Oleh: Ustadz Sayyid Abdullah Assegaf
Saya berharap melalui postingan ini, Allah menyadarkan kita semua untuk berjihad membangun kekuatan ekonomi, demi lancarnya setiap bentuk perlawanan kepada kezaliman.
Dalam Islam, konsep jihad tidak semata-mata berkaitan dengan perang, melainkan memiliki makna yang luas, termasuk upaya maksimal untuk menegakkan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan di muka bumi. Salah satu bentuk jihad yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia adalah jihad ekonomi, yaitu usaha keras untuk membangun sistem ekonomi yang adil, produktif, dan sejalan dengan nilai-nilai syariat. Jihad ini berlandaskan iman, yang dipelihara melalui ibadah seperti salat, doa, serta kedekatan dengan Alquran.
Allah Swt menekankan pentingnya bekerja keras dan mencari rezeki dengan cara yang halal sebagai bagian dari ibadah kepada-Nya:
“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu.'” (QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini mengingatkan umat Islam bahwa kerja keras, termasuk dalam ranah ekonomi, adalah ibadah yang tidak lepas dari pengawasan Allah. Setiap usaha untuk menciptakan kesejahteraan yang halal akan mendapat nilai di sisi-Nya.
Keimanan yang kuat menjadi dasar utama dalam jihad ekonomi. Tanpa iman, seseorang mungkin terjebak dalam jalan-jalan yang tidak diridhai Allah, seperti kecurangan atau riba. Oleh karena itu, menjaga iman melalui salat, doa, dan bersahabat dengan Alquran adalah hal yang fundamental.
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata: “Barang siapa yang beramal tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkannya lebih besar daripada perbaikannya.” (Nahjul Balaghah, Hikmah 38)
Iman yang terjaga melalui pengetahuan dan kedekatan dengan Allah akan memandu seseorang untuk bekerja sesuai dengan jalan yang benar. Salat menjadi pengingat harian untuk menjaga hubungan dengan Allah, sementara doa menguatkan harapan kepada-Nya dalam menghadapi tantangan ekonomi.
Jihad ekonomi sering kali penuh dengan rintangan, seperti persaingan, cobaan finansial, atau ketidakpastian. Dalam situasi ini, ritual ibadah memberikan ketenangan batin. Rasulullah saw bersabda: “Doa adalah senjata bagi orang mukmin.” (Bihar al-Anwar, jilid 90, halaman 300)
Selain doa, bersahabat dengan Alquran juga memperkuat daya tahan dalam jihad ekonomi. Alquran memberikan panduan moral dan etika dalam berusaha, seperti larangan riba dan dorongan untuk berinfak kepada yang membutuhkan.
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu.” (QS. Al-Munafiqun: 10)
Ahlulbait as mengajarkan bahwa usaha untuk menafkahi keluarga, membantu sesama, dan menjaga integritas dalam mencari rezeki adalah bagian dari jihad.
Imam Ja’far ash-Shadiq as berkata: “Orang yang bekerja keras untuk keluarganya adalah seperti seorang mujahid di jalan Allah.” (Bihar al-Anwar, jilid 103, halaman 2)
Pesan ini menunjukkan betapa besarnya nilai kerja keras dalam Islam. Pekerjaan yang dilakukan dengan niat tulus untuk mendukung keluarga dan membantu masyarakat diganjar seperti jihad di jalan Allah.
Jihad ekonomi bukan hanya tentang mencari kekayaan, tetapi juga tentang menjaga iman, integritas, dan tujuan yang mulia. Dengan melibatkan keimanan yang dijaga melalui ibadah salat, doa, dan hubungan yang erat dengan Alquran, setiap Muslim dapat menjadikan jihad ekonomi sebagai jalan menuju ridho Allah.
Mengatasi Kemiskinan
Kemiskinan adalah salah satu tantangan besar dalam kehidupan manusia. Islam memandang kemiskinan tidak hanya sebagai ujian material, tetapi juga sebagai ancaman moral dan spiritual. Oleh karena itu, jihad ekonomi menjadi salah satu bentuk perjuangan yang penting untuk mengentaskan kemiskinan, membangun keadilan sosial, dan menjaga martabat umat. Namun, jihad ekonomi tidak akan berhasil jika kemalasan, kebodohan, dan penjajahan dibiarkan mengakar dalam masyarakat.
Islam tidak menghendaki umatnya berada dalam kemiskinan yang menghancurkan. Rasulullah saw berdoa agar dilindungi dari kefakiran yang memalukan: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kemiskinan.” Seseorang bertanya, ‘Apakah kemiskinan sebanding dengan kekufuran?’ Beliau menjawab, ‘Ya.'”
