Search
Search
Close this search box.

Kebijakan Pemerintah Pusat Tidak Berpihak pada Rakyat

Listen to this article

Oleh: M. Ridwan*

Pada 3 September 2022, Presiden Jokowi dan beberapa menterinya resmi menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Keputusan bersama ini diambil oleh pemerintah dengan berbagai alasan tanpa memikirkan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat.

Kita tahu bahwasanya Indonesia merupakan salah satu negara yang menyuplai kekayaan alam terbesar di dunia, di antaranya tambang batu bara, migas, dan masih banyak lagi kekayaan alam lainnya yang seharusnya dapat memberikan kemaslahatan bagi rakyat Indonesia.

Advertisements

Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 disebutkan, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Kalau kita menganalisis secara mendalam pasal di atas, maka jelaslah bahwa pemerintah berhak mengelola kekayaan alam di Indonesia tanpa harus membebani rakyat. Akan tetapi, realita yang terjadi hari ini justru rakyat dijadikan tumbal oleh penguasa.

Kenaikan harga BBM, UU Cipta Kerja, RKUHP, hutang-piutang negara, kasus pelanggaran HAM, korupsi, penambangan liar dan lainnya terus meningkat sehingga berdampak pada seluruh sektor.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah menimbulkan kegaduhan negara. Hampir seluruh elemen masyarakat, pemuda, dan mahasiswa serentak meneriakkan penolakan terhadap kebijakan tersbeut, akan tetapi pemerintah tetap mempertahankan keegoisannya demi memberikan keuntungan sebesar-besarnya terhadap negara lain.

Presiden melalui mimbar kekuasaannya menawarkan berbagai macam solusi di balik kenaikan harga BBM, salah satunya memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan rata-rata Rp 150 ribu hingga Rp 600 ribu per orang.

Secara logika, tawaran yang dilontaran oleh Presiden Jokowi ini tidak akan memberikan hasil yang efektif. Pasalnya, tidak semua rakyat Indonesia dapat menikmati BLT secara merata dan BLT hanya akan bersifat sementara (bulanan), sedangkan kenaikan harga BBM bersifat permanen. Secara otomatis hal ini akan berdampak pada sektor sosial dan ekonomi.

Selama kurang lebih tiga tahun rakyat Indonesia bergejolak karena Covid-19, yang mengakibatkan lumpuhnya pendapatan serta lapangan kerja serta kenaikan harga bahan pokok.

Melonjaknya harga BBM serta membengkaknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan untuk mempercepat pembangunan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung dan pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara jelas tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat.

Masih banyak yang perlu diperbaiki tanpa harus menciptakan kebijakan yang tidak pro-rakyat, terutama sekali kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI/DPRD) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk segera menolak kebijakan ini. Legislatif sebagai perpanjangan tangan rakyat Indonesia diamanahi untuk menjaga kestabilan sosial. Karenanya, mereka harus menjalankan tugas sesuai amanat UUD 1945.

Dengan demikian, melalui catatan ini penulis berharap kepada seluruh elemen pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk sama-sama menyelamatkan keterpurukan bangsa ini dengan mencabut kembali regulasi serta kebijakan yang telah disampaikan oleh Presiden Jokowi, di antaranya menurunkan harga BBM, harga bahan pokok, mencabut UU Omnibus Law dan RKUHP. (*Aktivis dan guru di Kabupaten Kutai Kartanegara)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA