BERITAALTERNATIF.COM – Kepengurusan DPC PKB Kukar di bawah kepemimpinan Eko Wulandanu dinilai tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap anggota legislatif dari PKB Kukar.
Hal itu disampaikan oleh Plt Ketua DPC PKB Kukar versi Puji Hartadi, Haidir, kepada awak media beritaalternatif.com pada Minggu (27/8/2023) malam.
Ia menegaskan bahwa kepengurusan Eko tidak sah secara hukum karena sedang digugat oleh kepengurusannya di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong.
“Tidak sahnya itu dalam artian untuk mengajukan proses PAW,” tegasnya.
Secara internal, kata dia, kepengurusan Eko bisa saja diakui oleh DPW PKB Kaltim dan DPP PKB. Namun, adanya sengketa dan gugatan dari Haidir membuat posisi Eko secara eksternal tak memiliki kedudukan hukum, salah satunya melakukan PAW terhadap anggota legislatif dari PKB Kukar.
Ia menyebutkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI mensyaratkan bahwa partai politik yang melakukan PAW tidak berada dalam posisi sengketa.
“Syarat dari Mendagri itu tidak boleh ada dalam sengketa,” sebutnya.
Pengakuan atas keabsahan kepengurusan Eko, sambung Haidir, hanya persepsi semata. Karena itu, DPW, DPP, maupun KPU bisa saja mengakui legalitas kepengurusan mantan politisi Perindo tersebut.
“Tetapi untuk memproses PAW, masalahnya bukan di sah atau tidak sahnya, tetapi tidak boleh dalam sengketa. Itu masalahnya. Sementara gugatan itu menunjukkan adanya sengketa. Kalau dia dalam sengketa, dia dianggap tidak punya legal standing untuk memproses (PAW) itu,” terangnya.
Dia mengakui Puji Hartadi telah mengundurkan diri dari PKB karena memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR RI dari Partai Golkar. Sementara pengurus lainnya, lanjut dia, belum menyatakan untuk mundur dari DPC PKB Kukar.
“Kepengurusan ini belum bubar karena ada gugatan itu. Pengurus kan belum bubar. Kecuali sudah ada putusan inkrah dikeluarkan oleh DPP melalui Majelis Tahkim bahwa yang sah adalah kepengurusan Eko atau kepengurusan Untoro,” ujarnya.
“Kalau begitu, no problem. Tinggal dari kami apakah kami akan menerima putusan itu atau tidak. Ketika kami terima, silakan melenggang saja semuanya. Itu artinya tidak dalam sengketa. Tetapi, ketika kami gugat lagi misalnya, sengketa masih namanya,” sambung dia.
Hingga kini, lanjut Haidir, pihaknya tak pernah menerima putusan dari Majelis Tahkim terkait gugatan yang dilayangkan kepengurusan DPC PKB Kukar saat dipimpin Puji.
“Ada enggak putusan Majelis Tahkim tentang gugatan kepengurusan itu? Kan itu masalahnya. Kalau belum ada putusan, berarti kan gugatan ini masih berlaku, bahkan nanti setelah 60 hari gugatan itu bisa saja dipersepsi diterima ketika tidak ada putusan dari Majelis Tahkim,” terangnya.
Sebelumnya, ia mengurai, Puji pernah menggugat SK kepengurusan Untoro di Majelis Tahkim. Namun hingga kini majelis tersebut belum mengeluarkan putusan. Prosesnya telah berlangsung selama berbulan-bulan atau lebih dari 60 hari.
“Artinya, dalam asumsi kami, boleh saja diartikan mengabulkan apa yang kami minta. Kan begitu. Tapi, tiba-tiba DPP mengeluarkan SK baru atas nama Eko Wulandanu dan kawan-kawan. Itulah yang menyebabkan kami menggugat kembali itu ke Majelis Tahkim,” jelasnya.
Kata Haidir, Majelis Tahkim sejatinya berbeda dengan DPP. Majelis tersebut memiliki tugas untuk mengadili sengketa internal. Hal ini merupakan perintah Undang-Undang Partai Politik.
Majelis Tahkim, lanjut dia, dapat menyelesaikan berbagai sengketa di internal partai politik tanpa harus dibawa ke pengadilan umum. Ketika berbagai persoalan internal dapat diselesaikan di Majelis Tahkim, maka para pihak yang sedang bersengketa tak perlu lagi membawanya ke pengadilan umum.
Dalam kasus gugatan yang dilayangkan Puji, kata Haidir, pihaknya tak pernah mendapatkan panggilan untuk bersidang di Majelis Tahkim.
“Seyogianya Majelis Tahkim akan memproses itu. Ini sidang pun tidak pernah. Mahkamah Partai tidak pernah menyidangnya. Berarti partai masih dalam posisi sengketa,” ucapnya.
Dengan demikian, sebut dia, SK kepengurusan apa pun yang dikeluarkan oleh DPP PKB tidak sah sebelum keluar putusan dari Majelis Tahkim.
“DPP pihak yang digugat. Dia boleh melakukan apa saja. Tetapi legal standing-nya benar enggak?” tegasnya.
Dalam kondisi demikian, pihaknya pernah menyampaikan kepada DPRD Kukar agar tidak memproses apa pun pengajuan dari DPC PKB Kukar, termasuk PAW terhadap anggota legislatif.
Namun, sebut dia, DPRD Kukar justru mengambil langkah berbeda. Lembaga tersebut meminta berita acara dari KPU Kukar terkait pengganti Anggota DPRD Kukar, Suyono.
“Akhirnya kita menyampaikan gugatan. Bahwa tindakan yang dilakukan KPU dan DPRD itu tindakan yang melawan hukum. Nah, kamilah yang menggugat. Sayalah yang menggugat; mewakili kepengurusan,” ungkapnya.
Atas dasar itu, Haidir menegaskan, langkah apa pun yang dilakukan oleh KPU maupun DPRD Kukar, termasuk proses PAW anggota legislatif dari PKB Kukar, dapat disebut sebagai tindakan melawan hukum.
Ia pun menyarankan KPU dan DPRD Kukar mengembalikan masalah ini pada aturan yang berlaku. Dalam artian, dua lembaga tersebut tidak boleh melakukan PAW terhadap anggota legislatif dari PKB Kukar selama partai ini bersengketa di Majelis Tahkim maupun PN Tenggarong.
“Kita minta DPRD dan KPU tunggu saja proses sidang-sidang di Mahkamah Partai. Putusannya akan kita kaji secara bersama-sama. Ketika putusannya menerima gugatan kami, maka kepengurusan itu akan kembali sah. Kalau ditolak, apakah kami akan terima atau tolak, itu langkah prosedur lain yang akan kami hadapi,” pungkasnya.
Awak media ini telah berusaha meminta tanggapan Eko Wulandanu pada Senin (28/8/2023) sore terkait pernyataan Haidir. Namun, hingga berita ini diterbitkan, ia tak menjawab panggilan telepon dari awak media ini. (fb)