Search
Search
Close this search box.

Kritik Publik atas Kewajiban Iuran Tapera bagi Para Pekerja

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah. (soloaja.co)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Pemerintah Pusat mewajibkan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi seluruh ASN, swasta, dan mandiri.

Para pekerja akan dibebankan iuran 3% per bulan dari upah minimum kota/kabupaten. Hal ini dianggap sebagai tabungan dalam proses pembelian rumah.

Pekerja swasta dibebankan iuran 2,5%. Sisanya ditanggung oleh pihak perusahaan.

Advertisements

Karyawan yang sudah mempunyai tempat tinggal juga akan tetap dibebankan potongan yang sama.

Iuran tersebut boleh dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun atau meninggal dunia.

Kebijakan ini berlaku setelah pemerintah mengesahkan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Berdasarkan PP tersebut, syarat minimal peserta Tapera adalah para pekerja yang sudah menikah atau pekerja yang telah berusia 20 tahun.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menyebut iuran ini bertujuan membantu para pekerja yang berpenghasilan rendah agar mendapatkan hunian yang layak dan terjangkau dengan berlandaskan asas gotong royong.

“Peserta yang memiliki rumah akan membantu peserta lain yang saat ini belum memiliki rumah lewat iuran yang dipotong dari gaji mereka setiap bulan,” jelas Heru sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Metro TV pada Jumat (31/2024).

Dia menyebut program Tapera dibuat untuk mengurangi kesenjangan antar-masyarakat Indonesia.

Namun, kebijakan ini menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk para pekerja dan pengamat.

Para pekerja menganggap tabungan ini justru menambah beban mereka. Pasalnya, banyak potongan yang harus mereka bayar setiap bulan, di antaranya potongan pajak PPH dan iuran BPJS.

Tak sedikit masyarakat menyebut program ini dengan sebutan “Tambahan Penderitaan Rakyat”.

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menanggapi kewajiban iuran Tapera. Dia menegaskan bahwa pemerintah perlu mengkaji secara mendalam dan komperhensif sebelum kebijakan itu diterapkan, terutama bagi para pekerja yang masih menjalankan Kredit Perumahan Rakyat (KPR).

“Apakah mereka (peserta KPR) juga harus membayar? Kalau menurut PP itu memang wajib, mereka akan menjadi double bayar. Artinya, aturannya pun menjadi tumpang tindih,” jelasnya.

Kebijakan ini, sebut dia, cocok diterapkan untuk aparat pemerintah seperti ASN, TNI, dan Polri karena selain memiliki gaji tetap, penghasilan mereka masih disokong sekian banyak tunjangan dari pemerintah.

Di sisi lain, kebijakan tersebut akan berefek buruk apabila diperluas ke para pekerja di sektor non-pemerintah yang pendapatannya cenderung fluktuatif.

Ia khawatir penghasilan para pekerja swasta akan mengalami penurunan mengingat selama ini gaji mereka telah banyak dikenakan berbagai macam potongan wajib dari pemerintah dan perusahan.

Sedangkan para pekerja mandiri atau freelance yang tidak mempunyai penghasilan tetap akan mengalami kesulitan membayar iuran Tapera apabila harus dipatok persentase pemotongannya setiap bulan.

Selain itu, sambung Trubus, kebijakan tersebut berdampak bagi para pelaku usaha yang harus menanggung 0,5% potongan dari iuran karyawan.

Apalagi perusahaan memiliki ratusan sampai ribuan pekerja, kebijakan tersebut akan mengurangi neraca pendapatan perusahaan.

“Kalau diperlebar ke swasta dan mandiri, ini memang cukup memberatkan. Terus membingungkan publik juga. Makanya terjadi semacam kegaduhan,” jelasnya.

Ia mengaku ragu kebijakan ini akan berdampak positif bagi para pekerja yang belum memiliki rumah. Apalagi diterapkan kepada para pekerja yang memasuki usia pensiun.

“Apakah pekerja yang memasuki usia 58 tahun dapat dipastikan untuk memiliki sebuah rumah? Kan masih tidak jelas,” ungkapnya.

Trubus pun berharap pemerintah mengevalusi PP tersebut karena perencanaan, mekanisme, dan prosedur kebijakan ini masih belum jelas, terutama kepastian bagi para peserta Tapera memiliki rumah seperti yang dijanjikan pemerintah. (*)

Penulis: Ulwan Murtadho

Editor: Ufqil Mubin

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA