BERITAALTERNATIF.COM – Susilo Bambang Yudhoyono atau lebih dikenal dengan istilah SBY adalah Presiden Indonesia keenam yang menjabat sejak 20 Oktober 2004 sampai 2014.
Ia merupakan Presiden pertama di masa Reformasi yang terpilih melalui pemilihan umum secara langsung. SBY bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004.
Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono.
Sejak era Reformasi dimulai, SBY merupakan Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk periode kedua.
Yudhoyono yang dipanggil “Sus” oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan “SBY”, melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan militer. Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999, dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir SBY adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000.
Pada Pemilu Presiden 2004, keunggulan suaranya dari Presiden Megawati Soekarnoputri membuatnya menjadi presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat Indonesia. Hal ini dimungkinkan setelah melalui amendemen UUD 1945.
Latar Belakang dan Keluarga
Ia lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari silsilah ayahnya dapat dilacak hingga Pakubuwana serta memiliki hubungan dengan trah Hamengkubuwana II. Ketika masih berusia remaja, ia pernah tercatat sebagai salah satu anggota GSNI (Gerakan Siswa Nasional Indonesia), salah satu organisasi underbow PNI yang setara dengan PII (Pelajar Islam Indonesia) Masyumi.
Seperti ayahnya, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga pernah tinggal di Istana Merdeka, Jakarta.
SBY menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan putri ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (almarhum). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965.
Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1978) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1980).
Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997, dan Akademi Militer Indonesia tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung, Jawa Barat.
Agus menikah dengan Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan. Sejak pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar magister di Institute of Defense and Strategic Studies, Singapura.
Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun 2005 dari Curtin University of Technology di Perth, Australia Barat.
Karier Militer
Tahun 1973, ia lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan kecerdasan intelektual. Periode 1974–1976, ia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad.
Pada tahun 1976, ia belajar di Airborne School dan US Army Rangers, American Language Course (Lackland-Texas), Airbone and Ranger Course (Fort Benning) Amerika Serikat.
Kariernya berlanjut pada periode 1976–1977 di Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad, Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977), Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977–1978, Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979–1981, Paban Muda Sops SUAD (1981–1982). Periode 1982–1984, ia belajar di Infantry Officer Advanced Course (Fort Benning) Amerika Serikat.
Tahun 1983, ia belajar di On the job training in 82-nd Airbone Division (Fort Bragg) Amerika Serikat, Jungle Warfare School (Panama, Kursus Senjata Antitank di Belgia dan Jerman pada tahun 1984, Kursus Komando Batalyon (1985) dan meniti karier di Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985), Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986–1988), dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988).
Periode 1988–1989, ia belajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat dan melanjutkan ke US Command and General Staff College (Fort Leavenwort) Kansas Amerika Serikat pada tahun 1991.
Periode 1989–1993, ia bekerja sebagai Dosen Seskoad Korspri Pangab, Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993–1994), Asops Kodam Jaya (1994–1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995) serta Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (1995–1996).
Lulusan Master of Art (M.A.) dari Management Webster University Missouri, dia juga meniti karier di Kasdam Jaya (1996), dan Pangdam II/Sriwijaya sekaligus Ketua Bakorstanasda.
Pada tahun 1997, ia diangkat sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI dengan pangkat Letnan Jenderal. Ia pensiun dari kemiliteran pada 1 April 2001 oleh karena pengangkatannya sebagai menteri.
Karier Politik
SBY tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa MPR 1998. Pada 29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Pada 26 Oktober 1999, ia dilantik menjadi Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.
Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan.
Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.
Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.
Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004.
Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September 2001 menguatkan namanya untuk mencapai puncak karier politik. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004. SBY baru bergabung dengan Partai Demokrat pada tahun 2003.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 % suara.
Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.
Pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang diadakan di Bali tanggal 30 Maret 2013, SBY ditetapkan sebagai ketua umum Partai Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum.
Selanjutnya pada Kongres IV Partai Demokrat yang diadakan di Hotel Shangri-La, Surabaya, pada 12 Mei 2015, SBY kembali terpilih menjadi Ketua Umum untuk periode 2015–2020.
Masa Kepresidenan
MPR pada periode 1999-2004 mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 % suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat, dan tampil sebagai Presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.
Pada saat pelantikannya pertama kali sebagai presiden, Yudhoyono mengumumkan kabinet barunya, yang akan dikenal sebagai Kabinet Indonesia Bersatu yang terdiri dari 36 menteri, itu termasuk anggota Partai Demokrat, Golkar dan PPP, PBB, PKB, PAN, PKP, dan PKS. Kalangan profesional juga disebutkan dalam kabinet, sebagian besar dari mereka mengambil pelayanan di bidang ekonomi. militer juga disertakan, dengan 5 mantan anggota yang ditunjuk untuk kabinet. Yudhoyono berjanji selama pemilu, empat dari yang ditunjuk kabinet adalah perempuan.
Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan pada bulan Oktober 2009 setelah ia terpilih kembali sebagai presiden awal tahun. Wakil presiden dalam kabinet kedua Yudhoyono adalah Boediono. Boediono menggantikan Jusuf Kalla yang merupakan wakil presiden SBY di kabinet pertama.
Pemilihan presiden diadakan di Indonesia pada 8 Juli 2009. Presiden SBY memenangkan lebih dari 60% (60,08%) suara di putaran pertama, yang memungkinkan dia untuk mengamankan pemilihan ulang tanpa run-off. Yudhoyono secara resmi dinyatakan pemenang pemilu pada 23 Juli 2009 oleh Komisi Pemilihan Umum. Kandidat lainnya adalah Megawati Soekarnoputri dari PDI-P Partai 26,79% dan Jusuf Kalla dari Partai Golkar 12,41%.
Program dan Tantangan Politik
Pada bulan Juli 2005, Yudhoyono meluncurkan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dalam program ini, pemerintah memberikan dana kepada kepala sekolah untuk membantu finansial dalam menjalankan sekolah. BOS dapat memberikan bantuan keuangan yang signifikan ke sekolah, sehingga sekolah diharapkan dapat menurunkan biaya atau, jika mereka mampu, untuk menghapus biaya sama sekali. Pada bulan Juni 2006, Yudhoyono meluncurkan Buku BOS yang menyediakan dana untuk pembelian buku.
Pada bulan Januari 2005, Yudhoyono meluncurkan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin). Askeskin adalah program yang ditujukan pada orang-orang miskin yang memungkinkan mereka akses ke pelayanan kesehatan.
Meskipun ia telah memenangkan kursi kepresidenan, Yudhoyono masih lemah dalam parlemen Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Partai Demokrat, bahkan dikombinasikan dengan semua mitra koalisinya, memiliki perwakilan jauh lebih sedikit daripada Golkar dan PDI-P, yang memainkan peran oposisi.
Dengan kongres nasional yang akan diselenggarakan pada bulan Desember 2004, Yudhoyono dan Kalla awalnya didukung Agung Laksono yang menjadi pembicara ketua Golkar. Ketika Agung dianggap terlalu lemah terhadap Akbar, Yudhoyono dan Kalla memberikan dukungan mereka pada Surya Paloh. Akhirnya, ketika Paloh dianggap terlalu lemah untuk melawan Akbar, SBY memberi lampu hijau bagi Kalla untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin Golkar. Pada 19 Desember 2004, Kalla terpilih sebagai ketua baru Golkar.
Kemenangan Kalla menimbulkan dilema bagi Yudhoyono. Posisi baru Kalla berarti bahwa ia sekarang lebih kuat daripada Yudhoyono dalam hal pengaruh di parlemen.
Setelah Tsunami tahun 2004, Jusuf Kalla tampaknya atas inisiatifnya sendiri, menandatangani keputusan rehabilitasi Aceh. Legalitas Keputusan Wakil Presidennya dipertanyakan, meskipun Yudhoyono menyatakan bahwa dialah yang memberi perintah kepada Kalla.
Pada bulan September 2005, ketika Yudhoyono pergi ke New York untuk menghadiri PBB Summit, ia meninggalkan Wakil Presiden Kalla. Yudhoyono menggelar Video conference dari New York untuk menerima laporan dari menteri. Para kritikus menyatakan bahwa ini adalah ekspresi ketidakpercayaan oleh Yudhoyono. Tampaknya publik melihat momentum ketika Kalla hanya muncul untuk satu konferensi video dan menghabiskan sisa waktu mengurus Golkar.
Dugaan persaingan muncul kembali lagi pada bulan Oktober 2006 ketika Yudhoyono membentuk Unit Kerja Presiden untuk Organisasi Program Reformasi (UKP3R). Dia bertugas meningkatkan investasi bisnis, melaksanakan diplomasi dan administrasi pemerintahan, meningkatkan kinerja BUMN, perluasan peran usaha kecil dan menengah, dan meningkatkan penegakan hukum secara keseluruhan. UKP3R dipimpin oleh Marsillam Simanjuntak, yang menjabat sebagai Jaksa Agung selama Kepresidenan Abdurrahman Wahid.
Pada Februari 2007, Yudhoyono menambahkan kesejahteraan untuk tugas UKP3R dengan memerintahkan mereka untuk juga menempatkan fokus pada penghapusan kemiskinan, bantuan langsung tunai, pelayanan publik serta membantu program di bidang kesehatan dan pendidikan. Ada tuduhan bahwa ini adalah upaya Yudhoyono untuk mengecualikan Kalla dari pemerintah. SBY dengan cepat menjelaskan bahwa dalam mengawasi UKP3R, dia akan dibantu oleh Kalla.
Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.
Pada masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus, banjir, dan lain-lain. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi seorang presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara demi kesejahteraan rakyat.
SBY juga membentuk Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP4R), sebuah lembaga kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak saat pembentukannya pada 26 Oktober 2006. Lembaga ini pada awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP4R untuk memangkas kewenangan Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY menjelaskannya dalam sebuah keterangan pers. (Sumber: Wikipedia)