BERITAALTERNATIF.COM – Mata umumnya beradaptasi dengan kebutuhan hidup organisme dan lingkungan yang menyandangnya. Misalnya, distribusi fotoreseptor cenderung sesuai dengan area yang membutuhkan ketajaman tinggi, dengan organisme pemindai horison, seperti makhluk hidup di dataran Afrika, memiliki garis horisontal ganglia dengan kepadatan tinggi.
Sedangkan makhluk hidup yang bertempat tinggal di pohon yang membutuhkan penglihatan serba baik cenderung memiliki distribusi ganglia simetris, dengan ketajaman menurun saat semakin jauh dari pusat.
Tentu saja, untuk kebanyakan jenis mata, tidak mungkin menyimpang dari bentuk bola, sehingga hanya densitas reseptor optik yang bisa diubah.
Pada organisme dengan mata majemuk, jumlah omatidia dan bukan ganglia yang mencerminkan daerah dengan perolehan cahaya tertinggi.
Mata superposisi dibatasi pada bentuk bola, tetapi mata majemuk jenis lainnya dapat berubah menjadi bentuk yang memiliki lebih banyak omatidia yang selaras dengan, katakanlah, cakrawala, tanpa mengubah ukuran atau kepadatan omatidia individu.
Mata organisme pemindai horison memiliki tangkai sehingga bisa dengan mudah diselaraskan dengan cakrawala ketika berada di tempat miring, misalnya jika hewan itu berada di lereng.
Perpanjangan dari konsep ini adalah bahwa mata predator biasanya memiliki zona penglihatan yang sangat tajam pada pusatnya, untuk membantu identifikasi mangsa. Pada organisme perairan dalam, mungkin bukan pusat mata yang membesar.
Amphipoda hyperiidea adalah hewan perairan dalam yang memakan organisme di atas mereka. Mata mereka hampir terbagi menjadi dua, dengan daerah bagian atas diperkirakan terlibat dalam mendeteksi siluet mangsa potensial—atau pemangsa—terhadap cahaya langit yang samar di atasnya.
Dengan demikian, hyperiidea pada perairan yang lebih dalam, dengan perbandingan antara cahaya dan bayangan siluet sulit dibedakan, memiliki “mata bagian atas” yang lebih besar, dan mungkin kehilangan mata bagian bawah.
Persepsi kedalaman dapat ditingkatkan dengan memiliki mata yang membesar pada satu arah, sedikit mendistorsi mata memungkinkan jarak objek dapat diperkirakan dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Ketajaman lebih tinggi dimiliki oleh organisme jantan yang kawin di udara, karena organisme jantan ini harus bisa mengenali dan menilai calon pasangan dengan latar yang sangat besar.
Di sisi lain, mata organisme yang dipakai pada tingkat cahaya rendah, seperti sekitar fajar dan senja atau di perairan dalam, cenderung lebih besar untuk meningkatkan jumlah cahaya yang bisa ditangkap.
Bukan hanya bentuk mata yang mungkin berdampak pada gaya hidup. Mata bisa menjadi bagian organisme yang paling terlihat, dan ini bisa bertindak sebagai tekanan pada organisme yang memiliki mata yang lebih transparan dengan biaya fungsi.
Mata dapat terpasang pada tangkai untuk memberikan penglihatan serba lebih baik, dengan mengangkatnya ke atas karapas organisme. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk melacak predator atau mangsa tanpa menggerakkan kepala.
Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan, atau daya pisah, adalah “kemampuan untuk membedakan detail halus” dan merupakan sifat dari sel kerucut.
Ketajaman penglihatan sering diukur dalam siklus per derajat, mengukur resolusi sudut, atau seberapa jauh mata dapat membedakan satu objek dengan objek lain dari segi sudut penglihatan.
Resolusi dalam siklus per derajat dapat diukur menggunakan grafik batang dengan perbedaan jumlah siklus garis putih/hitam.
Misalnya, jika masing-masing pola memiliki lebar 1,75 cm dan ditempatkan pada jarak 1 m dari mata, akan membentuk sudut 1 derajat, sehingga jumlah pasangan garis putih/hitam pada pola akan menjadi ukuran siklus per derajat pola itu.
