dilirik oleh para seniornya di Jakarta. Meski tergolong muda dibandingkan calon lainnya, ia memanfaatkan koneksinya sejak menjadi aktivis HMI untuk menjadi Tim Seleksi (Timsel) komisioner Bawaslu di Kaltim.
Untuk menjadi calon Timsel Bawaslu, terdapat tiga syarat, di antaranya praktisi Pemilu, tokoh masyarakat, dan akademisi. Dari tiga syarat tersebut, Arimin memilih jalur tokoh masyarakat.
Ia terpilih sebagai Timsel Bawaslu karena dinilai mempunyai kompetensi sejak aktif di dunia organisasi.
Saat menjadi mahasiswa, Arimin pernah bekerja sama dengan KPU Kukar untuk menjadi tim pemantau independen Pemilu dan staf teknis Panwaslu Kukar. Di PB HMI, ia pernah menjadi tim pemantau Pemilu pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
“Saya presentasikan ke pusat bahwa kita enggak kosong-kosong amat soal kepemiluan. Kita melamar ke Bawaslu RI melalui Bawaslu Kaltim,” ucapnya.
Saat pendaftaran, Arimin merasa minder dengan kualitas para calon pesaingnya. Bermodal keyakinan, ia pun terpilih menjadi Timsel Bawaslu di Kaltim.
“Kita percaya bahwa proses tidak menghianati hasil,” ujarnya.
Berkat Berproses di HMI
Dari berbagai pencapaian yang diraihnya, Arimin merasa HMI telah memberikan banyak kontribusi dalam hidupnya. Jaringan dan koneksi di HMI mampu mengantarkannya menjadi Timsel Bawaslu di Kaltim.
“Berkat berorganisasi itu saya punya koneksi dan diamanahkan menjadi Timsel Bawaslu,” katanya.
Hasil itu pula yang menjadikan Arimin sebagai Timsel termuda dalam sejarah pemilihan tim tersebut di Kaltim.
Ia berpesan kepada para aktivis mahasiswa Unikarta untuk tetap semangat berproses di organisasi mahasiswa.
Arimin menyadari bahwa dengan berorganisasi, setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama berjuang untuk kepentingan publik.
“Hidup di dunia nyata” pasca menjadi mahasiswa, kata dia, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan sangat dibutuhkan.
Oleh karena itu, ia berpesan agar mahasiswa-mahasiswa di organisasi, terutama HMI, betul-betul mempelajari dan mengasah keterampilan tersebut.
“Organisasi lebih banyak mengajarkan tentang kehidupan di dunia luar. Jangan alergi dengan organisasi. Tidak ada istilah organisasi membuat kuliah berantakan. Berorganisasilah kalau ingin membangun koneksi,” pungkasnya. (rh/fb)