BERITAALTERNATIF.COM – Kalimantan Selatan (Kalsel) adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan. Ibu kota Kalsel adalah Kota Banjarbaru sejak 2022 menggantikan Kota Banjarmasin.
Provinsi ini merupakan rumah etnis Banjar dan memiliki luas 38.744,00 km² dengan populasi di tahun 2020 berjumlah 4.087.894 jiwa, dan wilayah administrasi terbagi menjadi 11 kabupaten dan 2 kota.
DPRD Kalsel dengan surat keputusan No. 2 Tahun 1989 tanggal 31 Mei 1989 menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Provinsi Kalsel. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui Peraturan Pemerintah RIS No. 21 Tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya Provinsi Kalimantan, setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan gubernur Dokter Moerjani.
Secara historis wilayah Kalsel mula-mula dibentuk merupakan wilayah Karesidenan Kalsel (dengan Residen Mohammad Hanafiah) di dalam Provinsi Kalimantan itu sendiri. Penduduk Kalsel berjumlah 3.589.731 jiwa (2010).
Sejarah Kalsel
Kawasan Kalsel pada masa lalu merupakan bagian dari 3 kerajaan besar yang pernah secara berturut-turut memiliki wilayah di daerah ini, yakni Kerajaan Negara Dipa, diteruskan oleh Kerajaan Negara Daha dan diteruskan oleh Kesultanan Banjar.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Kalimantan dijadikan provinsi tersendiri dengan gubernur pertama Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor yang menjabat sampai dibuatnya Perjanjian Linggarjati.
Sejarah pemerintahan di Kalsel juga diwarnai dengan terbentuknya organisasi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV di Mojokerto, Jawa Timur yang mempersatukan kekuatan dan pejuang asal Kalimantan yang berada di Jawa.
Dengan ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah dari Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV mengambil langkah untuk kedaulatan Kalimantan sebagai bagian wilayah Indonesia, melalui suatu proklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan Basry di Kandangan 17 Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat Indonesia di Kalsel memaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur tentara ALRI yang melingkupi seluruh wilayah Kalsel dan Kalimantan Tengah.
Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian dari wilayah RI sesuai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Upaya yang dilakukan dianggap sebagai upaya tandingan atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda”.
Menyusul kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan, kehidupan pemerintahan di daerah juga mengalami penataan. Provinsi Kalimantan pada masa itu terdiri atas 3 (tiga) keresidenan yaitu Karesidenan Kalimantan Barat, Karesidenan Kalsel, dan Karesidenan Kalimantan Timur.
Provinsi Kalimantan, kemudian dipecah menjadi 3 provinsi, masing-masing Kalimantan Barat, Timur dan Selatan, yang dituangkan dalam UU No. 25 Tahun 1956. Berdasarkan UU No. 21 Tahun 1957, sebagian besar daerah sebelah barat dan utara wilayah Kalsel dijadikan Provinsi Kalimantan Tengah.
Sedangkan UU No. 27 Tahun 1959 memisahkan bagian utara dari daerah Kabupaten Kotabaru dan memasukkan wilayah itu ke dalam kekuasaan Provinsi Kalimantan Timur. Sejak saat itu Provinsi Kalsel tidak lagi mengalami perubahan wilayah, dan tetap seperti adanya.
Adapun UU No.25 Tahun 1956 yang merupakan dasar pembentukan Provinsi Kalsel kemudian diperbaharui dengan UU No. 10 Tahun 1957 dan UU No. 27 Tahun 1959 dan terakhir UU No. 8 Tahun 2022.
Secara geografis, Kalsel berada di bagian tenggara pulau Kalimantan, memiliki kawasan dataran rendah di bagian barat dan pantai timur, serta dataran tinggi yang dibentuk oleh Pegunungan Meratus di tengah.
Kalsel terdiri atas dua ciri geografi utama, yakni dataran rendah dan dataran tinggi. Kawasan dataran rendah kebanyakan berupa lahan gambut hingga rawa-rawa sehingga kaya akan sumber keanekaragaman hayati satwa air tawar. Kawasan dataran tinggi sebagian masih merupakan hutan tropis alami dan dilindungi oleh pemerintah.
