BERITAALTERNATIF.COM – Allah Swt mengutus Muhammad bin Abdullah pada suatu masa ketika Dia tidak mengutus seorang rasul pun dalam rentang waktu yang sangat panjang. Suatu masa ketika umat manusia berada dalam keadaan tertidur lelap lama sekali dan segala sesuatu menjadi lepas kendali.
Kegelapan, kelalaian, dan dosa telah menyebabkan dunia masuk ke dalam sebuah ruang yang gelap. Kesesatan dan kemungkaran menjadi nyata. Dedaunan hidup manusia telah menguning sehingga tidak bisa lagi diharapkan buahnya bermanfaat dalam hidup ini.
Kesengsaraan telah mencekam umat manusia dan telah menampakkan wajahnya aslinya yang tersembunyi. Kerusakan dan kegelapan ini tidak menghasilkan apa pun selain persekongkolan jahat dan kekacauan. Manusia tercekam ketakutan yang amat sangat dalam hatinya dan mereka tidak punya pelindung atau jalan keluar selain bertempur dengan pedang-pedang mereka.
Tentang situasi ini, di dalam kitab Nahjul Balaghah Imam Ali mengatakan, “Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw untuk mengajak manusia meninggalkan cara-cara dan aturan-aturan hidup mereka sebelumnya. Allah juga mengangkatnya sebagai penjaga risalah suci-Nya. Pada masa itu kalian menganut agama terburuk dan tinggal negeri terjahat. Kalian masih tidur di antara bebatuan cadas, makan dan minum dari sumber air yang keruh dan kotor karena kalian tidak memiliki makanan yang layak sedikit pun. Kalian biasa saling bunuh satu sama lain. Kalian memutuskan silaturahmi dengan kerabat-kerabat dan kalian mulai memerangi mereka. Kalian menyembah berhala-berhala dan dosa-dosa kalian telah membuat mata kalian menjadi buta.”
Nabi suci Islam lahir di negeri seperti itu. Manusia tidak punya hak dan kehormatan. Saling bantai dan bunuh menjadi hak yang dibenarkan. Mereka berbangga-bangga dengan suku dan banyaknya anggota suku mereka. Mereka biasa membunuh. Jika salah seorang anggota kabilahnya terbunuh, mereka akan membunuh ratusan orang sebagai balasannya. Seorang perempuan diperlakukan seperti barang dagangan, bahkan dijadikan milik oleh ayah-ayahnya atau suami-suaminya dan mereka akan mewariskannya sebagai harta kekayaan dan barang-barang lainnya.
Mereka juga meyakini bahwa memiliki seorang anak perempuan adalah hal yang memalukan. Mereka bisa mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan mereka karena menganggap kaum perempuan tidak bisa menjadi pejuang sebagaimana kaum lelaki yang bisa menjaga suku mereka. Mereka menganggap kaum perempuan bisa diambil untuk dijadikan tawanan. Sebagian alasan yang lain adalah karena takut miskin.
Mereka tidak mengenal baca tulis dan tidak ada tanda-tanda adanya peradaban. Seorang penyair Arab berlaku sebagai seorang ahli silsilah sekaligus ahli sejarah, guru moral dan seorang penulis epik.
Agama pada masa itu adalah penyembahan berhala. Mereka percaya bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah dan mereka memiliki banyak berhala sebanyak hari-hari dalam setahun. Mereka juga menyerahkan sebagian dari hasil panen, buah-buahan dan ternak-ternak kepada berhala-berhala di Ka’bah sebagai persembahan. Mereka mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Tetapi mereka juga menggunakan dan meyakini berhala-berhala sebagai perantara mutlak mereka untuk segala urusan. Meyakini hari Kebangkitan menjadi sesuatu yang sulit diajarkan kepada orang-orang itu. Mereka beranggapan bahwa tidak ada kehidupan lain selain kehidupan dunia ini.
Ka’bah adalah cara yang paling penting untuk mengenali kehidupan suku-suku Quraisy. Setiap orang menghormati bangunan ini dan dilarang membunuh di dalamnya. Ka’bah menjadi tempat yang aman. Mereka biasa bermabuk-mabukan dengan perasan kurma (khamar) dan berkumpul dalam kelompok-kelompok mengelilingi Ka’bah dan saling menceritakan kisah tentang raja-raja dan kenangan-kenangan tentang perjalanan mereka.
Rumah-rumah Mekkah dibangun berdasarkan kepentingan dan kedudukan suku-suku. Rumah-rumah kaum Quraisy mengelilingi dan terdekat dengan Ka’bah. Setelah rumah mereka adalah hunian suku-suku lain. Perumahan di lingkaran terluar dan dibangun dekat dengan gurun pasir ditempati kaum yang tidak punya posisi penting. (*)
Sumber: Disarikan dari buku Muhammad Jati Diriku – Javad Baheshti via Safinah Online