Search
Search
Close this search box.

Mau Bebas dari Belitan Hutang: Carilah Jalan ke Dalam, bukan Keluar!

Listen to this article

Oleh: Among Kurnia Ebo*

Waspadalah terhadap pola kehidupan. Sebelum masuk dan terpuruk dalam pusaran yang tak berkesudahan. Jika jalan keluar atas masalah selalu mentok maka berbaliklah. Carilah jalan ke dalam. Karena nasib baik atau buruk semua ada polanya.

Dalam perjalanan saya berjumpa dengan banyak komunitas di berbagai kota, ada satu hal yang itu menjadi problem umum dan dijumpai merata si semua tempat. Apa itu? Problem hutang!

Advertisements

Ya, keluhan hutang menjadi problem yang merata. Mengapa mereka mengeluh tidak mampu menyelesaikan problem hutangnya? Mengapa mereka rasanya semakin terpuruk dan terbelit dengan hutang.Tak selesai-selesai hutangnya, tak berubah nasib hidupnya. Seolah apa pun cara dan jalan keluar yang ditempuh tak ada yang menjadi solusi cespleng!

Padahal, sejatinya mereka tidak punya niat untuk tidak membayar hutangnya. Niatnya pasti ada, tapi prakteknya kedodoran. Mereka merasa tidak menemukan kesempatan untuk menyelesaikan hutangnya. Perilaku itu yang akan membawanya masuk semakin dalam dalam pusaran hutang dan akan sangat mengganggu kualitas hidup mereka.

Bagaimana jalan keluarnya? Ataukah justru bukan jalan keluar yang dibutuhkan? Tapi, jalan lain yang lebih efektif. Apa itu? Saya menyebutnya sebagai jalan ke dalam!

Saya pernah membuat eksperimen tentang hal ini. Semacam riset sederhana. Untuk mencari jawaban mengapa orang-orang bisa terpuruk dalam belitan hutang dan tidak bisa menuntaskan masalahnya itu. Hutangnya semakin berkepanjangan dan menjadi pola permanen sehingga susah diurai. Semakin pelik seperti benang kusut.

Eksperimen itu adalah saya menyengaja untuk memposisikan diri sebagai pihak yang tidak berhutang. Tapi sebaliknya, menjadi pihak yang berada di posisi pemberi hutang. Saya siapkan uang hampir setengah miliar untuk menguji peta permasalahan ini.

Apakah artinya uang saya lagi banyak? Tidak juga! Mungkin saja malah sebenarnya duit orang-orang itu lebih banyak. Tapi, saya punya tujuan lain memang.

Misteri Hutang!

Saya ingin memecahkan salah satu misteri utang. Yang itu banyak terjadi di sekeliling kita. Jika jawaban itu ketemu maka uang segitu sebenarnya menjadi tidak besar jika manfaat yang didapat jauh lebih besar. Bisa ikut menolong orang agar keluar dari persoalan karena paham ilmu atau petanya.

Kembali ke pertanyaan inti: kenapa orang-orang yang berhutang kebanyakan akan sulit mengembalikan hutangnya dan plus ditambah menjadi sangat sulit jalan rezekinya, bahkan seringkali jalan hidupnya terasa semakin buntu?

Apakah ini kebetulan ataukah ini sebuah ilmu, ada sebab akibat dalam peristiwa itu? Artinya fenomenanya bisa dijelaskan secara ilmiah, bisa diterangkan berdasarkan pola-polanya dan bisa dijelentrehkan sabab dan musababnya. Sehingga, kalau itu pola maka nanti bisa dipetakan cara-cara untuk keluar dan mengakhiri masalah keuangannya!

Ada tiga fakta yang saya amati dari eksperimen kecil ini. Mari kita telaah bersama.

Fakta pertama, dalam rentang satu tahun itu saya memberi hutang lebih dari 20 orang. Jumlahnya sekitar Rp 480 juta. Sebetulnya awalnya ingin saya batasi hanya untuk sembilan orang saja. Tapi mungkin banyak yang mendengar dari mulut ke mulut kalau hutang ke si A itu gampang, maka jumlahnya kemudian bengkak menjadi dua kali lipatnya.