Eksekutif dan Legislatif
Provinsi Kalsel dipimpin oleh seorang gubernur yang dipilih dalam pemilihan secara langsung bersama dengan wakilnya untuk masa jabatan 5 tahun. Gubernur selain sebagai pemerintah daerah juga berperan sebagai perwakilan atau perpanjangan tangan pemerintah pusat di wilayah provinsi yang kewenangannya diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010.
Sementara hubungan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota bukan subordinat, masing-masing pemerintahan daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Sejak 14 Agustus 2011, aktivitas pemerintahan Kalsel berpindah dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru.
DPRD Kalsel beranggotakan 55 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD Kalsel terdiri dari 1 Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik pemilik jumlah kursi dan suara terbanyak. Anggota DPRD Kalsel yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 9 September 2019 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Yohanes Ether Binti, di Ruang Paripurna Gedung DPRD Provinsi Kalsel.
Komposisi anggota DPRD Kalsel periode 2019-2024 terdiri dari 10 partai politik di mana Partai Golkar adalah partai politik pemilik kursi terbanyak yaitu 12 kursi.
Demografi dan Agama
Penduduk asli yang menjadi mayoritas di Kalsel adalah Suku Banjar. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk suku Banjar sebanyak 2.686.627 jiwa (74,34%), dari 3.613.992 jiwa penduduk.
Suku Banjar terdiri atas 3 kelompok utama, yaitu: pertama, Suku Banjar Kuala, mendiami hilir Sungai Barito dan anak-anak sungainya, seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak, Sungai Kuin, Sungai Kelayan, Sungai Riam Kanan, Sungai Riam Kiwa sampai Sungai Tabanio yang meliputi kawasan Banjar Bakula.
Kedua, Suku Banjar Pahuluan, mendiami kawasan hulu Banua Anam atau aliran-aliran sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus.
Ketiga, Suku Banjar Batang Banyu, mendiami kawasan hilir Banua Anam pada aliran Sungai Nagara sampai Sungai Tabalong.
Kawasan Banjar Bakula meliputi Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tanah Laut di mana penduduknya adalah Suku Banjar Kuala. Sedangkan kawasan Banua Anam terdiri dari Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong di mana di bagian hulunya didiami Suku Banjar Pahuluan dan bagian hilirnya didami Suku Banjar Batang Banyu.
Suku bangsa lainnya yaitu suku Jawa (14,51%) yang menempati kawasan transmigrasi, suku Bugis (2,81%) yang mendiami kawasan pesisir pantai, suku Dayak (2,23%) yang bermukim di kawasan pegunungan Meratus dan aliran sungai Barito menuju hulu perbatasan Kalimantan Tengah dan suku-suku lainnya.
Bahasa yang digunakan dalam keseharian oleh suku Banjar sebagai bahasa ibu dan sebagai lingua franca bagi masyarakat Kalsel umumnya adalah Bahasa Banjar yang memiliki dua dialek besar, yakni dialek Banjar Kuala dan dialek Banjar Hulu. Kawasan penutur dialek Banjar Kuala meliputi Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tanah Laut. Sedangkan kawasan penutur dialek Banjar Hulu terdiri dari Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong.
Masyarakat Dayak di kawasan selatan Pegunungan Meratus menuturkan bahasa Dayak Meratus (d/h Bahasa Bukit) yang juga termasuk bahasa Melayu, seperti bahasa Banjar. Sedangkan Suku Dayak rumpun Dusun-Maanyan-Lawangan yang menuturkan bahasa Barito Timur mendiami kawasan utara Pegunungan Meratus menuturkan bahasa Dayak Maanyan Warukin, bahasa Dayak Dusun Halong, bahasa Dayak Samihin (Dusun Tumbang), bahasa Dayak Deah/Dusun Deyah, bahasa Dayak Lawangan dan bahasa Dayak Abal. Suku Dayak rumpun Biaju yang menuturkan bahasa Barito Barat mendiami aliran sungai Barito menuturkan bahasa ibu antara lain bahasa Dayak Bakumpai dan bahasa Dayak Barangas. Termasuk pula bahasa Dayak Ngaju, bahasa yang berasal dari Kalimantan Tengah digunakan sebagai bahasa liturgi di lingkungan sinode Gereja Kalimantan Evangelis yang berkantor pusat di Kota Banjarmasin.