Angka tertinggi yang bisa dilihat oleh mata sebagai garis-garis terpisah, atau yang membedakan dari blok abu-abu, adalah pengukuran ketajaman penglihatan.
Untuk mata manusia dengan ketajaman yang sangat baik, resolusi teoretis maksimum adalah 50 siklus per derajat (1,2 menit busur per pasangan garis, atau 0,35 mm pasangan garis pada jarak 1 m).
Seekor tikus hanya mampu memisahkan sekitar 1 sampai 2 siklus per derajat. Seekor kuda memiliki ketajaman yang lebih tinggi melalui sebagian besar bidang penglihatan matanya dibandingkan dengan yang dimiliki manusia, tetapi tidak serupa dengan ketajaman daerah fovea pada pusat mata manusia.
Aberasi sferis membatasi resolusi pupil berdiameter 7 mm hingga sekitar 3 menit busur per pasangan garis. Pada pupil berdiameter 3 mm, aberasi sferis sangat berkurang, meningkatkan resolusi sekitar 1,7 menit busur per pasangan garis.
Resolusi 2 menit busur per pasangan garis, setara dengan celah 1 menit busur pada optotipe, sesuai dengan 20/20 (penglihatan normal) pada manusia.
Namun, resolusi pada mata majemuk berkaitan dengan ukuran omatidia tunggal dan jarak antar omatidia yang bersebelahan.
Secara fisik ukuran omatidia tidak dapat dikurangi untuk mencapai ketajaman seperti yang terlihat dengan mata berlensa tunggal pada mamalia.
Mata majemuk memiliki ketajaman yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan mata vertebrata.
Persepsi Warna
Penglihatan warna adalah kemampuan organisme untuk membedakan cahaya dengan kualitas spektral yang berbeda.
Semua organisme terbatas pada rentang spektrum elektromagnetik yang sempit, bervariasi antar makhluk hidup, tetapi sebagian besar mampu melihat panjang gelombang antara 400 hingga 700 nm.
Rentang ini merupakan bagian yang kecil dari spektrum elektromagnetik, mungkin mencerminkan evolusi organ dari makhluk hidup bawah laut: air menghalangi semua kecuali dua jendela kecil spektrum elektromagnetik, dan tidak ada tekanan evolusioner pada hewan darat untuk memperluas rentang ini.
Pigmen yang paling sensitif, rodopsin, memiliki respons puncak pada 500 nm. Perubahan kecil pada gen yang mengodekan protein ini dapat mengubah respons puncak beberapa nm.
Pigmen pada lensa juga dapat menyaring cahaya masuk dan mengubah respons puncak. Banyak organisme tidak dapat membedakan warna, melihat dengan warna abu-abu, yang menunjukkan bahwa penglihatan warna memerlukan berbagai sel pigmen yang terutama sensitif terhadap rentang spektrum yang lebih kecil.
Pada primata, tokek, dan organisme lainnya, sel pigmen ini berbentuk sel kerucut, yang kemudian sel batang yang lebih sensitif berevolusi dari sel ini.
Bahkan, jika organisme secara fisik mampu membedakan warna yang berbeda, hal ini tidak berarti bahwa organisme tersebut dapat merasakan warna yang berbeda, hanya dengan tes perilaku hal ini dapat disimpulkan.
Kebanyakan organisme dengan penglihatan warna mampu mendeteksi sinar ultraviolet. Cahaya dengan energi tinggi ini mampu merusak sel reseptor.
Dengan beberapa pengecualian (ular dan mamalia berplasenta), kebanyakan organisme menghindari efek ini dengan memiliki tetesan minyak penyerap di sekitar sel kerucutnya.
Alternatifnya, organisme yang telah kehilangan tetesan minyak ini dalam perjalanan evolusinya membuat lensa yang tahan terhadap sinar ultraviolet, menghalangi kemungkinan adanya sinar ultraviolet yang terdeteksi hingga tidak sampai ke retina.