Ada yang hanya berhutang satu juta, sepuluh juta, ada yang seratus juta, bahkan ada yang hampir 200 juta. Dan semuanya tanpa ada tanda tangan hitam di atas putih. Dan itu memang saya sengaja. Asal transfer saja dan percaya dengan apa yang diminta. Pokoknya dibikin semuanya mudahlah, kan memang sudah diniati dari awal begitu. Untuk eksperimen dan riset lapangan.

Apa yang menarik dari sini? Ternyata mereka yang berhutang itu datang dengan pola yang sama. Mau berhutang dengan nominal sekian dan menyebutkan alasannya bahkan ada yang sambil menitikkan air mata. Bercucuran air mata. Persis seperti adegan dalam sinetron.

Setelah itu memperkuat dengan alasan ini itu ditambah dengan janji, sekali lagi dengan mengucap janji, bahwa uang akan dikembalikan tanggal sekian atau bulan sekian atau setelah proyeknya selesai dan uangnya cair. Beberapa orang malah berani mengucap sumpah segala. Sangat meyakinkan sebagai sebuah adegan.

Fakta yang kedua, berapa orang yang akhirnya membayar dan memenuhi pembayaran tepat sesuai janjinya? Survei membuktikan: Hanya lima orang. Artinya hanya 25 persen dari total mereka yang berhutang yang pada akhirnya mengembalikan uang yang dipinjam itu.

Bagaimana perilaku sebagian besar mereka? Hampir polanya sama. Mereka menghindar. Mematikan telepon. Dihubungi tidak direspons. Bahkan ada yang menghilang. Intinya satu, mereka pergi atau lari dari tanggung jawab dan mengingkari janjinya sendiri.  Termasuk yang bersumpah atas nama Tuhan tadi.

Fakta yang ketiga, bagaimana kehidupan mereka setelah berhutang dan kemudian lari dari kewajibannya? Apakah lebih baik atau justru lebih buruk kondisi hidupnya?

Ternyata pola yang ditemukan juga sama. Hidup mereka semakin susah semua. Secara ekonomi semakin terpuruk bahkan ada yang makin terlilit hutang dengan pihak-pihak lainnya juga. Makin bertumpuk saja hutangnya.

Secara sosial kehidupannya juga memburuk. Terisolir atau mengisolir diri dari pergaulan dan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan keluarganya juga menjadi sangat buruk. Hidup tidak tenang, keluarga tidak harmonis.

Secara spiritual hidupnya juga menjadi kacau balau. Ibadahnya berantakan, kedekatan kepada Tuhan nyaris ke titik terendah bahkan ada yang kemudian menyalah-salahkan Tuhan. Menuduh Tuhan sudah tidak adil dalam hidupnya. Tingkat emosionalnya jadi tinggi. Menjadi tamperamental dan berani menjadikan Tuhan sebagai tertuduh.

Hutan Itu Tidak Jelek!

Mengapa fakta itu bisa terjadi? Kenapa mereka yang berhutang itu tidak bisa menyelesaikan hutangnya? Kenapa kehidupannya makin terpuruk? Mengapa mereka semakin terlilit hutang yang lebih dalam?

Yang pertama, saya perlu garisbawahi hutang itu bukan hal yang buruk, bukan sebuah kejahatan, bukan suatu dosa, dan bahkan nabi pun melakukannya. Mahar untuk pernikahan pun secara fikih dibolehkan dalam bentuk atau status hutang. Hutang itu boleh, yang penting harus dan wajib dibayar sesuai janji. Tidak ada tawar-menawar soal ini.

Jadi hutang itu muamalah biasa. Buktinya yang 25% peminjam itu, faktanya mengembalikan semua. Yang bisa mengembalikan hutangnya sampai lunas ini, rezekinya juga makin lancar, dan kehidupan sosial spiritualnya juga makin baik. Kualitas hidupnya makin oke. Sering bertemu dengan keberuntungan-keberuntungan yang tak terduga-duga. Hidup yang tadinya susah bisa berbalik menjadi begitu mudah.

Nah di mana salahnya? Di mana perbedaannya? Saya mencoba menjelentrehkan dalam bahasa sederhana berdasarkan “riset perilaku” para pelaku hutang (baik yang amanah maupun yang ngemplang) yang saya amati dalam satu dua tahun terakhir ini.