Islam adalah agama mayoritas yang dianut sekitar 96% masyarakat Kalsel. Selain itu, ada juga penganut agama Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu serta Kaharingan yang dianut masyarakat di kawasan Pegunungan Meratus.
Sumber Perekonomian
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Pada bulan Februari 2012 tercatat sebanyak 38,20% tenaga kerja diserap sektor pertanian.
Sektor perdagangan adalah sektor kedua terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 20,59 persen. Status pekerja di Kalsel masih didominasi oleh pekerja yang bekerja di sektor informal.
Pada Februari 2012 sebanyak 63,20 persen adalah pekerja di sektor informal. Sebagian besar dari pekerja tersebut berstatus berusaha sendiri (19,66 persen), berusaha dibantu buruh tidak tetap (18,92 persen) serta pekerja bebas dan pekerja tak dibayar (24,61 persen).
Pekerja di sektor formal tercatat sebanyak 36,80% yaitu terdiri dari pekerja dengan status buruh/karyawan (33,35%) dan status berusaha dibantu dengan buruh tetap (3,45%).
Hasil utama pertanian adalah padi, di samping jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan buah-buahan terdiri dari jeruk, pepaya, pisang, durian, rambutan, kasturi dan langsat. Untuk perkebunan adalah kelapa sawit.
Industri di Kalsel didominasi oleh industri manufaktur mikro dan kecil, disusul oleh industri manufaktur besar dan sedang. Sampai pada tahun 2010, jumlah unit usaha berjumlah 60.432 unit, meningkat 10,92% dibandingkan pada tahun 2009.
Pertambangan didominasi batu bara, di samping minyak bumi, emas, intan, kaloin, marmer, dan batu-batuan.
Ditinjau kinerjanya pada tahun 2009, perbankan di Kalsel mencatat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebagai imbas krisis finansial global. Namun beberapa indikator masih mencatat pertumbuhan yang positif. Volume usaha perbankan (asset) Kalsel tumbuh 13,3% dari akhir tahun 2008 sehingga mencapai Rp 21,24 triliun. Pertumbuhan aset ini terutama ditopang oleh pertumbuhan kredit dan DPK.
Dana masyarakat yang dihimpun perbankan Kalsel pada akhir tahun 2009 mencapai Rp 18,33 triliun atau tumbuh 13% (yoy). Seluruh jenis rekening dalam bentuk giro, tabungan, maupun deposito menunjukkan pertumbuhan yang positif yakni masing-masing sebesar 10,51% (yoy), 17% (yoy), dan 5,86% (yoy).
Sementara itu dari sisi penyaluran kredit, pada akhir Desember 2009 jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp 13,95 triliun atau tumbuh 16% (yoy). Pertumbuhan kredit ini terutama ditopang oleh kredit konsumsi dan kredit investasi yang tumbuh cukup tinggi yakni sebesar 24,81% (yoy) dan 30,42% (yoy).
Dengan perkembangan tersebut, fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) pada tahun 2009 menunjukkan peningkatan yaitu dari 74% pada tahun 2008 menjadi 75,7%.
Sementara itu, berkat kerja keras semua pihak yang berwenang, risiko kredit pada tahun 2009 terjaga pada level yang aman yakni dengan rasio NPL sebesar 2,14% lebih rendah dari rasio NPL pada akhir tahun 2008 yang mencapai 4,76%.
Jumlah lembaga perbankan di Kalsel terdiri dari 15 bank umum konvensional, 6 bank umum syariah, 24 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) serta 1 BPR Syariah, dengan jaringan sebanyak 196 kantor, dan dukungan 123 ATM.
Sektor pariwisata merupakan peluang usaha yang potensial di Kalsel karena banyak objek-objek wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan, baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara.
Kalsel memiliki hampir semua jenis objek wisata alam seperti laut, pantai, danau, dan gunung. Selain itu pariwisata Kalsel juga banyak menjual budayanya yang khas, seperti Festival Pasar Terapung, Festival Tanglong, dan lain-lain. Di samping wisata alam dan budaya, Kalsel juga terkenal dengan wisata kulinernya. (Sumber: Wikipedia)