Jakarta, beritaalternatif.com – Akhir-akhir ini, kisah korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) banting setir menjadi pengusaha kerap muncul baik di kanal berita maupun media sosial. Cerita mereka seolah ingin menginspirasi bahwa korban PHK bisa mengubah keterpurukan menjadi berkah dengan usaha.
Tidak bisa dimungkiri, terjadi gelombang PHK selama pandemi akibat perlambatan aktivitas perekonomian. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pekerja yang terdampak pandemi, mulai dari pemotongan gaji, dirumahkan tanpa upah (unpaid leave), hingga PHK mencapai 19,10 juta pada Februari 2021. Sementara, jumlah pengangguran menjadi 8,75 juta orang, naik dari periode yang sama tahun lalu 6,88 juta orang.
PHK memang bukan titik akhir. Berbekal uang pesangon, korban PHK bisa memulai usaha demi memenuhi kebutuhan hidup. Bisa jadi, usaha yang ditekuni tersebut, justru mendatangkan pundi-pundi rupiah melebihi gajinya sebagai karyawan.
Tentunya dibutuhkan kegigihan dan perjuangan untuk bangkit memulai usaha. Namun, tidak kalah pentingnya adalah calon pengusaha harus memahami cara mengelola bisnisnya mulai dari ide, pemasaran, hingga mengelola keuangan.
Bidang Usaha
Hal paling mendasar adalah menentukan jenis usahanya. Bagi mantan karyawan yang baru terjun ke dunia bisnis, menentukan bidang usaha yang akan ditekuni memang bukan perkara mudah.
Perencana Keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto memberikan saran sederhana memilih bidang usaha lewat tiga cara.
“Mereka harus tahu buka bisnisnya, bisnis apa. Biasanya ada tiga jalur yang mereka bisa pilih,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/8/2021).
Pertama, menekuni bisnis yang merupakan hobi atau mendekati kegemaran. Kedua, pilih bidang usaha sesuai dengan keahlian yang dipelajari selama bekerja di kantor.
Apabila tidak memiliki hobi dan keahlian, maka Eko menyarankan bisnis yang terbukti sukses serta banyak diburu pelanggan.
Sisihkan Uang
Setelah menentukan bidang usaha, Eko menyarankan korban PHK menyisihkan sebagian uang pesangon untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam setahun. Misalnya, dalam sebulan mereka membutuhkan uang Rp 5 juta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka sebaiknya memisahkan dana sebesar Rp 60 juta.
Kebutuhan hidup sehari-hari termasuk makan dan minum, listrik, air, pendidikan anak, dan sebagainya. Tujuannya, untuk memastikan kebutuhan sehari-hari terpenuhi selagi memulai bisnis. Dana tersebut dikelola secara terpisah dari modal usaha.
“Bagaimana kalau pesangon tidak ada setahun, ya minimal enam bulan,” ujarnya.
Modal Usaha Bertahap
Usai memisahkan dana kebutuhan sehari-hari, maka calon pengusaha bisa menggunakan uang pesangon sebagai modal merintis bisnis. Eko menyarankan modal tersebut dikeluarkan secara bertahap.
“Saran saya 10 persen, 30 persen, 60 persen. Jadi, 10 persen modal awal, kalau berkembang ditambah 30 persen, kemudian besar lagi (tambah modal) 60 persen,” ujarnya.
Tujuannya, menekan risiko bisnis tidak berkembang. Maklum, tidak semua bisnis berjalan mulus pada tahap awal. Dalam skema terburuk bisnis gagal, maka korban PHK masih memiliki cadangan modal bisnis.
Eko menjelaskan, indikator bisnis berjalan lancar adalah apabila dalam tiga bulan sudah mencapai Break Even Point (BEP) dana operasional. BEP operasional adalah pendapatan sama dengan modal yang dikeluarkan untuk kebutuhan operasional, termasuk listrik, air, sewa tempat, dan sebagainya.
“Kalau tiga bulan sudah bisa memenuhi biaya operasional, bararti bisnis itu sudah di jalan yang benar. Bukan untung ya, kita belum bicara untung, tapi minimal biaya operasional tertutup,” jelasnya.
Senada, Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho menyarankan besaran modal usaha adalah 30 persen dari total pesangon.
“Jangan semua dana pesangon itu digunakan sebagai modal awal, karena namanya bisnis baru belum tentu jalan dengan baik sesuai harapan, kemudian ada kemungkinan gagal, sehingga mereka harus punya cadangan untuk bisa bertahan hidup,” ujarnya.
Apabila bisnis berjalan lancar, Andy memperbolehkan pengusaha menambah modalnya menjadi 50 persen dari total dana pesangon. Namun, ia tidak menganjurkan semua pesangon dikucurkan sebagai modal usaha.
“Modal usaha itu paling tidak 30 persen dulu dari dana pesangon yang mereka miliki. Tujuannya, biar cek ombak dulu kalau nanti ternyata sudah bisa hasilkan income kalau mau ditambah paling menjadi 50 persen dari dana pesangon yang dimiliki,” katanya.
Usaha Modal Minim
Guna menyiasati keterbatasan modal, maka Andy menyarankan untuk menjajal usaha dengan modal minim. Salah satunya, skema penjualan dropship.
Dropship adalah model bisnis di mana seseorang menjual produk pihak lain tanpa menyediakan stok barang. Jadi, penjual dropship alias dropshipper membantu promosi, nantinya produsen produk yang akan mengirimkan barangnya ke konsumen.
“Jadi, dropship tidak stok barang apa pun. Nanti, mereka mendapat komisinya dari penjualan tersebut,” terang Andy.
Menurutnya, usaha dengan skema dropship ini sangat cocok dengan korban PHK yang masih minim pengalaman bisnis. Selain modal minim, risikonya pun cenderung rendah.
“Risiko juga relatif rendah. Lalu, penjual juga bisa cek ombak, produk yang digemari konsumen dan sebaliknya,” katanya. (cnnindonesia/ln)