BERITAALTERNATIF.COM – Imam Ja’far Shadiq as menghadapi berbagai kesulitan selama hidupnya, dari akhir pemerintahan Abdul Malik bin Marwan hingga pertengahan kekhalifahan Manshur. Beliau hidup pada masa beberapa khalifah Bani Umayah, dan menjadi Imam setelah ayahnya, Imam Muhammad Baqir as wafat pada tahun 114 H. Masa hidup Imam Ja’far as penuh tantangan, seperti fitnah dan pemberontakan.
Selama periode keimamahannya, kekuasaan Bani Umayyah melemah hingga akhirnya digulingkan dan digantikan oleh Bani Abbasiyah. Kelemahan pemerintahan dan kurangnya pengawasan memberikan kesempatan bagi Imam Ja’far Shadiq as untuk mengembangkan kegiatan ilmiahnya.
Penyebab utama ketidakpuasan masyarakat terhadap Bani Umayyah adalah karena kebijakan keuangannya yang sangat menekan rakyat. Mereka menentukan harga kebutuhan pokok, membeli dengan harga rendah, lalu menjualnya kembali dengan harga tinggi. Para petani menjadi korban utama.
Selain itu, rakyat dikenai pajak yang berat dan tambahan pajak lainnya, termasuk menghidupkan kembali pajak Sasaniyan (hadiah-hadiah tahun baru) yang bisa mencapai jutaan. Abdul Malik juga menerapkan pajak sebesar empat dinar per orang di kawasan Jazirah, memandang mereka sebagai buruh negara. Penguasa daerah bertindak sewenang-wenang, merampas harta rakyat dan meningkatkan pajak demi menyenangkan para khalifah. Gubernur Khurasan sendiri memiliki kekayaan hingga 36 juta dirham.
Problem Pajak
Saat Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, ia memperbaiki aturan pajak dan menghentikan pemaksaan pengambilan pajak. Banyak pajak dihapus, dan ia bersikap toleran dalam pengumpulan pajak wajib di wilayah-wilayah yang sensitif secara politik. Namun, setelah dua tahun, ketika Yazid II menggantikannya, kebijakan pajak yang menindas kembali diterapkan. Keadaan semakin buruk, para penguasa daerah dengan kejam memungut berbagai jenis pajak. Jabatan pemerintahan kembali dijadikan alat untuk mengumpulkan kekayaan pribadi.
Ada kisah menarik di masa Umar bin Abdul Aziz. Seorang bernama Bilal bin Abi Burdah dikenal religius dan rajin ke masjid. Berita ini sampai kepada Umar, yang berencana menjadikannya gubernur Irak. Umar meminta Ala bin Abi Bandar untuk menguji niat Bilal. Ala menawarkan jabatan tersebut dengan syarat Bilal membayar 20 juta dirham, dan Bilal setuju. Ala kemudian melaporkan sifat asli Bilal kepada Umar.
Para pemungut pajak pada masa Bani Umayyah biasanya adalah pemimpin kabilah yang melakukan tugas ini dengan keras. Pajak ditarik per kepala, bukan per tanah, dan bahkan mereka yang masuk Islam tetap dikenai pajak, yang bertentangan dengan syariat. Kebijakan ini menghambat penyebaran Islam karena Bani Umayyah lebih mementingkan pendapatan ekonomi.
Para Mawali dan Revolusi
Politik diskriminasi dan nepotisme Bani Umayyah menimbulkan kebencian di kalangan mawali terhadap orang Arab dan pemerintahan rasialis mereka. Hal ini menjadi salah satu penyebab kejatuhan Dinasti Bani Umayyah, meskipun gerakan penentangan dan revolusi umumnya dipimpin oleh orang Arab sendiri.
Walaupun Bani Umayyah menerapkan politik nepotisme, banyak mawali yang menempati posisi penting. Beberapa di antaranya memegang jabatan tinggi di bidang administrasi, perpajakan, intelijen, dan militer. Contohnya, Sarjun bin Manshur di masa Muawiyah, Abdurrahman bin Darraj, Mirdas, dan Jinah di masa Abdul Malik. Bahkan di bawah Hajjaj, yang mengusir ribuan mawali dari Irak, ada mawali yang tetap berperan dalam pemerintahan.
Sebab-Sebab Keruntuhan Pemerintahan
Menuduh kaum mawali bahwa mereka berada di balik keruntuhan Dinasti Umayyah adalah upaya yang gagal untuk menutupi kesalahan Bani Umayyah.
