BERITAALTERNATIF.COM – Sejak ditetapkan sebagai tersangka pencabulan perempuan di bawah umur pada awal Maret 2022, kasus ustaz Abu Ali tak kunjung dilimpahkan dan disidang di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong.
Pengamat hukum dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Tenggarong Mansyur menyebutkan bahwa proses penanganan kasus tersebut terlalu berbelit-belit.
Pasalnya, penahanan tersangka di Polres Kukar serta Kejari Tenggarong telah berlangsung lebih dari empat bulan sejak ditahan pada 24 Maret 2022.
“Bukti sudah cukup, saksi sudah oke. Apa yang menjadi halangan bagi penyidik tidak menaikkan proses ini?” ujarnya baru-baru ini kepada beritaalternatif.com.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, mestinya kasus yang melibatkan pimpinan salah satu pondok pesantren di Tenggarong tersebut sudah memasuki tahap persidangan.
Dalam penanganan kasus ini, jelas Mansyur, terdapat lima sumber bukti yang bisa digunakan, di antaranya saksi, keterangan ahli, petunjuk, bukti surat, dan keterangan terdakwa.
“Kalau dilihat dari proses ini, tersangka mengakui perbuatannya. Nah, tersangka itu bisa menjadi bagian dari bukti saksi, karena dia belum dianggap sebagai terdakwa,” jelasnya.
Dosen Fakultas Hukum Unikarta Tenggarong ini memang mengakui proses pembuktian terhadap kasus asusila terhadap perempuan tergolong rumit dibandingkan kasus-kasus lain.
Salah satu sebabnya, tidak ada saksi yang melihat perbuatan yang dilakukan tersangka terhadap korban. Namun, dalam kasus Abu dan santriwati tersebut, aparat hukum mestinya mudah menemukan saksi-saksi.
Sebab, kata dia, pernikahan yang dilakukan keduanya tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Orang-orang pun mengetahui pernikahan siri ustaz dan santriwati tersebut.
“Dengan menghadirkan orang yang menikahkan dan pengakuan tersangka, bagi saya sudah cukup jadi saksi, apalagi diakui oleh korban,” urainya.
Saksi-saksi dalam kasus ini, sambung dia, bisa berasal dari keterangan tersangka, pelapor, dan saksi lain. Dari sejumlah saksi tersebut, kasus ini bisa disimpulkan bahwa perbuatan Abu diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Merujuk spirit penyusunan undang-undang tersebut, yang mengedepankan semangat perlindungan, mestinya aparat hukum mempercepat tahapan kasus ini. “Jadi, tidak elok ketika kasus ini diproses selama berbulan-bulan,” tegas Mansyur. (*)