BERITAALTERNATIF.COM – Lahir di Loa Kulu, 03 Agustus 1991, di Desa Loa Kulu Kota Kecamatan Loa Kulu, Rian Tri Saputra tumbuh besar dari keluarga sederhana.
Ia menjalani hidup yang luar biasa dan berkarir dalam organisasi. Kini, Rian sukses menjadi ketua DPD dari sebuah organisasi kepemudaan bergengsi: Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kukar.
Masa Kecil dan Pendidikan
Dia tumbuh dari keluarga menengah ke bawah dengan ayah yang hanya seorang supir taksi dan ibu penjual gorengan dan sayur masak di pasar.
Saat memasuki sekolah dasar, Rian kecil sering diajak ke pasar untuk membantu sang ibunda. Dengan kehidupan yang serba sederhana, ia sering kali ikut berjualan di sekolah. Dia menjual keripik hingga es lilin. Aktivitas ini terus dijalaninya hingga sekolah menengah pertama.
Rian sudah terbiasa menjalani kehidupan yang keras dan memaksanya untuk hidup mandiri, sebab keadaan ekonomi yang tidak mendukungnya untuk hidup berleha-leha.
Kendati demikian, semangatnya dalam menuntut ilmu sangat tinggi hingga membawanya mencapai berbagai prestasi.
Dia memulai pendidikan di TK Dahlia. Kemudian melanjutkan sekolahnya ke SD Negeri 002 Loa Kulu. Di sekolah menengah pertama, pilihannya jatuh pada SMP Negeri 1 Loa Kulu, kemudian menamatkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Loa Kulu.
Saat sekolah dasar, Rian beberapa kali menjuarai lomba, yang paling membekas baginya adalah saat ia menjadi atlet sepak bola di Porprov tahun 2008 sebagai perwakilan Loa Kulu.
Selain itu, ia pernah mengikuti lomba MTQ tingkat kabupaten dan aktif di organisasi di masa sekolah menengah.
Rian remaja pernah menjabat sebagai ketua OSIS, baik di SMP maupun SMA. Hal inilah yang kemudian menumbuhkan kecintaannya terhadap organisasi.
Di perguruan tinggi, dia memutuskan untuk menjalankan pendidikannya di Institut Agama Islam Negeri Samarinda pada jurusan pendidikan.
Di tengah kesibukannya di organisasi dan pekerjaan, ia mampu mendapatkan gelar S1 dengan predikat Cumlaude dan indeks prestasi kumulatif 3,52 dengan waktu tempuh pendidikan selama 4 tahun.
Kini, ia sudah menyelesaikan pendidikan lanjutannya dan mendapatkan gelar S2 di Universitas Sunan Giri di jurusan yang linear dan berkesinambungan dengan jurusan sebelumnya.
Di masa kuliahnya, Rian mengikuti berbagai organisasi internal dan eksternal kampus.
Saat itu, dia melihat Kaltim dengan segala kekayaan alam yang apabila mampu dikelola dan dijaga dengan baik, maka tidak akan ada lagi masyarakat yang kesulitan mengakses kesehatan, pendidikan, serta fasilitas publik.
Oleh karena itu, Rian dan mereka yang bergabung di organisasi pecinta alam berinisiatif membangun komunitas bernama Peduli Pendidikan Kaltim yang berpusat pada kegiatan mengajar dan mengedukasi anak jalanan.
Mereka juga berhasil mengadakan seminar tentang nasionalisme serta berkeliling ke berbagai kampus dan sekolah di tingkat SMA/SMK di Kaltim.
Waktu ini, ia juga mengampanyekan pentingnya semangat nasionalisme, yang jelas bukan hanya dijadikan sebagai jargon semata. Ide dasarnya, teriakan aktivis di jalan harus dibuktikan dengan tindakan konkret. Perjuangan harus disertai aksi nyata, bukan hanya retorika.
Melalui komunitas Peduli Pendidikan Kaltim ini, ia berhasil mengajar dan mengedukasi hingga pelosok Kaltim.
Ia berusaha menepis isu dan gosip yang selalu menghantui aktivis yang terkenal selalu mengabaikan pendidikannya.
