Search
Search
Close this search box.

Komunitas Masyarakat Adat Kutai Tolak PT Puncak Panglima Perkasa Beroperasi di Desa Kedang Ipil

Koordinator Solidaritas untuk Komunitas Masyarakat Adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil, Saiduani Nyuk. (Istimewa)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Solidaritas untuk Komunitas Masyarakat Adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil menolak PT Puncak Panglima Perkasa beroperasi di desa tua di Kukar tersebut.

Mereka menuntut pemerintah tak memberikan izin usaha perusahaan yang ingin membuka perkebunan kelapa sawit di Desa Kedang Ipil.

Koordinator Solidaritas untuk Komunitas Masyarakat Adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil, Saiduani Nyuk menegaskan, pemberian izin terhadap PT Puncak akan mengancam kultur yang telah diwariskan para tetua di Kedang Ipil.

Advertisements

Karena itu, Saiduani mendesak Pemkab Kukar segera mengakui dan melindungi secara penuh hak komunitas adat sebagaimana yang telah diamanahkan konstitusi.

“Sudah sewajarnya jika perlindungan hak-hak masyarakat adat sebagai hak-hak tradisional mereka yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dalam kerangka NKRI dalam bentuk undang-undang dapat diwujudkan,” tegasnya dalam rilisnya yang diterima media Berita Alternatif baru-baru ini.

Saiduani menegaskan, penggunaan lahan untuk ditanami kelapa sawit di wilayah tersebut dapat mencederai hak-hak Masyarakat Adat Lawas Kedang Ipil dalam mempertahankan nilai tradisi, budaya, dan ritual leluhur mereka.

Wilayah Kedang Ipil disebutnya didiami komunitas adat karena pernah memegang 3 posisi penting: pertama, Kedang Ipil menjadi tempat pelarian Brahmana saat terjadi perang besar antara Kerajaan Kutai Kartanegara dan Kerajaan Kutai Martadipura.

Kedua, wilayah Kedang Ipil merupakan pusat ilmu kanuragan yang disegani karena tak pernah berhasil ditundukkan oleh siapa pun.

Ketiga, komunitas yang mendiami wilayah tersebut termasuk poros penting Kesultanan Kutai Kartanegara.

Kelebihan lain yang dimiliki Komunitas Adat Lawas Sumping Layang adalah tempat pencetusan dua tradisi budaya yang disahkan negara sebagai warisan budaya tak benda tingkat nasional: ritual Nutuk Beham (upacara pra panen padi) dan Muang (upacara kematian).

Dalam konteks kebudayaan Kaltim, sambung dia, komunitas tersebut termasuk dalam kantong budaya utama Kukar, sebab mereka menjadi instrumen yang melaksanakan semua ritual tahunan dalam perayaan Erau di Kukar.

Namun, ia menyebut eksistensi mereka kian terancam akibat aktivitas industri perkebunan sawit yang hendak masuk dan merampas warisan leluhur serta lingkungan dan ruang hidup mereka.

Pihaknya pun menyayangkan sikap Pemkab Kukar yang mereka nilai pasif dalam menanggapi tuntutan yang dilayangkan komunitas tersebut.

Hal itu disebutnya sebagai bentuk legitimasi Pemkab Kukar atas upaya PT Puncak dalam merongrong serta mengeksploitasi wilayah yang begitu dicintai oleh masyarat adat tersebut.

Diketahui, Solidaritas untuk Komunitas Masyarakat Adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang Kedang Ipil terdiri dari AMAN Kaltim, KIKA Kaltim, Walhi Kaltim, Pokja 30, SAKSI FH Unmul, Sambaliung Corner, Nomaden Institute, dan LBH Samarinda.

Selain itu, Jatam Kaltim, GMNI FKIP Unmul, Naladwipa Institute, HMPS FKIP Unmul, HMPKN FKIP Unmul, GMNI Samarinda, Aksi Kamisan Kaltim, Lembaga Adat Kutai Adat Lawas, Teraksara, dan Himapsos Fisip Unmul.

Ada pula individu-individu seperti Herdiansyah Hamzah, Roedy Haryo Widjono AMZ, Sri Murlianti, Hardo Manik, Kiftiawati, Hairudin, Adiannur, dan Sartin. (*)

Penulis: Ulwan Murtadho

Editor: Ufqil Mubin

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA