Oleh: Mentimoen*
Jelas konflik Rusia dan Ukraina tidak akan berakhir segera. Kita tidak tahu jelas apa yang ada di benak Putin. Semakin lama, konflik ini semakin menarik untuk disimak.
Ada cuplikan berita dari RIA, bahwa menurut Pentagon, Rusia hanya menggunakan 10% dari kekuatan angkatan perangnya di Ukraina saat ini.
Kenapa Rusia tidak mengerahkan lebih banyak kekuatan sehingga konflik selesai dengan cepat? Ada banyak analisis soal ini. Misalnya, Rusia berusaha mencegah banyak korban di pihaknya dan pihak sipil, berhubung terlalu banyak paramiliter bersenjata yang bersembunyi di tengah-tengah penduduk Ukraina.
Ada juga isu dari Barat bahwa bocoran dari Rusia ini kesalahan intelijen Dinas Keamanan Federal (FSB) yang tidak akurat, sehingga pasukan Rusia mendapat serangan tak terduga.
Tetapi andaikan itu benar, kenapa Rusia tidak menambah kekuatan gempur sehingga konflik selesai lebih cepat? Saya menduga Putin sengaja tidak menambah kekuatan gempur dengan alasan: pertama, menghemat energi untuk konflik berkepanjangan.
Kedua, karena reaksi histeria Barat yang sudah mengeluarkan banyak sekali sanksi-sanksi, sudah kepalang tanggung, Putin ingin membuka motif-motif sebenarnya dari dunia.
Di balik kata-kata berbunga-bunga dari Barat, tentang HAM, kemanusiaan, solidaritas, dan sebagainya, semua itu hanya topeng kemunafikan belaka. Jika topeng ini terlepas, rupa sebenarnya kelihatan, dan di sinilah kelangsungan hidup Rusia bertopang.
Saya akan menerangkan secara pelan-pelan. Yang jelas, topeng-topeng sudah mulai lepas. Topeng Amerika sudah jelas lepas: ternyata Amerika menginginkan perang berkepanjangan. Amerika tidak mau menerima pengungsi Ukraina. Ditanya soal itu, Wapres Harris hanya tertawa. Amerika fokus membunyikan genderang perang tanpa mengikuti perang.
Kemudian di Amerika, kegilaan anti-Rusia membuat mereka membatalkan banyak hal yang berasal dari Rusia. Mereka bahkan menyensor Yuri Gagarin sebagai manusia pertama ke luar angkasa disebabkan dia beretnis Rusia. Sikap rasis Amerika semakin kentara.
Topeng Kemunafikan Barat
Sekarang Putin tahu Eropa akan histeria anti-Rusia mengikuti Amerika. Yang belum jelas adalah apa yang terjadi kalau kesulitan karena konflik ini mengancam Eropa? Apa yang akan mereka lakukan? Apakah mereka malah saling bersengketa?
Krisis dan kesulitan hidup membuka topeng-topeng manusia, menunjukkan jati diri yang lebih jujur. Sebelum topeng-topeng dibuka, Barat itu terlihat solid, dan berpuluh-puluh tahun solid serta pelan-pelan mengekspansi ke arah Rusia dan mengancamnya.
Hanya dengan memecahkan topeng solidaritas ini Rusia bisa hidup tenang. Ini bukan pertama kalinya sesudah World War 2 (WW2) topeng Barat terbuka. Pengungsian besar-besaran dari Suriah sudah membuka topeng Barat yang katanya sangat manusiawi dan pro kemanusiaan. Ternyata sama saja. Mereka anti imigran. Imigran Suriah dibiarkan tinggal di luar dalam kondisi mengenaskan. Sudah tentu mereka membendung imigran, tetapi jangan lagi sok menjadi pahlawan HAM atau pahlawan kemanusiaan. Itu topeng yang munafik.
Ketika warga sipil Rusia disikut, diisolasi di Barat, juga membuka topeng lain lagi, ternyata hak sipil di Barat tidak seperti yang dipromosikan. Jika nanti terjadi krisis energi di Barat, plus krisis pangan, apa yang akan terjadi? Menarik toh untuk disimak, topeng apa lagi yang akan lepas?
Selama ini, perasaan aman dan sejahtera di bawah naungan World Order usai WW2 yang menjadi benteng solidaritas Barat. Ketika rasa aman dan rasa penuh kepastian pudar, kepercayaan pada tata dunia sepihak pimpinan Amerika yang menguntungkan pihak Barat pun akan runtuh.
Hanya ketika pihak Barat tidak lagi bersatu menyerangnya, kelangsungan hidup Rusia akan lebih terjamin. Ukraina dengan ini seperti luka di badan Eropa. Semakin lama luka itu menganga dan meradang, semakin tidak nyaman rasa yang dialami Eropa. Jadi, desakan untuk menyelesaikan konflik bukan hanya dirasakan Ukraina dan Rusia, tetapi terutama juga Eropa.
Putin akan berusaha menyelesaikan konflik di Ukraina, tetapi tidak akan ngotot menyelesaikannya dengan cepat jika itu harus mengorbankan lebih banyak kepentingan Rusia. Amerika juga tidak suka penyelesaian konflik tersebut dengan cepat sebelum mendapatkan order peralatan-peralatan militer dari Eropa.
Minggu lalu, ada kabar Rusia melarang ekspor gandum, termasuk ke negara-negara EAEU (eks Soviet). Tadinya saya pikir, Putin sekadar ingin menjaga keamanan suplai pangan di negaranya. Rusia dan Ukraina adalah penyuplai gandum utama dunia.
Pada awal konflik, Rusia berhasil menguasai pulau kecil di Laut Hitam. Namanya Pulau Ular. Waktu itu rasanya tak masuk akal, kenapa Rusia tertarik pada pulau kecil sementara daratannya belum ditaklukkan? Odessa belum diserang dengan serius saat ini. Kapal-kapal seluruh dunia banyak yang berbendera Panama. Panama mengemukakan ratusan kapal tidak bisa keluar dari Laut Hitam. Rusia melakukan blokade dengan mortir. Umumnya kapal-kapal itu membawa pangan yang diekspor kawasan itu, terutama Ukraina.
Target Rusia jadi lebih jelas. Sejak semula Putin sudah memikirkan untuk memblokir ekspor gandum dan pangan-pangan penting dari wilayah tersebut. Tindakan ini akan menyebabkan krisis pangan di negara-negara pengimpor.
Saya tidak heran. Pada waktunya, jika tidak terkena sanksi ekspor energi dari Eropa, Putin yang akan menutup keran minyak dan gas untuk Eropa, jika Eropa memutuskan untuk misalnya terlibat langsung di Ukraina.
Hal itu akan membuat krisis energi, dan mungkin juga krisis pangan di Eropa. Dalam krisis, Eropa bisa mulai introspeksi diri, apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa Eropa begitu patuh dengan Amerika yang hidup enak di seberang lautan sana?
Jika Eropa mulai sadar, tata dunia sepihak yang diciptakan Amerika juga mulai melumer kehilangan kekuatan. Yang penting bagi Putin saat ini adalah kepastian Rusia bisa melewati prahara ini dengan baik, dan itu jelas perlu dukungan China, karena Rusia kini diisolasi seluruh negara Barat.
Pendirian China di Tengah Krisis
Untuk China, sudah tentu Putin mau mengetahui apakah China akan mengikuti langkah Amerika ketika ditekan keras. Memang sahabat waktu damai itu gampang. Persahabatan diuji waktu krisis. China ternyata tetap tidak tunduk pada tekanan Amerika, dan sampai sekarang China tidak mengecam Rusia.
China seperti yang kita tahu menolak tekanan Amerika untuk memberikan sanksi pada Rusia. Sekarang kita coba lihat perspektif China. Bagaimana sebenarnya pendirian China dalam krisis ini? Apa keuntungan dan kerugian yang bisa dia dapatkan?
Jika krisis berkembang menjadi WW3, jelas itu bukan hal yang disukai oleh China karena risikonya besar sekali untuk dirinya. China mulai khawatir setelah melihat histeria massa di Barat. Karena perang ini menjadi irasional, tidak pakai logika lagi, semua cuma memakai otak dengkul saling serang.
Cuma, saat ini histeria terlihat menyurut. China juga lebih tenang. Jika Putin bisa menjaga konflik tidak melebar jauh, hanya terisolasi di Ukraina, ini hal positif bagi China. Sejak konflik, keusilan Amerika beralih. Tadinya setiap minggu ada saja keusilan Amerika menyerang China. Sekarang kondisi di Asia Pasifik lebih tenang. Amerika sibuk dengan Ukraina. Konflik Ukraina mengalihkan keusilan perhatian Amerika dari China. Semakin lama konflik itu terjadi, asal tidak melebar tak terkendali, semakin lama China merasakan saat-saat tenang.
Untuk kepentingannya juga China membantu Rusia supaya bisa bertahan terus. Semakin lama konflik, semakin tinggi ketidakpastian di Eropa, dan semakin mengikis sendi-sendi tata dunia yang dikuasai oleh Amerika.
Amerika memang beruntung secara finansial dalam konflik ini, dengan maraknya industri senjata. Tetapi rugi dari segi kepemimpinan tata dunia. Baru mulai konflik saja terlihat kerugian bermunculan. India yang tadinya dianggap sekutu oleh Amerika ternyata tidak bisa menampik tawaran minyak murah Rusia. Saya yakin Rusia sengaja membuat tawaran menggiurkan untuk menarik India. Saudi dan UEA tidak mau menerima telepon dari Biden. Sekarang Suriah malah bersahabat dengan UEA. Biden harus merangkul Iran, dan mencampakkan Guaido di Venezuela, merangkul Maduro.
