Beritaalternatif.com – Wakil Direktur Departemen Informasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Zhao Lijian mengungkapkan sejumlah fakta terkait kejahatan perang Amerika Serikat (AS) di berbagai negara.
Ia menjelaskan, AS terus berbicara tentang pembelaan terhadap demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) di negara-negara yang terletak di Asia Tenggara.
Kata dia, mestinya AS tidak berbicara tentang demokrasi dan HAM sebelum mereka memusnahkan semua bom yang hingga kini belum meledak di Vietnam.
“Dulu, AS melepaskan lebih dari 15 juta ton bom, ranjau darat dan peluru di Vietnam, di mana sekitar 80 ribu di antaranya tidak meledak dan tetap tersebar di hampir 20% wilayah negara itu,” beber Zhao sebagaimana dikutip beritaalternatif.com dalam sebuah video yang disiarkan Shanghai Eye, Jumat (20/5/2022) malam.
Selama lebih dari 40 tahun setelah berakhirnya Perang Vietnam, persenjataan yang tidak meledak telah menewaskan lebih dari 40 ribu orang dan melukai lebih dari 60 ribu orang atau 1.000-1.500 orang setiap tahun.
“Dengan kecermatan pembersihan yang sedang dilakukan, bahan peledak ini diharapkan dapat dibersihkan dalam 300 tahun,” terangnya.
Zhao menyebutkan, AS menyemprotkan sekitar 2 juta galon Agen Oranye di Vietnam untuk menghancurkan Jalur Ho Chi Minh, yang menginfeksi hampir 5 juta orang Vietnam dan membunuh 400 ribu orang.
“Sekitar 2 juta orang terkena kanker atau penyakit lainnya. Dan banyak anak lahir dengan cacat bawaan dan cacat,” sebutnya.
Sementara itu, pasukan AS juga menjatuhkan 270 juta bom di Laos, yang secara keseluruhan memiliki berat 2 juta ton. Bila dibagi kepada setiap orang di Laos, maka masing-masing warga menanggung 135 bom.
“Sekitar 80 juta bom atau hampir 30% dari total bom tidak meledak dan masih terkubur di 37% wilayah Laos,” ungkapnya.
Ia mengatakan, lebih dari 200 ribu orang di Laos telah kehilangan nyawa mereka pada lebih dari 100 insiden, termasuk meledaknya bom secara tidak sengaja setiap tahun pasca-perang.
Pembangunan sosial-ekonomi lokal juga telah menyebabkan banyak korban jiwa di Laos akibat keberadaan bom-bom tersebut. Pasalnya, sebanyak 46 dari 47 daerah paling miskin dipenuhi persenjataan yang tidak meledak.
Data yang belum lengkap dari Universitas Yale mengungkapkan bahwa dari Oktober 1965 hingga Agustus 1973, AS menjatuhkan persenjataan senilai 2,7 juta ton ke Kamboja.
Sedangkan statistik pemerintah Kamboja menunjukkan, dari 1979 hingga 2021, hampir 20 ribu orang tewas dan lebih dari 45 ribu orang dilumpuhkan oleh persenjataan yang tidak meledak, termasuk ranjau darat yang disimpan pasukan AS.
“AS terus berbicara tentang membela demokrasi dan HAM di negara-negara Asia Tenggara. Mereka seharusnya tidak berlagak seperti ini sampai mereka memusnahkan semua bom yang belum meledak itu,” tegas Zhao.
Namun sayangnya, lanjut dia, tragedi di abad sebelumnya terulang kembali di era ini. Dalam dua dekade terakhir, militer AS telah meluncurkan lebih dari 90 ribu serangan udara ke Suriah, Irak, dan negara-negara lain, yang kemudian menewaskan 48 ribu warga sipil.
Ia menegaskan, sejarah telah menunjukkan bahwa AS adalah penghancur aturan dan ketertiban dunia, membuat kekerasan dan konflik, serta melakukan diplomasi dalam bentuk kekerasan.
Hal ini merupakan bentuk “standar ganda AS” dengan menyebut pihak lain sebagai pelaku kekerasan dan militerisasi. Bersamaan dengan itu, AS membentuk kubu kecil dan memicu konfrontasi atas nama demokrasi, HAM, dan aturan.
Zhao menegaskan, AS sejatinya membela hegemoninya sendiri dan aturan kubunya dengan mengorbankan kepentingan mendasar negara-negara kecil dan menengah.
“Harapan bersama masyarakat regional dan internasional adalah perdamaian, solidaritas, dan kerja sama. Bukan kekacauan, perpecahan, dan konfrontasi. Bagaimanapun kebohongan ditutupi, suatu saat akan terungkap,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ufqil Mubin