Oleh: Ali Zainal Abidin Alaydrus*
Pertanian modern dan pertanian yang berbasiskan kearifan lokal adalah dua konsep yang sebagian orang dianggap saling bertolak belakang dalam pengelolaan pertanian. Pertanian modern mengacu pada penggunaan teknologi dan inovasi terbaru dalam pertanian, sedangkan kearifan lokal mengacu pada pengetahuan tradisional dan budaya lokal dalam pertanian yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun-menurun yang pada praktiknya selaras dengan alam. Sejatinya kedua konsep tersebut dapat saling melengkapi dan mendukung satu sama lain dalam membangun sistem pertanian yang berkelanjutan dan efektif.
Pertanian modern telah membawa banyak perubahan dalam produksi pertanian, seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan teknologi irigasi. Teknologi ini telah meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan dan membantu mengatasi masalah pangan di banyak negara. Namun, dampak negatif dari penggunaan teknologi pertanian modern juga terlihat, seperti masalah lingkungan dan kesehatan akibat penggunaan bahan kimia yang berbahaya.
Sedangkan kearifan lokal dalam pertanian mencakup pengetahuan dan praktik-praktik tradisional dalam budaya lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Hal ini meliputi pembukaan lahan, penanaman tanaman dengan pola musim, pengolahan tanah, sistem pengairan, penggunaan pupuk organik, dan pengendalian hama secara alami.
Kearifan lokal juga dapat memainkan peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan pengelolaan lingkungan secara bijaksana. Namun, kearifan lokal juga memiliki kelemahan, seperti efisiensi dan kemampuan yang minim untuk memenuhi permintaan pasar yang besar. Selain itu, beberapa praktik pertanian tradisional mungkin tidak sesuai dengan kondisi saat ini, seperti perubahan iklim dan masalah pangan yang semakin kompleks.
Oleh karena itu, penting untuk menemukan keseimbangan antara pertanian modern dan kearifan lokal untuk membangun sistem pertanian yang berkelanjutan dan efektif. Pertanian modern dapat mengambil manfaat dari kearifan local, seperti penggunaan pupuk organik dan pengendalian hama alami, sementara kearifan lokal dapat mengambil manfaat dari teknologi pertanian modern, seperti sistem irigasi yang modern berbasis IoT dan penggunaan varietas tanaman yang lebih produktif.
Kearifan lokal juga dapat membantu mempertahankan keanekaragaman hayati, seperti varietas tanaman lokal yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan serangan hama. Sementara itu, pertanian modern dapat membantu meningkatkan efisiensi produksi dan mengatasi masalah kebutuhan pangan yang meningkat.
Dalam konteks Indonesia, banyak kearifan lokal dalam pertanian yang telah diakui dan diapresiasi, seperti Pranoto Mongso di Jawa, Nyabuk Gunung di Jawa Barat, sistem irigasi subak di Bali, sistem pertanian ladang berpindah di Kalimantan, Tradisi Bondang di Sumatera, Kabekelo di NTT dan banyak lagi tradisi lainnya.
Namun, menghadapi tantangan zaman modern, seperti perubahan iklim, urbanisasi, dan globalisasi, penting bagi Indonesia untuk menggabungkan kearifan lokal dengan teknologi pertanian modern.
Diperlukan upaya untuk memperkuat kearifan lokal dan mengembangkan teknologi pertanian modern yang sesuai dengan kondisi lokal, sehingga dapat membangun sistem pertanian yang berkelanjutan dan efektif untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin kompleks.
Dengan demikian, sinergi antara pertanian modern dan kearifan lokal tidak hanya penting untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian, tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Melalui pendekatan ini, Indonesia dapat merangkul warisan budaya dan pengetahuan lokal yang kaya sambil mengadopsi teknologi modern untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi tantangan masa depan.
Dalam hal ini, pemerintah, akademisi, petani, swasta, dan pemangku kepentingan lainnya perlu bekerja sama untuk menciptakan kebijakan yang mendukung integrasi antara kearifan lokal dan teknologi pertanian modern.
Hanya dengan langkah-langkah konkret ini kita dapat memastikan bahwa pertanian Indonesia tetap menjadi tulang punggung ekonomi yang berkelanjutan dan mampu memenuhi kebutuhan pangan di masa mendatang. (*Dosen Tetap Prodi Agroekoteknologi Faperta Universitas Mulawarman Samarinda)