Semua ini tanda-tanda kekuatan tata dunia Amerika mulai keropos. Ketika dihantam krisis energi dan pangan, Eropa bisa sadar bahwa akhirnya yang rugi dan menderita itu mereka. Mereka hanya pion Amerika. Ketika Eropa menolak tangan Amerika di Eropa, saat itulah tata dunia Amerika hancur.
Putin pelan-pelan membuat kondisi itu terjadi. Sampai seberapa jauh usaha itu bisa dilakukan, semua selalu tergantung perkembangan situasi. Putin itu terlihat lebih sebagai seorang fighter walau dia juga seorang planner (perencana). Seorang fighter selalu beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi.
Efek Terbukanya Topeng Barat
Kenapa membuka topeng kemunafikan di Eropa itu penting untuk mempercepat runtuhnya tata dunia Amerika yang mengancam Rusia? Karena saat ini topeng itulah yang menjadi wajah semu Eropa, bahkan bagi diri mereka sendiri. Topeng itulah yang membentuk EU. Tanpa topeng ini, EU runtuh.
Jika kita perhatikan, kebijakan-kebijakan EU tidak selalu sama dengan kebijakan-kebijakan negara anggotanya. Setiap negara anggota mempunyai kepentingan lokal sendiri. EU harus mengadopsi satu filosofi yang mengatasi kecenderungan lokal. Tanpa topeng ini, seseorang adalah Jerman, Perancis, Italia, Inggris, Irlandia, Spanyol, dan sebagainya.
Untuk itu EU menggunakan topeng universalis, humanis, tetapi semua itu tidak lahir dari jati diri, tetapi hanya sekadar pemanis untuk memberikan citra diri yang bagus.
Jika EU benar-benar humanis, EU tidak akan membiarkan negara-negara Afrika yang ratusan tahun dijajah dan dihisap darahnya untuk tetap hidup dalam kondisi miskin. Semua bantuan dan kata-kata manis itu untuk menipu, terutama menipu diri sendiri, membentuk citra bagus diri.
Krisis, kesulitan hidup, dan kemiskinan adalah cara paling cepat untuk membuka topeng-topeng manusia. Hanya dalam krisis, seseorang yang tadinya bermuka manis seperti pendeta, bisa menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Dan yang tadinya terlihat kejam, ternyata punya jiwa lembut.
Topeng humanisme, universalisme yang disodorkan sesudah WW2 adalah kapur penutup rasa malu wajah Barat yang selama bertahun-tahun menjajah dengan keji wilayah-wilayah Asia dan Afrika, Amerika, dan Australia.
Krisis Ukraina ini sudah cukup membuka topeng tersebut. Terjadi sikap anti-Rusia di mana-mana. Sama seperti sikap anti-Asia di mana-mana belakangan ini. Sebenarnya, pelan-pelan wajah asli Barat terkuak. Ketika wajah sebenarnya muncul, pada waktu itulah tata dunia yang berbalut topeng hancur.
Di sini, Rusia sebenarnya berjasa men-trigger negara-negara Eropa histeris, dan mulai memperlihatkan wajah asli mereka. Kelompok-kelompok neo-nazi di Ukraina, juga geng-geng yang serupa menjamur di Eropa. Itulah bagian dari wajah asli Eropa.
Setelah topeng-topeng munafik itu lepas, dunia bisa pelan-pelan menuju tata dunia baru yang lebih rasional, tidak bersifat ideologis, lebih memperhatikan kepentingan-kepentingan setiap negara. Tata dunia yang tidak sok moralis. Tidak munafik.
Kepentingan Jangka Panjang
Krisis pangan sudah mulai terasa di Eropa. Mood yang bisa dipantau dari Weibo China, terutama akun-akun pro atau dekat pemerintah China, hampir semuanya bernada sama: bersimpati atau pro Rusia, walau mereka juga tidak anti Ukraina.
Pada dasarnya mereka mempersiapkan diri menghadapi Amerika langsung. Survei pendapat oleh GT menggambarkan warga China sudah pesimis dalam hubungan dengan AS: 82% bilang bagus untuk memperbaiki hubungan dengan AS, tapi kalau tidak bisa juga tak masalah. Sementara 72% bilang hanya jika China mengalahkan AS dalam militer, hubungan dengan Amerika bisa normal.
Pendapat umum ini jelas mempengaruhi keputusan pemerintah China dalam urusan konflik dengan Ukraina. Pendapat umum di China sudah merasa hubungan baik dengan AS tidak perlu dipaksakan jika memang sukar dilakukan. Saya menduga China sudah bersiap-siap untuk mengendorkan hubungan dengan Amerika, sambil berusaha mempererat hubungan dengan Eropa.
