BERITAALTERNATIF.COM – Kalimantan Timur (Kaltim) adalah sebuah provinsi Indonesia di Pulau Kalimantan bagian ujung timur yang berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Sulawesi.
Luas total Kaltim adalah 127.346,92 km² dan populasi sebanyak 3.793.152 jiwa (2020). Kaltim merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk terendah keempat di Nusantara. Ibu kota provinsi ini adalah kota Samarinda.
Provinsi Kaltim sebelum dimekarkan menjadi Kalimantan Utara merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia setelah Papua, dengan luas 194.489 km persegi yang hampir sama dengan Pulau Jawa atau sekitar 6,8% dari total luas wilayah Indonesia.
Sejarah Kaltim
Wilayah Kaltim dahulu mayoritas adalah hutan hujan tropis. Terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kaltim, di antaranya Kerajaan Kutai (beragama Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Kesultanan Pasir dan Kesultanan Berau. Di pusat-pusat kerajaan tersebut berkembang bahasa serumpun yang memiliki benang merah dari leluhur bahasa yang sama yaitu rumpun bahasa Melayik.
Wilayah Kaltim meliputi Paser, Kutai, Berau dan juga Karasikan (Buranun/pra-Kesultanan Sulu) diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (yang berkedudukan di Candi Agung di Amuntai) hingga tahun 1620 pada masa Kesultanan Banjar.
Bahkan sebelum adanya bala bantuan dari Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar sudah melebarkan pengaruhnya ke Paser, Kutai, dan Berau.
Perjanjian yang ditandatangani antara Pieter Pietarsz (utusan VOC) dengan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa ing Martapura, Raja Kutai Kartanegara dalam tahun 1635 memuat antara lain bahwa perdagangan bebas hanya dibolehkan antara Kerajaan Kutai dengan orang-orang Banjar dan Belanda.
Kedatangan orang Banjar membantu memperluas pengaruh kekuasaan Kesultanan Kutai terhadap masyarakat Dayak di pedalaman. Semenjak itulah pedagang-pedagang asal Banjar mulai mendominasi sebelum kedatangan migrasi orang Bugis pada tahun 1638-1654 dan jatuhnya Makassar ke tangan Belanda tahun 1667.
Antara tahun 1620-1624, negeri-negeri di Kaltim diklaim sebagai daerah pengaruh Sultan Alauddin dari Kesultanan Gowa, Makassar, sebelum adanya perjanjian Bungaya.
Menurut Hikayat Banjar Sultan Makassar pernah meminjam (menyewa) tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan Sultan Tallo I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, yang menjadi mangkubumi dan penasihat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654 dan juga mertua Sultan Hasanuddin yang akan menjadikan wilayah Kaltim sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo), sejak itulah mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan.
Namun, berdasarkan Perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC pada tahun 1635, VOC membantu Banjar mengembalikan negeri-negeri di Kaltim menjadi wilayah pengaruh Kesultanan Banjar. Hal tersebut diwujudkan dalam perjanjian Bungaya, bahwa Kesultanan Makassar dilarang berdagang hingga ke timur dan utara Kalimantan.
Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kaltim, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia Belanda.
Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kaltim, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pada tahun 1846, Belanda mulai menempatkan Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah Borneo Timur (sekarang Provinsi Kaltim dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall. Kaltim merupakan bagian dari Hindia Belanda.
Pada tahun 1879, Kaltim dan Tawau merupakan Ooster Afdeeling van Borneo bagian dari Residentie Zuider en Oosterafdeeling van Borneo. Tahun 1900, Kaltim merupakan zelfbesturen (wilayah dependensi).
Kemudian tahun 1902, Kaltim merupakan Afdeeling Koetei en Noord-oost Kust van Borneo. Tahun 1942 Kaltim merupakan Afdeeling Samarinda dan Afdeeling Boeloengan en Beraoe.
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia memiliki 8 provinsi, yaitu: Sumatra, Borneo (Kalimantan), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
Pada masa pergerakan kemerdekaan (1945-1949), Indonesia mengalami perubahan wilayah akibat kembalinya Belanda untuk menguasai Indonesia, dan sejumlah “negara-negara boneka” dibentuk Belanda dalam wilayah negara Indonesia. Wilayah Kaltim baru bergabung ke dalam Negara Republik Indonesia secara resmi pada 10 April 1950.
Sebelumnya, pada awal 1950 rakyat Kaltim dalam wadah koalisi Front Nasional yang dipimpin Abdoel Moeis Hassan (bukan Inche Abdoel Moies) menuntut penghapusan swapraja-swapraja alias empat Kesultanan di Kaltim serta menuntut agar Federasi Kaltim bergabung ke RI.
Kala itu, Federasi Kaltim warisan Van Mook berada dalam kedaulatan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), bukan RI. Pemerintahan Federasi Kaltim merupakan gabungan Kesultanan Kutai, Sambaliung, Gunung Tabur, Bulungan, plus neoswapraja Pasir.
Tuntutan Front Nasional dipenuhi pemerintah lokal dan pusat. Berturut-turut: Februari, 10 Maret, dan 16 Maret; Dewan Kaltim, Federasi Kaltim, dan Residen Kaltim meminta Pemerintah RIS mewujudkan tuntutan rakyat Kaltim. Pada 19 Maret Pemerintah RI setuju. Kemudian, 24 Maret Presiden RIS juga setuju.
Penggabungan Kaltim ke wilayah RI dilakukan dalam upacara serah-terima dari Pemerintah RIS kepada Pemerintah RI. RIS diwakili Aji Raden Afloes (Plt. Residen Kaltim). Adapun RI diwakili Dr. Moerdjani (Gubernur Kalimantan). Bertindak sebagai saksi, Menteri Dalam Negeri Mr. Soesanto Tirtoprodjo.
Penggabungan Kaltim ke RI tercatat dalam sejarah sebagai daerah pertama di luar Jawa dan Sumatra usai Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menggabungkan diri ke wilayah RI. Status wilayah kaltim pada awal bergabung ke RI hingga 6,5 tahun kemudian adalah keresidenan di bawah Provinsi Kalimantan yang beribu kota di Banjarmasin.
Pembentukan Kaltim
Provinsi Kaltim selain sebagai kesatuan administrasi, juga sebagai kesatuan ekologis dan historis. Kaltim sebagai wilayah administrasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Diarsipkan 2007-10-08 di Wayback Machine, dengan gubernurnya yang pertama adalah APT Pranoto.
Sebelumnya, Kaltim merupakan salah satu karesidenan dari Provinsi Kalimantan. Sesuai dengan aspirasi rakyat, sejak tahun 1956 wilayahnya dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Kaltim, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.
Pada tahun 2012, kembali terjadi pemekaran wilayah yang ditandai dengan pembentukan Provinsi Kalimantan Utara.
Daerah-daerah Tingkat II di dalam wilayah Kaltim dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 Diarsipkan 2007-09-28 di Wayback Machine Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1955 No.9).
Lembaran Negara No.72 Tahun 1959 terdiri atas: pembentukan 2 kotamadya, yaitu: Kotamadya Samarinda, dengan Kota Samarinda sebagai ibu kotanya dan sekaligus sebagai ibu kota Provinsi Kaltim; Kotamadya Balikpapan, dengan kota Balikpapan sebagai ibu kotanya dan merupakan pintu gerbang Kaltim.
Pembentukan 4 kabupaten, yaitu: Kabupaten Kutai, dengan ibu kotanya Tenggarong; Kabupaten Pasir, dengan ibu kotanya Tanah Grogot; Kabupaten Berau, dengan ibu kotanya Tanjung Redeb; Kabupaten Bulungan, dengan ibu kotanya Tanjung Selor.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1981, maka dibentuk Kota Administratif Bontang di wilayah Kabupaten Kutai dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1989, maka dibentuk pula Kota Madya Tarakan di wilayah Kabupaten Bulungan.
Dalam Perkembangan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah Diarsipkan 2007-10-08 di Wayback Machine, maka dibentuk 2 kota dan 4 kabupaten, yaitu: Kabupaten Kutai Barat, beribu kota di Sendawar; Kabupaten Kutai Timur, beribu kota di Sangatta; Kabupaten Malinau, beribu kota di Malinau; Kabupaten Nunukan, beribu kota di Nunukan; Kabupaten Mahakam Ulu beribu kota di Ujoh Bilang; Kota Tarakan (peningkatan kota administratif Tarakan menjadi kotamadya); Kota Bontang (peningkatan kota administratif Bontang menjadi kotamadya).
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2002, maka Kabupaten Pasir mengalami pemekaran dan pemekarannya bernama Kabupaten Penajam Paser Utara.
Pada 17 Juli 2007, DPR RI sepakat menyetujui berdirinya Tana Tidung sebagai kabupaten baru di Kaltim, maka jumlah keseluruhan kabupaten/kota di Kaltim menjadi 14 wilayah. Pada tahun yang sama, nama Kabupaten Pasir berubah menjadi Kabupaten Paser berdasarkan PP No. 49 Tahun 2007.
Pada 25 Oktober 2012, DPR RI mengesahkan pembentukan Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan pemekaran dari Kaltim. Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan menjadi wilayah provinsi baru tersebut, sehingga jumlah kabupaten dan kota di Kaltim berkurang menjadi 9 wilayah.
Lalu, pada bulan Mei 2013, Kabupaten Mahakam Ulu dimekarkan dari Kutai Barat, sehingga kabupaten dan kota di Kaltim menjadi 10 wilayah. (Sumber: Wikipedia)