BERITAALTERNATIF.COM – Seiring perkembangan dunia digital, media daring atau online menjamur di Indonesia. Tahun ini jumlahnya mencapai sekitar 47 ribu.
Hal yang sama terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Menurut jurnalis Kukar, Adriansyah, menjamurnya media daring membawa imbas tersendiri bagi hubungan wartawan dan narasumber.
“Narasumber itu tidak bisa lagi menghafal media ini saking banyaknya jumlah media,” ungkap Rian, Jumat (10/6/2022).
Sebelum media daring muncul, jumlah media massa di Kukar bisa dihitung dengan jari, sehingga hubungan antara wartawan dan narasumber tergolong erat.
Ia mencontohkan seorang wartawan yang mendatangi narasumber di Pemkab Kukar. Sehari kemudian narasumber yang sama didatangi jurnalis-jurnalis dari media-media yang berbeda.
“Bulan depan saya datangi narasumber ini, bingung dia. Bisa jadi saya akan ditanya, ‘Rian, apa media awak?’ Itu yang jadi tantangannya,” sebut dia.
“Jadi, sekarang itu tingkat keakraban narasumber dengan media itu agak sulit. Kita sulit membangun keakraban,” lanjutnya.
Meski begitu, Ria mengatakan, keberadaan media daring didukung oleh regulasi. Karena itu, kemunculannya pun mendapat legitimasi dari negara.
“Regulasi kan memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk berusaha dan membangun bisnis perusahaan pers. Regulasi mendukung itu. Jadi, sebetulnya tidak ada salahnya ketika banyak muncul media online, karena regulasi mendukung itu,” jelasnya.
Ketika regulasi mendukung kehadiran media daring, maka pemerintah daerah juga tak bisa membatasinya, karena bila dibatasi, maka pemerintah akan menabrak aturan yang berlaku.
“Jadi, enggak bisa juga dibatasi,” ujarnya.
Dari sisi kapasitas jurnalis, Rian menilai bahwa secara umum mereka memenuhi persyaratan dasar. Sebab, sebagian besar jurnalis di Kukar sudah mengikuti uji kompetensi.
“Cuman kan paling harus diimbangi dengan membaca buku dan membaca referensi tambahan. Terus membangun komunikasi yang baik,” sarannya.
Dia menyebutkan, umumnya setelah jurnalis mewawancarai narasumber tertentu, ia akan langsung menulis beritanya.
Wartawan tersebut, sambung Rian, tidak membangun komunikasi lanjutan serta tidak memperdalam isu. Padahal, bila wartawan menggali isu yang berbeda kepada satu narasumber, maka ia akan mendapatkan banyak informasi baru.
“Makanya, profesi wartawan itu disebut sebagai orang yang serba tahu. Karena mungkin dia terus menggali informasi,” ucapnya.
“Wartawan itu serba tahu, tapi sedikit-sedikit. Karena mungkin dia terus menggali informasi itu dengan narasumber. Dia bukan spesifikasi di bidang tertentu,” sambungnya. (*)