BERITAALTERNATIF.COM – Kasus pernikahan dan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur yang melibatkan Abu Ali akan segera menuai titik akhir di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong.
Majelis hakim di PN Tenggarong sejatinya akan membacakan vonis terhadap Abu pada Selasa (8/11/2022) sore.
Namun, pembacaan vonis tersebut ditunda hingga pekan depan. Demikian yang disampaikan Humas PN Tenggarong, Andi Ardiansyah.
“Jadwal sidang hari ini. (Tapi) hari ini vonis ditunda minggu depan,” katanya.
Keluarga korban pencabulan tersebut, Priyo Dwi Utomo, angkat bicara terkait perjalanan kasus yang telah berlangsung sejak awal tahun 2022 tersebut.
Utomo meminta kepada penegak hukum agar menegakkan keadilan terhadap kasus pencabulan yang menimpa anak perempuannya, yang merupakan santriwati pondok pesantren di Tenggarong yang pernah dipimpin Abu.
“Keadilan itu harus ditegakkan dengan seadil-adilnya. Jangan ibaratnya hukum itu hanya tajam ke bawah, sedangkan di atas enggak nyentuh sama sekali,” tegas Utomo kepada beritaalternatif.com pada Kamis (18/8/2022) sore.
Dia menginginkan Abu dihukum sesuai hukum yang berlaku. Disinggung tuntutan terhadap mantan pimpinan pondok pesantren tersebut yang hanya 15 tahun penjara, Utomo mengaku menyerahkannya kepada aparat hukum.
“Mau dituntut seumur hidup, ya silakan. Mau dituntut dengan 15 tahun, ya silakan. Saya sih inginnya dia dihukum maksimal,” ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa hukuman maksimal perlu dijatuhkan kepada Abu agar ke depan tidak ada lagi korban lain yang merasakan hal serupa seperti anaknya.
Ia termotivasi melaporkan Abu kepada aparat kepolisian supaya ke depan tidak ada lagi korban lain. Kemudian, orang-orang sebelumnya yang diduga sebagai korban pencabulan Abu merasa terwakili dengan laporan yang dilayangkan keluarganya.
Dia menduga terdapat korban-korban lain selain putrinya yang telah dicabuli dan diperkosa oleh Abu. “Kalau bisa mereka juga mendukung laporan kami,” harapnya.
Utomo juga mengaku sakit hati dengan perbuatan penceramah yang kerap berceramah di berbagai kecamatan di Kukar tersebut. “Apalagi anak saya sendiri yang jadi korbannya,” ujar dia.
Ia pun mengaku tak puas dengan penanganan kasus tersebut. Proses penyelidikan, penyidikan, penahanan, hingga persidangan terdakwa dinilainya bertele-tele.
Saat melaporkan kasus tersebut, ia harus mengorbankan banyak waktunya. “Saya ini orang kecil. Saya hanya petani. Kalau waktunya banyak terbuang, ya kasihan juga yang di rumah,” jelasnya. (um)