Tidak diragukan bahwa mereka telah melancarkan propaganda luas untuk menanamkan ke dalam hati semua orang bahwa mereka adalah para pemimpin umat yang sah dan syar’i dan oleh sebab itu Allah telah membebaskan mereka dari api neraka. Lihatlah Muslim bin Uqbah, ketika maut menjemputnya, sementara dia dalam perjalanan untuk menjarah kota Mekkah sebagaimana yang telah dia lakukan terhadap kota Madinah dan menyembelih penduduknya, berkata bahwa perbuatan yang paling dia sukai setelah syahadat adalah membunuh warga Madinah.
Propaganda Bani Umayyah juga telah menutup-nutupi hadis-hadis Nabi yang dengan keras memerintahkan kepada para pemimpin agar menegakkan keadilan. Mereka juga mengaburkan peringatan-peringatan Nabi saw berkenaan dengan orang-orang bodoh dari Quraisy yang akan menguasai negeri dan umat Islam.
Benar, propaganda Bani Umayyah dan antek-anteknya telah berusaha mengacaukan hadis-hadis sahih, seperti yang diriwayatkan dari Abu Dzar, dari Umar bin Khatab, dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, “Sebaik-baik posisi manusia di sisi Allah di Hari Kiamat akan dimiliki oleh pemimpin yang adil dan lemah lembut. Sedangkan seburuk-buruk posisi di sisi Allah akan dimiliki oleh pemimpin yang zalim dan kasar.”
Mesin pemalsu dan penyimpang hadis bekerja siang-malam sehingga banyak sekali menghasilkan hadis palsu dan menyimpang.
Di antaranya, dari Ibnu Umar berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Akan datang kepada kalian seorang lelaki dari ahli surga. Lalu muncullah Muawiyah. Besoknya, beliau berkata seperti itu lagi, dan yang muncul adalah Muawiyah. Besoknya lagi beliau juga berkata seperti itu, muncul pula Muawiyah.” (Al-Hilyah, jil. 10, hal. 293)
Demikian pula hadis tentang doa Nabi saw. Haitsami menulis sebuah buku berkenaan dengan keutamaan-keutamaan Muawiyah, tetapi semua itu tidak mampu bertahan menghadapi realitas sejarah dan kritik para sejarawan. (Lisan al-Mizan, jil.1, hal.300, hadis ke-637; jil.4, hal. 258, hadis ke-5020; Fawaid al-Majntu’ah, hal.419)
Garis Finish
Revolusi Bani Abbasiyah adalah garis finish dari serangkaian revolusi yang mengguncang Dinasti Bani Umayyah dan menghempaskannya kepada kehancuran. Tiba-tiba para algojo yang selama ini menghujani rakyat dengan segala macam bentuk siksa, kini mereka tercabik-cabik. Kisah keluarga mantan para raja dan nasib yang mereka hadapi mencerminkan parahnya kesengsaraan. Sebagian dari mereka dibunuh di padang pasir, harta kekayaan mereka dirampas dan mereka terkatung-katung berjalan ke sana kemari dengan pakaian compang-camping sehingga sebagian orang memberikan sedekah kepada mereka. Lalu mereka memalingkan wajah-wajah mereka ke arah Mekkah dengan pakaian pekerja kasar.
Sedangkan Marwan, Si Keledai, kepalanya telah dipenggal, lalu panglima pasukan musuh duduk di atas tempat tidurnya. Dia meletakkan kepala Marwan di pangkuan anak perempuannya dan mulai mengata-ngatainya. Kemudian anak perempuan itu berkata kepadanya, “Hei Amir! Nasib telah menurunkan Marwan dan mendudukkanmu di atas tempat tidurnya, hingga kau memakan makan malamnya. Belajarlah dari semua itu dan sadarlah jika kau bisa berpikir dan berakal.”
Kubur-kubur Bani Umayyah tidak selamat dari gelombang balas dendam berdarah. Kubur Muawiyah dibongkar, tetapi mereka tidak menemukan apa-apa selain sebaris abu. Jasad Hisyam dikeluarkan lalu dicambuk, kemudian dibakar dan abunya ditebarkan dan ditiup angin lalu. (*)
Sumber: Disarikan dari buku Universitas Imam Ja’far Shadiq: Pengaruhnya pada Mazhab-Mazhab dan Universitas Lain—Assad Haidar