Samarinda, beritaalternatif.com – Mahkamah Agung menolak kasasi Saiful Mahdi, dosen Statistika FMIPA Universitas Syiah Kuala. Hal ini menguatkan putusan pengadilan sebelumnya yang menjeratnya dengan UU ITE atas dakwaan pencemaran nama baik institusinya dengan hukuman 3 bulan penjara.
Saiful, yang juga merupakan anggota dewan penasehat Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) adalah Fullbright Scholar, lulusan Cornell University US, Former Executive Director pada lembaga International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) serta Co-founding Director pada lembaga The Aceh Institute.
Abdil, salah satu rekan Saiful di KIKA, mengatakan, putusan kasasi atas kasus Saiful secara nyata telah mencederai kebebasan akademik dan marwah kampus sebagai tempat yang seharusnya melindungi sikap dan pandangan kritis.
“Merespons hal itu, KIKA mengajak publik untuk memberikan dukungan kepada Saiful Mahdi untuk bersama memperjuangkan tegaknya kebebasan akademik dan marwah universitas,” ajaknya dalam pernyataan resmi yang diterima media ini pada Rabu (1/9/2021).
Kata dia, kasus yang terjadi terhadap Saiful adalah penggunaan hukum untuk menekan dan mematikan kritik internal di dalam universitas.
Dalam kurun waktu belakangan ini, lanjut Abdil, KIKA melihat gejala buruk di dunia perguruan tinggi di mana banyak pimpinan kampus telah bertindak seperti diktator-diktator kecil.
Ia menegaskan, penyelewengan yang mereka lakukan disembunyikan dengan memanfaatkan akses mereka kepada hukum dan kekuasaan politik yang sekaligus dengan itu mereka menekan dan mematikam kritik internal.
“Menyempitnya ruang kebebasan sipil dan kebebasan akademik di berbagai kampus juga sejalan dengan semakin memburuknya kualitas demokrasi di Indonesia,” katanya.
Ketentuan 35 persen suara menteri pendidikan dalam pemilihan pimpinan perguruan tinggi serta 35 persen suara rektor dalam menentukan pimpinan fakultas adalah pintu masuk intervensi kekuasaan politik dalam pengelolaan universitas.
Hal ini membuat banyak kampus menjadi sekadar kepanjangan tangan penguasa yang kerap semena-mena bahkan terhadap komunitas akademik.
Abdil menyebutkan, apabila terus dilakukan penahanan terhadap Saiful, maka akan menjadi bukti paling telanjang betapa kaum akademisi telah menjadi kelompok yang rentan secara hukum bahkan di lingkungan kerja mereka sehari-hari.
Berdasarkan pandangan di atas, KIKA menyatakan, pertama, mendesak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Saiful.
Kedua, mendesak pencabutan pasal-pasal karet di dalam UU ITE yang kerap dijadikan alat untuk membungkam kritik.
“Ketiga, mendesak penghapusan ketentuan tentang 35 persen suara menteri pendidikan dalam pemilihan pimpinan universitas dan 35 persen suara rektor dalam pemilihan pimpinan fakultas,” tegasnya. (ln)