Faktor Niat yang Disepelekan

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu dicermati. Coba renungkan sejumlah fenomena ini.

Pertama, kenapa Anda terjebak dalam kumparan hutang yang tak selesai?

Ini sebenarnya ada hubungannya dengan teori niat dan aksi. Maksud saya, antara niat awal dengan fakta yang terjadi sesungguhnya punya hubungan kausalitas yang erat. Fenomenanya bisa dijelaskan begini.

Kebanyakan dari mereka yang berhutang ini setelah uangnya diterima tiba-tiba berubah dari niat awalnya. Yang semula uang itu dimaksudkan untuk keperluan produktif tiba-tiba dialihkan ke keperluan lain yang biasanya konsumtif.

Ada penyimpangan niat di situ. Uang itu berpindah haluan. Ada godaan besar untuk memakainya di hal-hal lain yang tak ada dalam rencana semula. Saat uang di tangan tiba-tiba orang bisa khilaf untuk membelanjakan untuk apa saja di luar renaca semula.

Dalam agama ada ajaran bahwa semua amal itu tergantung niatnya. Niat juga menentukan hasil akhirnya. Apa yang diniatkan dan apa yang dilakukan juga dicatat malaikat.

Nah bagaimana jika niatnya sudah keliru? Tentu akan mempengaruhi hasil akhirnya. Niat yang salah akan menghasilkan tindakan dan dampak yang salah juga. Karena niatnya sudah diselewengkan maka hasil akhirnya akan sesat juga. Langkah akan terseok-seok, jalan tidak lurus, dan itu akan bikin susah diri sendiri. Niat itu di awal tapi sangat menentukan akhirnya akan bagaimana.

Jadi, faktor niat ini yang harus menjadi prioritas ketika orang mau berhutang. Jangan pernah dipakai uang itu di luar dari apa yang sudah diniatkan dari awal. Bahaya karena akan menjadi awal malapetaka yang akan jadi belenggu hidup Anda. Pakai uangnya sesuai peruntukannya. Biar ke depannya juga mudah jalanya. Ini nanti ada hubungannya dengan konsep vibrasi.

Kedua, perilaku yang salah. Ingkar janji. Hampir ini yang dilakukan semua yang berhutang itu. Ketika sudah pegang uang tidak segera dialokasikan untuk mengembalikan pinjaman. Kebiasaan menunda diteruskan di sini. Ini sepele tapi sebetulnya sangat berbahaya. Apalagi sudah menunda pembayarannya ditambah lagi susah dihubungi.

Gonta-ganti nomor HP. Ada yang pindah rumah. Menghindari pertemuan dengan berbohong. Pura-pura lupa atau menyusun berbagai alasan yang dibuat-buat. Intinya mereka bikin susah orang yang telah menolongnya.

Ini nanti ada hubungannya dengan hukum karma. Perbuatan buruk yang kita lakukan akan menghantam balik lebih keras lagi. Akibatnya nanti mereka akan terjebak lebih dalam dalam kumparan kesulitan yang tak berujung, khususnya problem keuangan yang tak kunjung selesai.

Ya, ketika Anda menunda pembayaran hutang sesungguhnya Anda sedang mengirim sinyal ke semesta agar pintu-pintu rezeki Anda dari jalan yang lain juga ditunda atau mandeg.

Mengingkari janji dalam bentuk menunda bayar hutang itu adalah bagian dari doa Anda sendiri yang mau tidak mau harus terwujud sesuai hukum alam. Cepat atau lambat. Sistem semesta ini berjalan secara otomatis.

Bukankah Allah sendiri berfirman bahwa setiap kebaikan yang kamu lakukan akan kembali ke dirimu sendiri dan setiap kejahatan akan kembali pada dirimu sendiri. Ini hukum pasti. Langsung dari Tuhan sendiri. Ini juga mudah dijelaskan dengan teori vibrasi tadi. Ini ada di QS Al-Isra ayat 7. Silakan baca! Orang tidak akan bisa mengelak dari hukum ini. Siapa pun dia.

Ketiga, Anda menjadi sulit keluar dari kumparan hutang karena ketika hutang itu tidak segera dibayar Anda masuk dalam hukum kezaliman. Apa maksudnya? Membayar hutang itu wajib dan Anda sudah berjanji dari awal. Tapi begitu dikhianati janji ini sesungguhnya Anda telah menzalimi orang lain yang telah membantu Anda.

