Kukar, beritaalternatif.com – Seorang perempuan paruh baya, Rina (46), menjawab dengan nada tinggi saat awak media ini bertanya terkait kehadiran minimarket yang kian menjamur di Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.
Ia menyebutkan, keberadaan Indomaret yang jaraknya sekitar 150 meter dari tempat usahanya berjualan beragam sembako dan makanan ringan, yang bertempat di RT 14, Kelurahan Loa Ipuh, Kecamatan Tenggarong, telah menurunkan penjualan dan pendapatannya.
“Turun sekitar 30 persen setelah Indomaret dibuka,” katanya kepada beritaalternatif.com, Selasa (4/1/2021) pagi.
Hal ini pula yang menjadi alasan Rina menolak kehadiran minimarket tersebut. Sebelum beroperasi sekira tahun 2018, dia dan sejumlah pelaku usaha mikro lainnya yang berjualan di sekitar Indomaret tersebut memang telah menolak kehadirannya.
Berdasarkan keterangan Rina, manajemen Indomaret tersebut merespons penolakan itu dengan menutup sementara kegiatan usahanya. Setahun berlalu, Indomaret yang tak jauh dari Stadion Rondong Demang itu kembali beroperasi.
“Kenapa tiba-tiba buka lagi? Berarti kan ada permainan. Itu kan begitu jadi, tutup setahun. Masyarakat tidak setuju. Begitu ganti bupati, kenapa tiba-tiba langsung diresminkan? Kita masyarakat ini diam saja. Sudah capek,” ungkapnya.
Dia dan pelaku usaha mikro lainnya pernah duduk bersama dengan Ketua RT setempat untuk membicarakan kehadiran Indomaret yang berlokasi di Kelurahan Panji tersebut. Sebagian warga di sekitar minimarket itu mendukung kehadirannya, namun Rina dan pelaku usaha yang berdekatan dengan Indomaret tersebut menolaknya mentah-mentah.
Pro kontra pun terus bergulir di tengah warga setempat. Karena sebagian besar warga menolaknya, manajemen Indomaret itu pun memutuskan untuk menutup sementara operasional usahanya.
Rina mengaku tak pernah dimintai pendapat saat Indomaret tersebut dibangun. Setelah beroperasi, barulah pelaku usaha di sekitarnya dimintai keterangan oleh Ketua RT dan pihak-pihak berwenang.
“Kami diminta bikin surat penolakan. Masyarakat di sini susah bersatunya. RT-nya kan mendukungnya. Makanya kami protes,” tutupnya.
Sementara itu, Putri (42), yang berjualan di dekat tokoh milik Rina, tak berkomentar banyak saat kami bertanya terkait Indomaret tersebut. Namun, dia mengaku pendapatannya turun setelah minimarket itu beroperasi.
“Memang sih turun pendapatan saya, tapi mau gimana lagi? Banyak sih yang enggak setuju, tapi kan didukung pemerintah. Dia masuk sini kan pasti ada izin dari pemerintah setempat,” katanya.
Media ini juga meminta pendapat Ahmad (38), seorang pelaku usaha mikro yang berlokasi di RT 33, Kelurahan Melayu, Kecamatan Tenggarong. Penjual sembako yang lokasinya berdempetan dengan Eramart itu mengaku tak mempersoalkan keberadaan minimarket tersebut.
“Istilahnya rezeki masing-masing. Kita enggak perlu persoalkan usaha orang lain. Mereka juga kan sudah punya izin. Jadi, enggak bisa kita tolak. Lagi pula Eramart ini kan lebih duluan ada. Saya baru tiga bulan ini berusaha,” jelasnya.
Terpisah, awak beritaalternatif.com juga meminta tanggapan Yanto (61), seorang pelaku usaha mikro di RT 25, Kelurahan Loa Ipuh, Kecamatan Tenggarong. Ia sudah berjualan sejak tahun 1986, jauh sebelum kehadiran Indomaret yang jaraknya sekitar 200 meter dari tempat Yanto berjualan sembako dan makanan ringan.
Keberadaan Indomaret tersebut praktis telah menggerus pendapatan Yanto. Sebelum minimarket itu beroperasi, ia mengantongi pendapatan Rp 1,1 juta per hari.
“Setelah ada Indomaret, sekarang dapat Rp 300 ribu saja setiap hari,” ucapnya lirih.
Saat media ini mewawancarainya, toko Yanto memang terlihat sepi. Tak ada satu pun orang yang datang membeli ke tokonya. Ia menyebutkan, kondisi ini acap dihadapinya saban hari.
“Cucu-cucu saya dua orang ini saja belinya di Indomaret sana. Dikira harganya murah. Padahal kan sama saja,” katanya sembari menunjuk kedua orang cucunya yang masih berusia rata-rata sekitar 10 tahun. (ln)
Catatan: nama-nama narasumber di atas disamarkan atas persetujuan dari narasumber.