Oleh: Ibrahim Amini*
Dari sisi sebagai hewan, manusia mempunyai kecenderungan-kecenderungan hewani yang bermacam-macam, yang bersumber dari insting-insting yang terdapat dalam dirinya. Manusia butuh kepada berbagai macam makanan dan minuman, mempunyai rasa lapar dan haus, merasa lezat dengan makan dan minum, merasa lezat dengan berbagai kelezatan seksual dan mencarinya, membutuhkan pakaian dan tempat tinggal, yang dengannya ia dapat menjaga dirinya dari panas dan dingin dan berbagai macam bahaya.
Dalam kebutuhan-kebutuhan ini manusia persis seperti hewan, hanya saja makanan, pakaian dan tempat tinggal hewan bersifat sederhana dan alami sementara makanan, pakaian dan tempat tinggal manusia bermacam-macam dan kebanyakannya tidak alami. Dengan memanfaatkan pengalaman dan ilmunya dan juga alam ini manusia menciptakan berbagai macam jenis makanan, pakaian dan tempat tinggal, supaya lebih dapat mengambil kelezatan darinya, dan telah keluar dari kebutuhan alaminya. Demikian juga dengan pemenuhan hasrat seksual, manusia telah keluar dari kebutuhan alaminya yaitu untuk melahirkan dan memperbanyak keturunan, dan telah berubah ke dalam bentuk pemujaan syahwat.
Untuk kesehatan dan kelangsungan hidupnya dan juga untuk menjaga kelangsungan keturunannya manusia memerlukan makanan, air, tempat tinggal dan pasangan, dan untuk memenuhinya manusia harus bekerja dan berusaha. Jika manusia menjaga keseimbangan dalam semua ini maka tidak akan muncul kesulitan dan ia akan mempunyai kehidupan yang bahagia.
Akan tetapi, kecenderungan-kecenderungan hewani tidak mengenal batas dan ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara bebas tanpa batas dan syarat. Jika kecenderungan-kecenderungan hewani ini bebas lepas, ia akan menawan diri insani dan menjerumuskannya ke dalam lembah kesengsaraan dan kehancuran.
Di sinilah, sifat-sifat hewani menampakkan wujudnya dengan jelas, seperti sifat rakus, memuja harta, boros, memuja kesenangan, zalim dan tidak adil, permusuhan, agresif, merampas harta, mencuri, menghina, meremehkan, hasud, dendam, memuja syahwat, sombong, memuja kedudukan, perang dan membunuh dan puluhan sifat-sifat buruk lainnya yang bersumber dari sifat egois dan memperturutkan kecenderungan-kecenderungan hewani.
Rasulullah saw telah bersabda, “Musuh terbesarmu adalah nafsumu yang berada di antara kedua pinggangmu.”
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Waspadalah, jangan sampai syahwat menundukkan hatimu, karena pada mulanya ia memilikimu lalu pada akhirnya ia menghancurkanmu.”
Imam Ali as juga berkata, “Keburukan terpendam pada diri setiap orang, jika tuannya mampu menundukkannya maka ia bersembunyi dan jika tidak mampu menundukkannya maka ia menampakkan diri.”
Beliau as juga berkata, “Kemenangan syahwat adalah sebesar-besarnya kehancuran, dan kemampuan mengalahkannya adalah sebaik-baiknya kepunyaan.”
Oleh karena itu, para pendidik harus menjaga keseimbangan dalam memenuhi kecenderungan-kecenderungan hewani anak, dan memperingatkan mereka dari sikap ekstrem lemah (ifrâth) dan ekstrem kuat (tafrîth).
Para pendidik harus memperhatikan makanan yang dibutuhkan, pakaian, tempat tinggal dan kesehatan anak didik supaya mereka tumbuh dengan sehat, namun mereka juga harus waspada jangan sampai makan dan minum dan pemenuhan berbagai kelezatan menjadi tujuan hidup bagi anak didik.
Akhlak Baik dan Akhlak Buruk
Mengenai definisi akhlak, para ahli berkata, Akhlak adalah sifat dan keadaan yang mendarah-daging dalam diri, sehingga badan tidak perlu berpikir untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang keluar darinya.
Oleh karena itu, akhlak termasuk sifat diri yang tetap. Terkadang juga kata akhlak dialamatkan kepada perbuatan-perbuatan tersebut. Sebagai contoh, berkata benar dan berkata dusta disebut sebagai akhlak baik dan akhlak buruk.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang semua manusia di setiap zaman dan setiap tempat bersepakat tentang kebaikan atau keburukannya, dan akal sehat manusia dapat memahami kebaikan atau keburukannya. Dari sisi sebagai manusia, manusia memandang dirinya harus mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang buruk.
Islam memandang ruh manusia sebagai permata berharga yang terbebas dari materi dan berasal dari alam malakut, yang tentunya menginginkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, yaitu akhlak-akhlak utama. Ruh manusia memahami keutamaan akhlak-akhlak yang baik dan mendapati kesesuaiannya dengan kesempurnaan jiwanya dan menginginkannya. Ruh manusia memandang akhlak yang baik sebagai kesempurnaan bagi manusia dan menetapkan bahwa ia harus mengamalkannya.
Jika manusia kembali kepada fitrah sucinya dan berpikir secara baik jauh dari hawa nafsunya niscaya ia akan dapat memahami akhlak-akhlak utama dan akhlak-akhlak yang buruk. Seluruh manusia memiliki kemampuan pemahaman yang seperti ini, namun jika ditemukan ada sebagian manusia yang tidak memiliki kemampuan pemahaman yang seperti ini maka dapat dipastikan cahaya akalnya telah dipadamkan oleh hawa nafsunya.
Secara umum, akhlak dapat dibagi kepada dua kelompok: akhlak baik dan akhlak buruk. Masing-masing dari keduanya ini pun terbagi lagi ke dalam dua kelompok: akhlak individu dan akhlak sosial. Di sini, secara singkat saya akan memberikan penjelasan tentang keduanya.
Akhlak Baik
Akhlak baik individu seperti: mengingat Allah, tawakal kepada-Nya, merasa ridha dan menerima dengan apa yang Allah ridhai, melakukan perbuatan dengan ikhlas untuk Allah, optimis, sabar, sifat tidak butuh kepada selain Allah, berani, teguh, ulet, tegas, ketenangan dan ketenteraman jiwa, dan sifat-sifat lain yang seperti ini.
Adapun akhlak baik sosial ialah tingkah laku yang baik, perkataan yang baik, rendah hati, menghormati orang lain, berkorban, membela orang-orang yang teraniaya dan orang-orang yang lemah, menginginkan kebaikan, berbuat kebajikan kepada orang lain, amanah, menepati janji, berkata benar, menjaga rahasia, bersikap lembut, menutupi aib orang lain, berbuat baik kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada anak, menyambung tali silaturahmi, menjaga hak dan kewajiban antara suami istri, berusaha memenuhi kebutuhan orang-orang mukmin, peduli terhadap urusan kaum Muslim, berlaku baik kepada tetangga, menjaga hak-hak orang lain, memberikan manfaat kepada masyarakat, bersikap pemaaf, dan sifat-sifat lain yang seperti ini.
Akhlak Buruk
Akhlak buruk individu adalah riya, hasud, marah, jiwa yang labil, putus asa, cemas, cinta dunia, cinta kedudukan dan ketenaran, takut, rakus, tamak, merasa tidak aman dan tidak ada ketenangan jiwa, peragu, tidak merasa puas dengan apa yang Allah berikan, lemah tekad dan keinginan, dan yang semacamnya.
Adapun akhlak buruk sosial ialah panjang lidah, perilaku kasar, sombong, meremehkan orang lain, zalim, tidak membela orang-orang lemah dan tertindas, niat buruk, menyakiti orang lain, khianat terhadap amanah, melanggar perjanjian, berkata dusta, menyebarluaskan aib orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain, berperilaku buruk terhadap ayah dan ibu, berperilaku buruk terhadap anak, memutus tali silaturahmi, menyakiti tetangga, tidak menjaga hak-hak suami istri, tidak peduli terhadap urusan kaum Muslim, tidak melaksanakan kewajiban, kikir, mengadu domba, membantu orang zalim, menyebarluaskan fitnah, berbuat makar, menuduh, membicarakan orang lain (ghibah), berperilaku boros, menipu, dan lain sebagainya.
Yang disebutkan di atas hanya merupakan sekelumit dari akhlak-akhlak baik dan akhlak-akhlak buruk yang harus mendapat perhatian para pendidik. (*Tokoh Pendidikan Islam)