Bagaimana rasanya dizalimi? Kita pasti paham dan pernah merasakannya: kecewa, gelisah, resah, kesal, nggondok, mangkel, marah dan seterusnya. Bagaimana doa orang ketika dizalimi? Jelas, orang yang terzalimi doanya seketika dikabulkan.

Pokoknya serba negatif dan susahlah. Yang mungkin tidak Anda tahu getaran negatif itu (vibrasi semesta) akan tersambung ke Anda karena ada medianya atau sebabnya yakni proses hutang piutang itu. Rasa kecewa, susah, sakit hati dan semacamnya itu akan tertransfer langsung ke Anda. Menumpuk ke dalam jiwa Anda. Dan getarannya terkirim ke semesta. Jika semesta mendukung, kunfayakun, apa pun bisa terjadi.

Akibatnya setiap hari Anda mengalami perasaan tidak enak. Tidak bisa tenang. Berpikir jernih pun susah. Apa pun yang Anda lakukan akan salah atau kepentok berbagai kendala. Kalau Anda masih memakai uang itu untuk bisnis pun dijamin tidak akan berhasil. Yang ada malah masalah baru. Ketipu, dicuri, hilang, duitnya dijambret dan seterusnya. Pokoknya uang itu harus ilang lagi dari tangan Anda.

Alih-alih hutang pertama terselesaikan, yang terjadi justru akan ketambahan utang baru yang kian hari kian menumpuk. Dan di situlah tanda-tanda kehancuran hidup Anda akan tampak. Sudah jatuh ketimpa tangga, kata pepatah.

Cara Keluar dari Pusaran Hutang

Lalu bagaimana agar saat dalam posisi banyak hutang itu Anda bisa segera menyelesaikannya dan justru kemudian mendapatkan bonus kemudahan aliran rezeki dari bisnis atau proyek yang bagus yang hasilnya bisa untuk menutup semua hutang dan bahkan masih punya kelebihan yang banyak yang bisa menjadi modal untuk meningkatkan kualitas hidup?

Ya tentu saja harus kembali ke ketiga hukum tadi.

Pertama, luruskan antara niat dan aksinya. Jangan tergoda untuk menyelewengkan niat. Ingat, ini sepele tapi bahaya. Terpeleset di niat imbasnya akan bikin Anda masuk dalam kumparan kesusahan berkepanjangan.

Niat itu energi. Ia bergerak dengan gelombangnya sendiri. Ia punya hukumnya sendiri yang kekal dan murni. Tidak bisa diakali. Sekali diakali dia akan berontak dan mencari caranya sendiri untuk pergi. Bahkan kadang dengan cara yang menyakitkan: ditipu teman, dijambret, dipinjam paksa saudara, kecelakaan mobil, dan sebagainya. Intinya, begitu niat diselewengkan maka akibatnya bisa lebih buruk

Kedua, begitu uang sudah ada langsung Anda bayarkan secepatnya. Jangan ditunda, agar energi positif langsung merasuk ke tubuh Anda. Begitu Anda membayar maka otak akan merekam itu sebagai memori bahwa Anda itu kaya, punya duit, Anda mampu. Buktinya bisa membayar kok meskipun dengan ngos-ngosan. Sedikit demi sedikit. Dan itulah yang nanti akan diproses otak untuk mewujudkan secara nyata: bahwa Anda mampu!

Jadi, meskipun baru punya seratus ribu, satu juta, atau berapa pun, datangi orang yang sudah membantu Anda. Tinggal bilang dan minta maaf: baru segini, tapi akan terus saya bayar sampai lunas. Semesta akan mencatat dua sinyal positif: Anda membayar, dan akan bayar sampai lunas! Setelah mencatat, semesta akan mewujudkannya!

Sebaliknya jika Anda tunda pembayarannya maka otak akan merekam itu sebagai tanda bahwa Anda memang miskin, tidak mampu, serba kekurangan. Buktinya sudah pegang uang pun tidak sanggup melepasnya untuk membayar.

Otak bawah sadar akan memprosesnya sebagai energi atau vibrasi, untuk membentuk hidup Anda akan begitu terus menerus kondisinya. Serba kurang dan tidak mampu, meski sekedar untuk membayar sebagian hutang yang seharusnya menjadi kewajiban yang diutamakan.

Secara alamiah semesta akan mematenkan cetak biru hidup Anda. Alam memberi yang Anda minta: tetap miskin, terus berhutang, kualitas hidup buruk. Anda meminta lewat sinyal perilaku, semesta mewujudkannya. Maka berhati-hatilah dengan sinyal niat dan perilaku Anda, karena energi semesta akan memprosesnya! Baik atau buruk!

Ketiga, agar Anda terhindar dari doa dan vibrasi orang yang terzalimi padahal dia sudah baik menolong Anda dengan memberi hutang, maka datangi dan mintalah kelegaan hatinya. Datangi, bicara, mintai maaf atas keterlambatan pembayaran. Atau baru bisa membayar sebagian hutang itu. Atau bahkan saat belum bisa bayar sama sekali.

Itu akan menenangkan kedua belah pihak. Jika jiwa Anda tenang maka Anda akan bisa bekerja atau berbisnis dengan baik yang akan berbuah keuntungan karena semua energi di tubuh dan pikiran sudah dibuat positif.

Pada gilirannya semesta akan mendukung semua langkah Anda menjadi positif dan akan bertemu dengan keberuntungan demi keberuntungan. Otomatis pelan tapi pasti hidup yang susah itu akan menjauh dengan sendirinya. Berganti dengan hidup yang lebih menyenangkan.

Sedekah Itu Tak Bebas Nilai

Bagaimana dengan ustad yang menganjurkan agar ketika hidup kita susah dan banyak hutang justru harus sering-sering bersedekah?

Nah itu juga benar. Sebab ketika kita memberi itu sebenarnya kita sedang mengirimkan sinyal ke otak dan semesta bahwa kita ini mampu, kaya, tidak kekurangan. Buktinya sedekah terus kok.

Sikap itu yang lagi-lagi akan diproses otak dengan mekanisme vibrasi tertentu untuk segera diwujudnyatakan. Dijadikan pribadi kaya, berlimpah, mampu, yang akan sanggup melunasi semua hutangnya.

Sudah tentu tidak cukup dengan sedekah doang. Itu potong kompas namanya. Sedekah itu leverage, daya ungkit. Tapi pada prinsipnya ikhtiar yang tiga tadi dilakukan dulu. Jadi sifatnya komplementer itu.

Ada yang ngotot bilang: saya sudah banyak sedekah kok nasib belum berubah. Belum diganti dalam jumlah yang lebih banyak?

Saya simpel saja menjawabnya! Berarti Anda belum bersedekah. Ituh, Anda masih ingat angka-angkanya. Artinya, duitnya memang sudah pergi ke panti asuhan atau fakir miskin. Tapi energinya belum. Vibrasinya belum. Getarannya belum. Masih memenuhi seluruh tubuh Anda. Masih melekat erat dalam ingatan Anda.

Bagaimana energi yang baru yang positif bisa masuk sedangkan tubuh Anda masih dipenuhi energi yang masih negatif? Tidak mungkin terjadi! Kalau sudah berniat sedekah ya lepaskan duitnya berikut energi dan vibrasinya. Jangan diingat-ingat lagi. Kosongkan dari pikiran Anda. Beri ruang bagi energi positif baru untuk masuk dan menjadikan tubuh Anda sebagai magnet rezeki baru yang tak terbatas.

Makanya kalau saat ini Anda masih berada dalam pusaran hutang yang tak selesai bisa mulai instrospeksi dan berefleksi dengan pola-pola di atas. Semoga Tuhan segera pertemukan Anda dengan jalan-jalan kemudahan sehingga bisnis Anda jadi bagus dan banjir rezeki lagi, berlimpah ruah tanpa batas.

Doa saya, semoga kita semua secepatnya terbebas dari pusaran hutang. Cari jalan ke dalam dulu agar ketemu jalan keluar dengan cara yang tak disangka-sangka! Biarkan semesta yang memprosesnya setelah sinyal-sinyal vibrasi positif kita kirim dengan sepenuhnya! (*Pengembara 5 Benua, Pewaris Ilmu Nabi Khidir)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT