Search
Search
Close this search box.

Keistimewaan-Keistimewaan Manusia dalam Alquran

Alquran adalah kitab samawi yang menuntun manusia menuju kesempurnaan. (Portal Madura)
Listen to this article

Oleh: Ibrahim Amini*

Alquran Karim memuji dan menyebutkan keistimewaan-keistimewaan manusia. Ayat-ayat berikut memberi isyarat kepada hal itu:

Pertama, manusia dimuliakan dan diutamakan oleh Allah Swt. Berkenaan dengan hal ini Allah Swt berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan.” (QS. al-Isra: 70)

Advertisements

Manusia, disebabkan pengaruh penciptaannya yang khusus memiliki kemampuan untuk memahami berbagai macam ilmu, yang para malaikat pun tidak memilikinya.

Allah Swt berfirman dalam Alquran, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab, ‘Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.’ Allah berfirman, ‘Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini.’ Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, ‘Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?’” (QS. al-Baqarah: 31-33)

Kedua, disebabkan keistimewaan wujudnya maka manusia pantas menjadi Khalifah Allah di muka bumi. Allah Swt berfirman di dalam Alquran, “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” (QS. al-Baqarah: 30)

Ketiga, disebabkan kedudukan yang tinggi ini para malaikat tunduk dan bersujud kepada manusia. Allah Swt berfirman, “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur bersujud kepadanya.” (QS. Shad: 71-72)

Keempat, penciptaan manusia sedemikian mengagumkan sehingga ia mampu menggunakan kekuatan akal dan kemampuan fisiknya, serta mengungkap rahasia-rahasia alam dan menundukkannya untuk kepentingan dirinya.

Allah Swt berfirman, “Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi.” (QS. al-Hajj: 65)

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman, “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.” (QS. Luqman: 20)

Allah Swt juga berfirman, “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya.” (QS. al-Jatsiyah: 13)

Allah Swt berfirman, “Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. an-Nahl: 14)

Pengetahuan Sempurna

Manusia, dari sisi ruh mujarrad memiliki pengetahuan yang sempurna, nurani akhlak, dan pemahaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Jika manusia melihat kepada zat dan ruh malakut dirinya dan benar-benar mengenal dirinya, niscaya ia akan menemukan bahwa dirinya berasal dari alam qudrah, alam kemuliaan, alam ilmu, alam rahmat, alam cahaya, alam kebajikan, alam kebaikan, alam keadilan, atau secara umum berasal dari alam kesempurnaan, dan mempunyai kesamaan dan kesesuaian dengan alam tersebut.

Di sini, manusia menemukan alam lain dan memandang ke alam yang lebih utama, serta menyaksikan kesempurnaan mutlak dan cenderung kepada nilai-nilai luhurnya, karena semua itu sesuai dengan maqam tinggi manusia. Manusia mengetahui kesesuaian alam tersebut dengan kebutuhan-kebutuhannya terhadap kesempurnaan, lalu ia berkata, “Saya harus menyempurnakan diri saya dengan perantaraannya, semua ini bermanfaat bagi kesempurnaan zat saya, dan saya harus sampai kepada ketinggian ini.”

Seluruh manusia diciptakan sama dalam mengenal nilai-nilai luhur ini dan lawannya. Jika seorang manusia melihat kepada fitrah suci temannya dan juga memperhatikan kecenderungan hawa nafsunya, lalu ia pun mengenal dirinya, niscaya ia akan dapat mengenal nilai-nilai akhlak yang luhur dan begitu juga akhlak-akhlak yang buruk.

Namun, ada sekelompok manusia yang kehilangan kemampuan memahami hal-hal yang suci ini, dan itu disebabkan nafsu hewaninya telah memadamkan cahaya akalnya dan menjadikan dirinya sesuatu yang asing.

Alquran Karim juga menyebut pemahaman dan nurani yang seperti ini sebagai fitrah manusia, “Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. asy-Syams: 7-10).

Fitrah Tauhid

Manusia mempunyai fitrah mengenal Allah. Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga secara otomatis ia cenderung kepada Sumber Wujud dan Kekuatan Yang Mahadahsyat, dan tunduk di hadapan kebesaran-Nya. Manakala menghadapi krisis dan kesulitan ia berlindung kepada-Nya. Manusia memiliki kecenderungan kepada agama. Kecenderungan kepada pencarian dan penyembahan Tuhan merupakan sebuah insting yang tertanam pada diri manusia.

Sekelompok cendekiawan menulis, bahwa semua manusia bahkan para penyembah berhala dan kalangan materialis sekalipun, mereka semua mempunyai kecenderungan kepada spiritual. Dalam batin mereka, mereka mengakui bahwa diri mereka bergantung kepada kekuatan tersembunyi dan tunduk di hadapannya. Hati manusia tidak akan merasa tenteram tanpa Tuhan, meskipun dalam menentukan siapa Tuhan terkadang mereka jatuh kepada kesalahan.

