BERITAALTERNATIF.COM – Kuasa hukum pengadu dalam kasus pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu La Ode Ali Imran mendesak Bawaslu RI mengganti Teguh Wibowo dari jabatannya sebagai Ketua Bawaslu Kukar.
Desakan itu mencuat setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menjatuhkan sanksi peringatan kepada Bawaslu Kukar kepada para komisionernya pada Jumat (26/1/2024).
Sanksi tersebut teregister dengan nomor perkara 127-PKE-DKPP-/X/2023. Putusan itu berdasarkan penilaian fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa semua dalil aduan yang dilayangkan oleh Muhammad Yusuf dan kuasa hukumnya La Ode Ali Imran terbukti benar.
Sementara itu, jawaban dari para teradu tidak meyakinkan DKPP. Karena itu, Bawaslu Kukar sebagai teradu terbukti melanggar ketentuan Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13, dan Pasal 15 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
DKPP RI pun menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu: Teguh Wibowo selaku Ketua merangkap Anggota Bawaslu Kukar serta Munir Ansori, Fahrisal, Hardianda, dan Sri Mulyati Ningsih yang merupakan para komisioner Bawaslu Kukar sejak putusan itu dibacakan oleh DKPP RI.
La Ode menjelaskan, putusan tersebut menegaskan bahwa Bawaslu Kukar melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu.
“DKPP memerintahkan Bawaslu RI melalui putusan itu untuk menjalankan putusan ini dalam waktu 7 hari, terhitung dari putusan ini dibacakan,” ucap dia kepada awak media.
Pihaknya akan menunggu tindak lanjut dari Bawaslu RI dalam menjalankan putusan tersebut.
“DKPP memutuskan bersalah, tetapi secara teknis untuk eksekusi, kalau bahasa hukum eksekusi putusan itu, ada di ranahnya Bawaslu RI sebagai atasannya Bawaslu Kukar,” jelasnya.
Dia berharap Bawaslu RI memberikan tindakan tegas terhadap Komisioner Bawaslu Kukar, terutama Ketua Bawaslu Kukar Teguh Wibowo.
Pasalnya, ungkap La Ode, Ketua Bawaslu Kukar sudah menerima sanksi peringatan dari DKPP RI sebanyak dua kali melalui nomor perkara yang sama.
“Sudah dua kali kena kode etik. Harapan kita ada ketegasan dari Bawaslu RI dalam hal menindaklanjuti putusan yang kedua ini. Kalau tidak PAW, paling tidak diganti Ketua Bawaslu,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa Teguh tak layak lagi menjabat sebagai Ketua Bawaslu Kukar karena telah melanggar kode etik sebanyak dua kali berturut-turut.
Meskipun DKPP dalam putusan kedua ini hanya menjatuhkan sanksi peringatan, menurut dia, tetap saja perbuatan itu bermakna bersalah karena melanggar kode etik.
“Yang jelas dinyatakan bersalah dan dua kali bersalah. Kalau dari segi hukum yang saya pahami, residivis di pidana itu harusnya lebih berat hukumannya,” tegas dia.
La Ode berpendapat, pergantian ketua menjelang pelaksanaan Pemilu yang dilaksanakan pada 14 Februari 2024 tidak akan mengganggu kinerja Bawaslu Kukar secara kelembagaan.
Pasalnya, sambung dia, fungsi pengawasan Bawaslu Kukar dalam Pemilu 2024 dapat dijalankan oleh 5 komisioner Bawaslu Kukar.
“Pergantian ketua itu tidak akan berdampak terhadap penyelenggaraan Pemilu. Kalaupun itu diagendakan setelah Pemilu pun tidak ada masalah,” tutupnya.
Media ini telah meminta jawaban dari Teguh Wibowo. Ia mengaku belum dapat menanggapi pernyataan tersebut karena masih mengikuti kegiatan.
Setelah kegiatan selesai, ia mengaku akan memberikan kabar kepada awak media ini. “Nanti saya kabari,” sebutnya.
Namun, hingga berita ini diterbitkan, Teguh belum kunjung memberikan pernyataan terkait sanksi yang diterimanya beserta komisioner Bawaslu Kukar lainnya dari DKPP RI. (mt/fb)