BERITAALTERNATIF.COM – Qosim Soleimani adalah mantan komandan Pasukan Quds. Selama perang Iran-Irak, ia adalah komandan Laskar 41 Tsarallah dan komandan Operasi Walfajr 8, Karbala 4, dan Karbala 5.
Pada tahun 2001, Qosim diangkat oleh Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, sebagai komandan Pasukan Quds. Menyusul kemunculan ISIS di Irak dan Suriah, Qosim sebagai komandan Pasukan Quds, dengan kehadirannya di kawasan-kawasan ini dan koordinasinya dalam mengumpulkan kekuatan rakyat, berperang dengan kelompok tersebut. Pada 3 Januari 2020, ia gugur sebagai martir atas serangan udara pasukan AS di Baghdad.
Pada tahun 2020, setelah kesyahidannya, Qosim berhasil meraih pangkat Letnan Jenderal.
Latar Belakang dan Perjuangan
Qosim lahir pada 11 Maret 1957 di Kota Rabur, Provinsi Kerman, di suku Soleiman. Pada usia 18 tahun, ia bekerja di Departemen Air Kerman. Pada peristiwa Revolusi Islam Iran, Qosim bertemu dengan ulama Masyhad, Reza Kamyab, dan ia memasukkan Qosim ke dalam gerakan-gerakan revolusi.
Menurut Sohrab Soleimani, saudaranya (Qosim Soleimani), Qosim adalah salah satu pendorong utama pawai dan pemogokan Kerman pada masa revolusi.
Pasca Revolusi Islam Iran pada tahun 1980, Qosim menjadi anggota Korps Pengawal Revolusi Islam, dan dengan dimulainya perang Iran-Irak, ia melatih beberapa batalion di Kerman dan mengirim mereka ke medan tempur.
Dalam satu periode, ia menjadi komandan pasukan Azarbeijan Barat. Pada tahun 1981, Qosim diangkat oleh Mohsen Rezai, komandan Korps Pengawal Revolusi sebagai komandan Laskar 41 Tsarallah.
Selama perang Irak melawan Iran, ia adalah komandan Operasi Walfajr 8, Karbala 4 dan Karbala 5. Operasi Karbala 5 dianggap sebagai salah satu operasi paling penting di Iran selama perang, yang menghasilkan lemahnya posisi politik dan militer tentara Ba’ath Irak serta menguatnya situasi militer Iran.
Qosim kembali ke Kerman setelah perang Iran-Irak berakhir pada tahun 1988 dan terlibat dalam perang dengan pemberontak yang datang dari perbatasan timur Iran.
Sebelum Qosim diangkat sebagai komandan Pasukan Quds, ia berperang dengan geng-geng perdagangan narkoba di perbatasan Iran dan Afghanistan.
Pada Januari 2011, ia menerima pangkat Mayor Jenderal dari Ayatullah Sayid Ali Khamenei, pemimpin utama panglima militer Iran.
Komandan Pasukan Quds
Qosim ditunjuk oleh Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, untuk memimpin Pasukan Quds pada tahun 2000. Menurut sebuah laporan dari Pusat Inteligen Khusus Israel, Pasukan Quds dibentuk pada tahun 1990 untuk meningkatkan aktivitas luar negeri Iran, dan setelah Soleimani Ahmad Vahidi, Qosim menjadi komandan kedua Pasukan Quds Iran.
Menurut laporan itu, Qosim memainkan peran kunci dalam memperkuat pengaruh Iran di Timur Tengah, terutama dalam kerusuhan regional yang dikenal sebagai Kebangkitan Islam (Musim Semi Arab).
Demikian juga dalam laporan tersebut dimuat bahwa Iran atas bantuan strategi-strategi Qosim mampu meningkatkan pengaruhnya di Irak dan Suriah serta dukungannya terhadap pasukan al-Houthi di Yaman.
Qosim termasuk dari para komandan perang melawan ISIS di Irak dan Suriah. ISIS adalah kelompok Salafi yang muncul setelah jatuhnya Saddam di Irak dan kekosongan kekuasaan di wilayah tersebut.
Iran memulai berperang dengan kelompok itu untuk menjaga dan mengontrol kawasan. Menurut berita ISNA, pada tahun 2011, pasukan-pasukan yang berada di bawah pimpinan Qosim, termasuk Tentara Fatimiyun dan Brigade Zainabiyun, pergi ke Suriah untuk melawan pasukan ISIS dan pemberontak.
Demikian juga pada tahun 2014, Kota Mosul diduduki oleh ISIS dan Baghdad, ibu kota Irak, bergerak ke titik kehancuran, maka Qosim dengan mengorganisasi sebagian pasukan Hashd al-Shaabi berperan penting dalam mengusir ISIS dari Irak.
Perdana Menteri Irak Haider al-Ibadi menyebut Qosim sebagai salah satu sekutu utama Irak dalam perang melawan ISIS.
Dalam sebuah surat kepada Ayatullah Ali Khamenei yang diakses di berbagai media Iran pada 21 November 2017, Qosim mengumumkan akhir kekuasaan ISIS dan berkibarnya bendera Suriah di al-Bukamal dari kota-kota Suriah di dekat perbatasan Irak.
Surat kabar Israel Haaretz menuduh Qosim berpartisipasi dalam operasi rudal melawan Israel dan bertindak melawan Yahudi dunia.
Pangkat Dzulfiqar dan Kesyahidan
Pada 8 April 2019, Ayatullah Ali Khamenei memberikan tanda pangkat Dzulfiqar—lambang militer tertinggi Iran—kepada Qosim. Menurut undang-undang mengenai pemberian tanda pangkat militer Republik Islam Iran, tanda pangkat ini diberikan kepada komandan tinggi dan pemimpin staf tinggi di angkatan bersenjata yang upayanya dalam merencanakan dan melakukan operasi tempur telah membuahkan hasil yang menguntungkan. Paska revolusi Iran pada 1978, Qosim adalah orang pertama yang menerima tanda pangkat ini.
Pada tahun 2019, Jurnal Amerika, Foreign Policy, mencatat nama Qosim dalam daftar 100 pemikir top dunia dalam bidang pertahanan dan keamanan.
Pada 3 Januari 2020, Qosim menjadi martir dalam serangan udara pasukan AS atas kendaraan yang membawanya di Baghdad bersama dengan beberapa orang lain, termasuk Abu Mahdi al-Muhandis, wakil Hash al-Shaabi (Mobilisasi Populer Irak).
Kesyahidan Qosim menuai gelombang protes di berbagai kota dan negara di dunia, dan dirayakan di berbagai kota Iran dan negara-negara lain.
Tokoh politik dan agama di Iran dan negara-negara lain juga bereaksi terhadap kesyahidannya. Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, dalam sebuah pesan menyebutnya sebagai tokoh perlawanan internasional dan mendeklarasikan upacara berkabung publik selama tiga hari di Iran.
Dalam pesan terpisah lainnya, tokoh politik dan agama lainnya, termasuk para pemimpin dari tiga kekuatan Iran dan para marja’ taklid Iran dan Najaf memuji keberanian, ketulusan dan pengorbanannya.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Sayid Hasan Nasrullah, pemimpin Ansarullah Yaman, Abdul Malik Badr al-Houthi dan para pemimpin Suriah, Lebanon dan Turki termasuk di antara tokoh-tokoh politik non-Iran yang mengutuk kemartiran Haji Qosim.
Demikian juga banyak menteri luar negeri dari berbagai negara bersimpati dengan Iran dan mengutuk tindakan AS.
Agnes Callamard, pelapor khusus PBB, menyebut peneroran yang ditargetkan terhadap Qosim dan Abu Mahdi al-Mohandis ilegal dan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Sejarawan Amerika Ervand Abrahamian juga menekankan bahwa Iran yang sebelumnya memandang AS sebagai negara konspirator akan dianggap negara teroris.
Michael Moore, pembuat film Amerika, juga keberatan dengan langkah pemerintah AS, secara implisit menyebut pemerintah AS sebagai pencari perang.
Pengiringan Jenazah
Acara pengiringan jenazah (tasyyi’) Qosim bersama dengan Abu Mahdi al-Muhandis dan rekan-rekan mereka, berlangsung pada 4 Januari 2020 dengan dihadiri tokoh-tokoh politik dan agama dan masyarakat Irak di kota-kota Baghdad, Karbala, dan Najaf.
Kemudian tubuh-tubuh syuhada Iran dan Abu Mahdi al-Muhandis itu dibawa ke Iran. Pada 5 Januari 2020 diiring di Ahwaz dan Masyhad. Hari berikutnya diiring di Teheran dan Qom. Pada 7 Januari, jenazah Qosim diiring di Kerman dan pada 8 dimakamkan di kota ini.
Di Teheran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menyolati jenazah Qosim dan syuhada yang lain, termasuk Abu Mahdi al-Muhandis.
Situs berita Rusia Al-Yaum menilai pengiringan jenazah Qosim paling besarnya pengiringan jenazah dalam sejarah setelah pengiringan jenazah Imam Khumaini.
Di Kerman juga terjadi beberapa korban jiwa dan cedera akibat meluapnya masyarakat ke jalan. Menurut jubir Pengawal Revolusi Islam, ada sekitar 25 juta orang yang ikut serta dalam pengiringan jenazah Qosim. (*)
Sumber: Wikishia