Alquran juga mengatakan bahwa kecenderungan kepada Tuhan merupakan fitrah manusia, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. ar-Rum: 30)

Allah Swt juga berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Benar, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keberadaan Tuhan).’” (QS. al-A`raf: 171)

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Kemudian Allah Swt mengutus rasul-rasul-Nya dan sederetan nabi kepada mereka agar mereka memenuhi janji mereka terhadap penciptaan Allah, dan agar (para rasul dan nabi) mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang terlupakan dan berhujah kepada mereka dengan tablig, serta membukakan perbendaharaan akal kepada mereka…”

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as juga berkata, “Dan Dia telah menciptakan hati pada fitrahnya, baik pada manusia celaka maupun manusia bahagia.”

Alquran meyakini bahwa keyakinan dan pengakuan terhadap adanya Tuhan merupakan fitrah manusia. Seluruh manusia, bahkan orang-orang musyrik sekalipun mengakui yang demikian. Oleh karena itu, dalam banyak ayat Alquran disebutkan bahwa jika orang-orang musyrik ditanya, siapa pencipta langit dan bumi, mereka akan menjawab, Allah yang telah menciptakan.

Sebagai contoh, “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah.’” (QS. al-`Ankabut: 61)

Allah Swt berfirman, “Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah.’” (QS. al-`Ankabut: 63)

Pada ayat lain Allah Swt berfirman, “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah.’” (QS. Luqman: 25)

Dari ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh manusia pada fitrahnya mengakui keberadaan Pencipta alam ini. Meskipun terkadang di lidah mereka mengingkari-Nya, namun tatkala mereka diterpa cobaan dan kesulitan yang besar sementara semua jalan telah tertutup, maka mereka pun menghadapkan wajahnya kepada Kekuatan Gaib Yang Mahadahsyat dan memohon pertolongan kepada-Nya, dan bahkan mengakui keberadaan Allah dengan lidahnya.

Alhasil, fitrah mengenal Tuhan, fitrah untuk tunduk dan menyembah kepada-Nya telah ditanamkan pada diri manusia. Fitrah dan perasaan yang seperti ini sudah ada pada diri manusia sejak ia masih kecil, namun pada awalnya samar, lalu menjadi sebuah potensi, dan kemudian sedikit demi sedikit menjadi bangkit dan berkembang.

Seorang anak, di dalam dirinya dia merasakan bahwa dirinya butuh dan bergantung, dan secara fitrah dia cenderung kepada Sesuatu Yang dapat menyediakan segala kebutuhannya namun dia belum mempunyai kemampuan untuk menentukan. Terkadang, ia menyangka ibunya sebagai Kekuatan hebat tersebut.

Imam Muhammad Baqir as meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, yaitu mengenal bahwa Allah itu Penciptanya. Dan itulah yang dimaksud dengan firman-Nya, Dan sesungguhnya jika kamu tanya kepada mereka, ‘Siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi’, niscaya mereka akan menjawab, ‘Allah.’”

Zurarah meriwayatkan, “Saya bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah tersebut. Beliau menjawab, ‘Allah Swt telah menciptakan mereka pada fitrah mengenal dan mengetahui bahwa Allah Swt itu Penciptanya. Jika tidak begitu, maka tatkala mereka ditanya siapa Tuhanmu dan siapa yang memberi rezeki kepadamu maka mereka tidak akan bisa menjawab.’”

Perawi yang sama meriwayatkan, “Saya bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang ayat yang berbunyi, Dengan hanif kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia, apa yang dimaksud dengan hanafiyyah. Beliau menjawab, ‘Yaitu fitrah yang manusia diciptakan atasnya, dan Allah telah menciptakan manusia dalam fitrah mengenal Dia.’”

Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani.”

Abdullah bin Sinan berkata, “Saya bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq as tentang ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah tersebut, apa yang dimaksud dengan fitrah pada ayat ini? Imam menjawab, ‘Fitrah Islam. Pada saat Allah Swt mengambil janji dari mereka Allah Swt menciptakan mereka di atas fitrah tauhid, lalu bertanya, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Dan di antara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir.’”

`Ala meriwayatkan, “Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as tentang tafsir ayat, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Beliau menjawab, ‘Yaitu tauhid.’”

Imam Ali as berkata, “Kata ikhlas ialah fitrah.”

Dari hadis-hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh manusia diciptakan dengan fitrah mengenal Allah dan tauhid. (*Tokoh Pendidikan Islam)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA