BERITAALTERNATIF.COM – Polemik pencalonan Edi Damansyah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kutai Kartanegara (Kukar) tahun 2024 memicu perdebatan serta silang pendapat di antara pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan sejumlah pengamat hukum.
Hingga kini, polemik pencalonan Edi masih menyisakan kontroversi karena acap diperbincangkan publik di tengah penyelenggaraan Pemungutan Suarat Ulang (PSU) di Pilkada Kukar.
Di satu sisi, KPU Kukar meyakini telah bertindak sesuai aturan dan prosedur. Di sisi lain, para pengamat hukum dan pasangan calon penggugat menilai proses demokrasi telah dicederai karena kelalaian serta penafsiran sempit terhadap regulasi penyelenggaraan pesta demokrasi di daerah tersebut.
Pendapat pun saling dilontarkan setelah gugatan yang dilayangkan pasangan calon (paslon) Dendi-Alif terhadap keabsahan pencalonan Edi kandas karena ditolak mentah-mentah di berbagai lembaga peradilan.
Pengamat hukum dari Unikarta La Ode Ali Imran menjelaskan bahwa permohonan sengketa proses yang diajukan Dendi-Alif sebelumnya ditolak oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kukar karena mereka tidak dirugikan secara langsung atas pencalonan Edi.
Padahal, kata dia, kasus ini telah merugikan publik Kukar, baik dari segi tenaga, pikiran maupun materil. Bahkan negara juga ikut menanggung kerugian senilai miliaran rupiah akibat Pilkada yang dinilai cacat dan melanggar konstitusi tersebut.
Sengketa yang diajukan oleh paslon nomor urut 3 di MK justru menegakkan hak konstitusional masyarakat Kukar, khususnya 249.589 suara yang diberikan kepada calon yang tidak memenuhi syarat administratif.
“Memilih orang yang tidak memenuhi syarat sama saja dengan memilih orang yang tidak ada,” kata La Ode sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Alternatif Talks pada Senin (14/4/2025).
“Kecuali misalnya 3 tidak diloloskan. Pihak 3 gugat, itu (baru) dirugikan secara langsung. Ini kan paslon lain yang disengketakan,” ucapnya.
Penggugat pun melanjutkan proses hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Banjarmasin. Namun, gugatan ini kembali ditolak karena tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing).
La Ode menyebut PTUN memiliki wewenang untuk membatalkan SK pencalonan Edi yang dikeluarkan oleh KPU Kukar.
Pengaduan masyarakat serta peringatan dari pengamat dan ahli hukum juga mendapat respons negatif dari institusi penegak hukum dan penyelenggara pemilu daerah dalam penanganan sengketa tersebut.
La Ode dan sejumlah pengamat menilai kekeliruan KPU menjadi indikasi bahwa selama ini penyelenggara pemilu terkesan tidak netral serta tidak profesional dalam menangani pelanggaran yang tergolong fatal, yang bahkan mengakibatkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
Menurut La Ode, persoalan netralitas merupakan hal yang sangat krusial dalam penyelenggaraan pesta demokrasi.
Ia menilai sikap KPU dan Bawaslu Kukar dalam penanganan sengketa tersebut mencerminkan pelanggaran serius dalam pelaksanaan Pilkada Kukar.
Hal ini pula yang menjadi dasar permohonan yang diajukannya kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) agar seluruh komisioner KPU dan Bawaslu Kukar dicopot dari jabatan mereka.
“Proses Pilkada ini kacau banget karena hukum yang ditabrak oleh para penyelenggara negara,” tegasnya.
Menurutnya, gugatan yang dimohonkan tim paslon nomor urut 3 yang ditolak Bawaslu Kukar mencerminkan praktik penyalahgunaan wewenang yang semakin memperkuat indikasi bahwa lembaga penyelenggara pemilu tidak netral dalam kasus ini.
Komisioner KPU Kukar Wiwin menyebutkan bahwa lembaganya sudah berupaya keras dan cermat dalam memverifikasi kelengkapan berkas administrasi calon kepala daerah, termasuk milik Edi.
Menurutnya, semua langkah yang diambil KPU Kukar sudah sesuai dengan prosedur serta arahan teknis KPU RI sebagai regulator.
“Implementator dari regulasi yang dibuat oleh KPU RI ya kami di daerah. KPU RI adalah regulatornya. Jadi, tentu kami mengikuti aturan yang mereka buat,” jelasnya.
Sebelum pemilihan berlangsung, pihaknya sudah aktif berkoordinasi dengan bagian Tata Pemerintahan Daerah Kukar guna memverifikasi dokumen terkait riwayat pelantikan Edi.
Selain itu, dalam rangka memperkuat keyakinan KPU Kukar atas keaslian dan kesesuaian berkas dari bagan tata pemerintahan daerah Kukar, pihaknya juga mendatangi Kantor Biro Pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur sebagai bentuk ketelitian KPU Kukar.
Ia memastikan kunjungan dan koordinasi mereka dengan pihak tersebut telah dilengkapi dengan bukti serta dokumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Sampai ke sana kita faktualkan, fotonya ada, daftar hadir kita beserta pejabat itu ada. Kemudian dokumentasi kita menyandingkan berkas tersebut juga ada,” ucapnya.
Keputusan ini, menurut Wiwin, diperkuat pula oleh ahli dalam persidangan PTUN yang menyatakan Edi tidak pernah dilantik sebagai kepala daerah selama dua periode.
Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) juga memperkuat keyakinan KPU Kukar. Dalam putusannya, MA menyatakan KPU telah menjalankan tugas secara prosedural sesuai aturan yang berlaku, yang bermakna KPU Kukar telah menjalankan mekanisme PKPU Nomor 8 Tahun 2024.
“Semuanya kita lakukan verifikasi administrasi. Semuanya kita lakukan faktualisasi. Kecuali kalau misalnya yang A kita faktual, yang B tidak faktual, ini kan jelas (pelanggarannya). Semua yang diserahkan ke kita itu kita faktualisasi semua. Tidak ada posisi kita tidak netral,” tegasnya.
Wiwin menilai langkah KPU Kukar dalam memeriksa dan memastikan dokumen Edi sebagai calon kepala daerah merupakan wujud ketaatan mereka terhadap sistem vertikal yang dijalankan KPU Kukar yang bertindak berdasarkan instruksi dan regulasi KPU RI.
Pada dasarnya, kata dia, perselisihan yang terjadi dalam sidang sengketa hasil tidak hanya berfokus pada satu pasal. Ada pertimbangan lain yang menjadi dasar keputusan MK dalam mengadili kasus ini. Meski demikian, mereka telah berupaya maksimal untuk menghadirkan bukti administrasi yang lengkap dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Persoalan ada putusan lain (MK) itu di luar (kewenangan) kita. Yang penting dari proses awal sampai dengan seluruh proses yang ada kita sudah sesuai dengan on the track yang ada di kita,” pungkasnya. (*)
Penulis: Ulwan Murtadho
Editor: Ufqil Mubin