Soal hubungan dengan Rusia, pasti akan meningkat pesat sesudah krisis ini. Hubungan yang erat dengan Rusia juga menjamin keamanan energi dan pangan China. Ada yang bilang China membantu Rusia karena memerlukan bantuan Rusia waktu membebaskan Taiwan. Menurut saya, jika yang dimaksud itu bantuan militer, sama sekali tidak. China terlalu mementingkan privasi untuk meminta bantuan yang lain dalam urusan Taiwan. Itu dianggap masalah domestik.
Yang dibutuhkan China ketika diserang Barat nanti adalah hubungan dagang normal dengan Rusia. Soal militer, saya kira China sudah pada tingkat tidak membutuhkan bantuan pihak lain kalau hanya untuk urusan Taiwan.
Think tank Brugel bilang dukungan China terhadap Rusia merugikan China dari segi ekonomi. Dia menyarankan China bersikap pragmatis dan berhenti mendukung Rusia.
China selalu bersikap pragmatis, tetapi bahkan pragmatis juga ada batasnya. Sejak perang dagang besar-besaran yang dilancarkan Trump, dan perubahan sikap Amerika terhadap Taiwan, China jelas mengambil kebijakan mengorbankan keuntungan jangka pendek untuk keamanan jangka panjang.
Sikap permusuhan Amerika menjadi faktor bagi China untuk mengubah arah haluan. Saat ini, bagi China security datang di atas keuntungan ekonomi. Persis sama seperti yang dilakukan Amerika. Pendekatannya security melulu. Bukan pendekatan ekonomi seperti China.
China harus mengubah haluan: mementingkan security. Karena itulah, menyerukan China untuk bersikap pragmatis demi keuntungan jangka pendek dengan mengikuti kamp Barat anti-Rusia akan ditertawakan oleh China. Pada dasarnya China sudah kehilangan kepercayaan sama sekali pada Washington.
Menlu Wang Yi mengatakan bahwa pendirian China dalam isu Ukraina akan terbukti ada di sisi sejarah yang benar. Setiap kali Amerika membuat perang pada dekade-dekade belakangan, AS selalu bilang dia ada di sisi benar sejarah, tetapi selalu terbukti kalah. AS nyatanya ada di sisi yang salah.
Desakan kiri kanan soal posisi China saat ini adalah bentuk ketidakberdayaan Barat. Seluruh peluru sudah ditembakkan, sanksi-sanksi terberat sudah dijatuhkan pada Rusia, senjata-senjata mutakhir sudah membanjiri Ukraina, tapi tidak membuat Rusia mundur. Karena itulah Barat merayu China.
Hu Xijin di Weibo menjawab argumen netizen di China, kenapa China tidak menggunakan kesempatan ini berbaikan dengan Amerika, dan berbalik badan terhadap Rusia? Hu menjawab dengan realistis saja. Yang diinginkan AS bukan China yang sekarang, tetapi China yang dilemahkan, kehilangan kemampuan kompetitif, dan terpecah. AS menginginkan China berfungsi sebagai negara bawahan yang tunduk pada Amerika seperti Jepang, Korea Selatan, dan ASEAN. Menjadi konsumen senjata-senjata Amerika.
Saya setuju dengan Hu itu. China kini satu-satunya benteng resistansi terhadap Amerika. Jika China tunduk dan menjadi Jepang lain atau seperti negara-negara ASEAN yang tidak pernah bisa menolak ancaman Amerika, maka dunia ini benar-benar tidak lagi bisa dinikmati: menjadi dunia satu rasa.
Amerika bisa seperti saat ini bukan karena dia kuat. Amerika sekarang lemah. Tetapi Amerika meminjam kekuatan negara-negara sekutu yang berhasil ditundukkan, dengan cara mengadu-domba banyak pihak, menciptakan ketegangan di mana-mana di dunia, membuat perang di sana sini.
Negara yang lemah seperti Amerika harus memakai taktik licik untuk mempertahankan kekuasaannya. Itulah yang terjadi selama ini. Taktik licik berupa infiltrasi, adu domba, menghasut pergantian kekuasaan (kudeta), itu sudah terkenal di mana-mana.
Dunia akan sangat suram ketika dikuasai oleh imperial Washington di mana mereka bahkan tidak bisa membereskan negaranya sendiri. Dunia tunduk bukan karena lemah, tapi tidak mempunyai semangat resistansi terhadap kekuasaan semena-mena seperti ini. (*Penulis adalah pegiat media sosial yang kerap menulis isu-isu geopolitik. Artikel ini dirangkum dari twet-twetnya. Kami mengubah beberapa bagian, namun tak mengubah esensi dari tulisan asli penulis)