BERITAALTERNATIF.COM – Sistem seleksi penyelenggara Pemilu mesti dilakukan secara terbuka. Hal ini bertujuan menghasilkan penyelenggara Pemilu yang berintegritas, bersih, adil, dan obyektif.
Praktisi hukum dari Kabupaten Kukar La Ode Ali Imran menyarankan sistem seleksi tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian skor pada setiap tahapan seleksi.
Pemberian skor, lanjut dia, tidak hanya diterapkan pada tahapan tes tertulis, tetapi juga pada tahapan-tahapan lain dalam proses seleksi penyelenggara Pemilu.
Dengan cara tersebut, lanjut La Ode, skor dari setiap tahapan dapat dikalkulasi sehingga setiap peserta dapat mengetahui alasan di balik ketidaklolosannya dalam tahapan berikutnya.
“Sehingga bisa saling menutupi (skor nilainya). Misalnya dia jatuh di wawancara, tapi paling tidak CAT-nya bagus. Atau paling tidak CAT-nya kurang bagus, wawancaranya bagus. Ini saling keterkaitan antara satu tahapan dengan tahapan yang lainnya,” jelas dia kepada media ini, Selasa (23/1/2024).
Dengan cara itu, ia mengatakan, Timsel tak hanya menyampaikan hasil seleksi dengan cara mengeluarkan SK peserta yang lolos ataupun tidak lolos seleksi. Pasalnya, sistem ini menutup peluang peserta untuk mengetahui skor yang diperolehnya.
“Kita dapat kabar-kabar burung saja. Hasilnya itu hanya dua, yaitu direkomendasikan atau tidak direkomendasikan,” sebutnya.
Dia menilai sistem seleksi yang dilakukan oleh Timsel KPU Kaltim tahun ini terkesan tertutup.
Ia mencontohkan pada tahapan tes wawancara. Peserta dipanggil satu per satu oleh Timsel. Namun, para peserta tidak pernah mengetahui hasil tes wawancara.
“Ketika tidak lolos menyadari atau sadar oh wajar saya tidak lolos,” ucapnya.
Namun faktanya, ungkap dia, peserta tak pernah mengetahui skor dari setiap tahapan seleksi yang diikutinya.
“Memang wajar saja ketika publik hari ini meragukan kinerja Timsel karena mekanisme seleksi seperti itu. Tidak dilakukan secara terbuka dan tidak dilakukan secara transparan,” tutupnya. (mt/fb)