Dia membuktikannya dengan cara meraih predikat Cumlaude dan lulus tepat waktu. Sebab, menurutnya, keterlambatan seseorang lulus kuliah berasal dari rasa nyaman yang membuatnya terlena.
Rian yang berasal dari keluarga sederhana, jika semakin terlambat lulus kuliah, maka semakin membengkak biaya yang harus dikeluarkannya.
Karir dalam Profesi dan Organisasi
Sebelum sesukses sekarang, Rian pernah menjual sandal dan bekerja sebagai office boy di Pizza Hut pada tahun 2012 sebelum akhirnya memilih untuk keluar dan bergabung dengan Kaltim Post Group sebagai seorang jurnalis.
Rekam jejaknya sebagai jurnalis pernah membawanya menginjakkan kaki di tanah Papua hingga ditempatkan di beberapa tempat beresiko—sebuah pengalaman yang bagi Rian sangat berharga dan tidak terlupakan.
Hingga tiba di akhir masa perkuliahannya, dia memutuskan untuk berhenti sebagai jurnalis dan menolak penugasan ke Surabaya demi mengejar waktu wisuda. Baginya, target utama tetaplah harus segera lulus kuliah.
Setelah dinyatakan lulus, Rian dipanggil dan mendaftarkan diri menjadi guru di salah satu sekolah swasta selama 2 tahun sebelum akhirnya diangkat menjadi kepala sekolah di SD Muhammadiyah Loa Kulu.
Saat Rian menjabat, kondisi kelas dan ruang belajar sekolah tersebut masih berupa kayu yang rapuh dan mudah patah.
Setelah tiga bulan menjabat, berbekal berbagai ilmu yang didapatkannya, dia melakukan proses negosiasi dengan pengelola PT MHU dan mampu melakukan kerja sama untuk pembangunan sekolah tanpa harus mengandalkan uang negara. Ini merupakan prestasi yang membanggakannya selama dua tahun ia menjabat sebagai kepala sekolah.
Rian memulai karirnya dan berproses di KNPI Kukar sebagai ketua DPK Loa Kulu selama 9 tahun. Kemudian, dia mencetak sejarah bagi KNPI Kukar yang selama ini selalu dipimpin oleh ketua yang berasal dari kabupaten karena ia berhasil naik dan menduduki posisi ketua dari organisasi pemuda yang bergengsi tersebut.
Selama bertahun-tahun berproses, bagi Rian, bukan hal mudah untuk menyatukan berbagai OKP tingkat kecamatan dengan berbagai latar belakang warna dan pandangan politik. Hal ini menjadi tantangannya untuk menyatukan langkah semua elemen tersebut.
Tantangan ini pun akan membuktikan kerja kerasnya yang berproses dari bawah dan bukan serta-merta mendapatkan jabatan dari orang dalam.
Kesuksesan datang secara nyata melalui ketekunannya selama 9 tahun berproses. Menduduki posisi yang sangat diimpikannya, Rian melihatnya sebagai amanah yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkannya.
Untuk itu, jabatan ini bukan untuk memperkaya diri sendiri, namun sebuah wasilah. Wasilah pertama untuk kebaikan, tabungan, dan amal kebaikan untuk Hari Akhir serta jembatan untuk mengabdikan diri sebagai corong aspirasi anak muda. Ia mencintai KNPI sebagaimana wadah dia merintis karir.
Kisah Asmara
Pria kelahiran 1991 ini rupanya tidak pernah berpacaran dengan istrinya. Mereka dipertemukan di sekolah saat dia menjabat sebagai kepala sekolah dan istrinya saat itu berstatus sebagai pemilik salah satu kantin di sekolah tersebut.
Mereka bertemu dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Lantas, Rian melakukan mediasi yang didampingi oleh seorang guru agama untuk melangsungkan pernikahan.
Setelah melakukan perkenalan selama satu minggu, mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Saat ini, keduanya telah dikaruniai tiga orang buah hati.
Kepercayaan Rian untuk segera melangsungkan pernikahan tanpa masa pacaran datang dari keyakinannya: berpacaran setelah menikah akan jauh lebih menyenangkan dan luar biasa berbeda rasanya. (*)
Penulis: Hanna
Editor: Ufqil Mubin