Hadis ini menunjukkan bahwa kemiskinan dapat menggiring seseorang pada kekufuran jika tidak ditangani dengan serius. Oleh karena itu, Islam menekankan jihad ekonomi untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan dunia dan akhirat.
Kemalasan adalah salah satu akar kemiskinan. Seseorang yang malas bekerja, tidak hanya merugikan dirinya sendiri tetapi juga keluarganya dan masyarakat luas. Imam Ali bin Abi Thalib as memperingatkan bahaya kemalasan dengan tegas: “Jauhilah kemalasan, karena itu merusak amal dan menyia-nyiakan waktu.” (Ghurar al-Hikam, Hadis no. 8683)
Kemalasan membuat seseorang kehilangan produktivitas, yang berujung pada ketergantungan kepada orang lain. Hal ini bertentangan dengan semangat Islam yang mengajarkan kemandirian dan kerja keras sebagai bentuk ibadah.
Kemalasan juga berdampak negatif pada masyarakat. Ketika banyak individu dalam suatu komunitas enggan berusaha, maka produktivitas ekonomi menurun, dan kemiskinan menjadi masalah struktural.
Selain malas, kebodohan juga menjadi penyebab utama dari kemiskinan. Kebodohan menghalangi seseorang untuk mengakses peluang, memahami dinamika ekonomi, atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam Islam, ilmu adalah cahaya yang membebaskan manusia dari kegelapan, termasuk kegelapan kemiskinan.
Rasulullah saw bersabda: “Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan.”
Pendidikan yang baik memungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif, berinovasi, dan meningkatkan taraf hidupnya. Sebaliknya, kebodohan membuat seseorang mudah dimanipulasi, bahkan oleh sistem yang tidak adil, yang akhirnya memperparah kemiskinan.
Imam Ali as berkata: “Kebodohan adalah kemiskinan yang paling buruk.” (Ghurar al-Hikam, Hadis no. 4508)
Ungkapan ini menekankan bahwa kebodohan tidak hanya menjadi penghalang jihad ekonomi, tetapi juga memperpanjang penderitaan dalam kemiskinan.
Penjajahan, baik dalam bentuk fisik maupun ekonomi, juga menjadi faktor yang memicu dan memperparah kemiskinan. Sejarah mencatat bagaimana penjajahan oleh bangsa-bangsa kolonial menciptakan sistem yang mengeksploitasi sumber daya alam negara-negara terjajah, meninggalkan masyarakat dalam kemiskinan dan ketergantungan.
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata tentang pentingnya melawan penindasan: “Jadilah musuh bagi orang zalim dan penolong bagi yang tertindas.” (Nahjul Balaghah, Surat 47)
Penjajahan ekonomi modern juga menjadi bentuk penjajahan yang sering tidak disadari. Ketergantungan pada utang luar negeri, kontrol asing atas sumber daya lokal, atau eksploitasi oleh perusahaan multinasional dapat membuat suatu negara sulit keluar dari lingkaran kemiskinan.
Islam memberikan solusi integral untuk mengatasi kemiskinan dengan menekankan kerja keras, pendidikan, dan sistem ekonomi yang adil. Berikut adalah beberapa prinsip yang dapat diterapkan:
Pertama, kerja keras sebagai bagian dari ibadah. Islam memandang kerja keras sebagai ibadah yang mulia. Imam Ja’far ash-Shadiq as berkata: “Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang mencari rezeki dengan sungguh-sungguh.” (Bihar al-Anwar, jilid 103, halaman 2)
Bekerja keras dengan niat yang benar akan menghasilkan keberkahan dan kemandirian.
Kedua, pendidikan untuk meningkatkan taraf hidup. Pendidikan adalah investasi jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan. Dengan ilmu pengetahuan, masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya secara efisien dan menciptakan inovasi yang mendukung ekonomi.
Ketiga, zakat, khumus dan infak sebagai solusi sosial. Islam mewajibkan zakat dan khumus juga menganjurkan infak untuk memastikan distribusi kekayaan yang adil. Infak wajib atau sunnah tidak hanya membantu mereka yang miskin, tetapi juga memberdayakan mereka agar mampu berdiri di atas kaki sendiri.
“Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-Dzariyat: 19)
Keempat, melawan penjajahan dan ketergantungan ekonomi. Islam mendorong kemandirian ekonomi, baik individu maupun kolektif. Hal ini berarti menolak penjajahan dalam bentuk apa pun dan membangun sistem ekonomi yang mandiri serta berdaya saing.
Melalui jihad ekonomi, umat Islam dapat menjaga kehormatan, mengentaskan kemiskinan, dan menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Semoga Allah Swt membimbing kita semua dalam menjalankan jihad ini dengan penuh semangat dan keikhlasan. (*)