Sel Batang dan Kerucut
Retina memiliki dua jenis sel fotoreseptor mayor yang peka cahaya dan digunakan untuk penglihatan: sel batang dan sel kerucut. Sel batang tidak dapat membedakan warna, tetapi bertanggung jawab dalam penglihatan pada cahaya rendah (skotopik) monokrom (hitam putih).
Sel batang bekerja dengan baik pada cahaya redup karena mengandung pigmen, rodopsin (ungu), yang sensitif pada intensitas cahaya rendah, tetapi jenuh pada intensitas yang lebih tinggi (fotopik).
Sel batang tersebar ke seluruh retina kecuali fovea dan bintik buta. Kepadatan sel batang lebih besar pada retina perifer dibandingkan pada retina sentral.
Sel kerucut bertanggung jawab dalam penglihatan warna. Sel ini membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk berfungsi dibandingkan dengan cahaya yang dibutuhkan sel batang.
Pada manusia, terdapat tiga jenis sel kerucut, yaitu: sel kerucut yang sangat peka terhadap panjang gelombang panjang, panjang gelombang menengah, dan panjang gelombang pendek (sering disebut sebagai merah, hijau, dan biru secara berurutan, meskipun puncak sensitivitasnya tidak benar-benar pada warna ini).
Warna yang terlihat adalah gabungan efek stimulus dan respons dari ketiga jenis sel kerucut ini. Sel kerucut sebagian besar terkonsentrasi dan dekat fovea. Hanya sedikit yang terdapat di sisi retina.
Objek terlihat paling tajam pada fokus ketika gambar jatuh di fovea, seperti ketika seseorang melihat objek secara langsung.
Sel kerucut dan batang dihubungkan melalui sel antara di retina ke serabut saraf optik. Ketika sel batang dan kerucut dirangsang oleh cahaya, keduanya terhubung melalui sel yang berdampingan di dalam retina untuk mengirim sinyal listrik ke serabut saraf optik. Saraf optik mengirimkan impuls melalui serabut saraf ini ke otak.
Pigmentasi Mata
Molekul pigmen yang digunakan mata bervariasi, tetapi perbedaan ini dapat digunakan untuk menentukan jarak evolusioner antara kelompok yang berbeda, dan juga dapat menjadi bantuan dalam menentukan kelompok mana yang terkait erat–walaupun terdapat masalah konvergensi.
Opsin adalah pigmen yang terlibat dalam fotoresepsi. Pigmen lain, seperti melanin, digunakan untuk melindungi sel fotoreseptor dari cahaya yang lolos dari samping.
Kelompok protein opsin berevolusi jauh sebelum nenek moyang terakhir hewan, dan terus melakukan diversifikasi sejak saat itu.
Terdapat dua jenis opsin yang terlibat dalam penglihatan, yaitu c-opsin yang berasosiasi dengan sel fotoreseptor bersilia dan r-opsin yang berasosiasi dengan sel fotoreseptor rabdomer.
Mata vertebrata biasanya mengandung sel bersilia dengan c-opsin dan mata invertebrata (bilaterian) memiliki sel rabdomer dengan r-opsin.
Namun, beberapa sel ganglion vertebrata mengekspresikan r-opsin, menunjukkan bahwa nenek moyang vertebrata menggunakan pigmen ini dalam penglihatan, dan sisa-sisa itu bertahan di mata.
Demikian juga, telah ditemukan bahwa c-opsin diekspresikan di otak beberapa invertebrata. C-opsin ini mungkin telah diekspresikan oleh sel bersilia pada mata larva, yang kemudian diserap ke otak pada metamorfosis ke bentuk dewasa.
C-opsin juga ditemukan di beberapa mata invertebrata bilaterian yang diturunkan, seperti mata palium dari moluska bivalvia, tetapi mata lateral (yang mungkin merupakan tipe nenek moyang untuk kelompok ini, jika mata berevolusi sekali) selalu menggunakan r-opsin.
Cnidaria, yang merupakan kelompok luar dari taksa yang disebutkan di atas, mengekspresikan c-opsin–namun r-opsin belum ditemukan di dalam kelompok ini.
Kebetulan, melanin pada cnidaria diproduksi dengan cara yang sama seperti pada vertebrata, menunjukkan penurunan pigmen ini. (*)
Sumber: Wikipedia