Kukar, beritaalternatif.com – Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) akan memanggil beberapa ahli untuk melatih para pembudidaya ikan yang menggunakan metode bioflok.
Kepala DKP Kukar, Muslik menjelaskan, pelatihan tersebut bertujuan untuk memperkenalkan teknologi bioflok kepada pembudidaya ikan di Kukar.
“Kami akan coba panggil lagi beberapa ahli berkaitan dengan tambak ramah lingkungan,” kata Muslik baru-baru ini kepada beritaalternatif.com.
Selain program tersebut, DKP Kukar juga akan membenahi Balai Benih Ikan (BBI) yang kini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sementara di wilayah hulu, pihaknya akan fokus melestarikan ikan dan merazia alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Ia pun akan mendorong penggantian alat tangkap dan perahu nelayan. “Supaya mereka tidak menggunakan alat untuk menyetrum ikan,” terangnya.
Kemudian di Kecamatan Loa Kulu, DKP Kukar memiliki program pemberian bantuan sarana dan prasarana seperti bantuan benih, induk, pengembangan budi daya, dan mesin pakan mandiri.
Kata dia, selain mengurangi ketergantungan terhadap pakan pabrikan, pakan mandiri juga akan mengurangi biaya produksi ikan.
“Berkaitan dengan bahan baku, sebenarnya ketersediaannya secara kontinu itu, dan kualitasnya bagus. Paling tidak mendekati pakan pabrikan,” jelasnya.
Pemeliharaan kualitas benih supaya tetap terjaga juga akan dijalankan DKP Kukar. Pihaknya akan memanfaatkan balai benih penampungan calon induk yang kemudian akan didistribusikan ke Unit Pembenihan Rakyat (UPR).
Meski tersedia dalam jumlah yang sangat melimpah, Muslik mengakui bahwa para pembudidaya ikan mengeluhkan benih yang tidak berkualitas.
“Sehingga banyak pakan yang diperlukan, karena ikan enggak bisa besar atau enggak seragam,” sebutnya.
Dia berharap sektor perikanan dan kelautan bisa menjadi penggerak perekonomian daerah. Harapan tersebut dinilainya tidak berlebihan.
Pasalnya, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kukar kian meningkat dari tahun ke tahun.
“Dua tahun terakhir ini terkontraksi karena sektor pertanian tidak bisa bangkit. Lebih tinggi di migas dan batu bara karena harganya luar biasa meningkat,” pungkasnya. (*)
Penulis: Arif Rahmansyah
Editor: Ufqil Mubin