BERITAALTERNATIF.COM – Ketua Dewan Perwakilan Daerah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Kukar Firnadi Ikhsan menolak dengan tegas praktik politik uang di Pemilu 2024.
Menurutnya, praktik tersebut telah menyeleweng dari konstitusi negara.
“Itu akan mengurangi nilai demokrasi,” tegasnya kepada awak media beritaalternatif.com via telepon pada Kamis (1/2/2024).
Kata dia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara tegas telah melarang praktik politik uang di Pemilu.
Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye Pemilu.”
Ia menyebut praktik politik uang juga telah menyalahi komitmen yang dibangun antara peserta Pemilu dan pemilih.
Komitmen untuk memperjuangkan pembangunan, sambung dia, kalah dengan uang yang diberikan kepada masyarakat saat Pemilu.
Firnadi mendorong pengawas Pemilu memberikan perhatian khusus terhadap praktik politik uang dalam kontestasi demokrasi tahun ini.
“Panwaslu kita setiap kampanye tatap muka maupun kampanye terbuka ataupun pada saat pelaksanaan Pemilu itu selalu awasi penggunaan politik uang,” ucapnya.
Ia menguraikan bahwa pihaknya telah menyerukan kepada kader-kader PKS Kukar yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif agar tak menggunakan politik uang di Pemilu 2024.
Para calon anggota legislatif dari PKS, sebut dia, diminta untuk lebih banyak bertemu masyarakat untuk menyampaikan gagasan.
Kata Firnadi, sebelum ditetapkan sebagai calon anggota legislatif pun mereka telah diperintahkan untuk menyambangi masyarakat.
“Yang penting kita kerja, demokrasi mengetuk, mengingatkan nurani masyarakat,” ujarnya.
Ia menyebut peningkatan pembangunan daerah akan terwujud manakala proses pemilihan terhindar dari praktik-praktik transaksional di Pemilu.
“Pembangunannya (akan optimal) kalau tidak ada ikatan-ikatan transaksional,” katanya.
Saat bertemu masyarakat, dia selalu menyampaikan bahwa usaha memperjuangkan pembangunan daerah tak bisa ditukar dengan politik uang.
Nominal uang yang diterima masyarakat dalam politik transaksional pun dinilainya tak sebanding dengan hak-hak mereka yang harus diperjuangkan di parlemen selama lima tahun mendatang.
“Ikatan janji dan komitmen yang dicatat bersama itulah sebenarnya yang bernilai penting dalam proses Pemilu ini, karena itu alat kita semua untuk mengukur demokrasi, menagih janji, dan merealisasikan semua komitmen,” pungkasnya. (mt/fb)