Kukar, beritaalternatif.com – Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) adalah salah satu desa yang memiliki luas wilayah sekitar 1.416 hektar.
Desa dengan penduduk sekitar 3.500 penduduk tersebut terdiri dari 11 Rukun Tetangga (RT) dan 2 dusun.
Desa yang dimekarkan dari Desa Loh Sumber pada 2011 lalu ini dihuni oleh mayoritas masyarakat bersuku Jawa. Sebagian kecil lainnya bersuku Kutai dan Bugis.
Sumber Sari memiliki luas lahan persawahan sekitar 360 hektar. Sebagai masyarakat yang mayoritas petani, Sumber Sari juga memiliki lahan untuk perkebunan sawit dan karet. Sebagian untuk kolam ikan. Beberapa lahan pun belum terpakai.
Selain memiliki lahan yang dapat digunakan untuk pertanian, Sumber Sari terkenal dengan desa yang memproduksi tanaman sayuran-sayuran seperti sawi, bayam, kangkung, tomat, kacang panjang, dan cabai.
Kepala Desa Sumber Sari, Sutarno menyebutkan, sayur-sayuran yang diproduksi masyarakat sering kali mencapai empat mobil dalam sehari. Sayur-sayuran itu dijual ke Pasar Tenggarong, Loa Janan, hingga Samarinda.
Dengan potensi di bidang pertanian yang cukup besar, Sutarno mengaku bahwa pihaknya menghadapi masalah irigasi sehingga hasil pertanian belum sesuai harapan.
Ia menyebutkan, dalam satu hektar lahan, para petani hanya memproduksi padi 4-5 ton setiap musim. “Karena belum ada irigasi dan sumber airnya. Jadi, fokus ke air hujan. Ini problem karena beberapa kali juga gagal panen. Itu mempengaruhi produksi. Obat-obatan mahal juga menjadi kendala,” kata Sutarno kepada beritaalternatif.com baru-baru ini.
Wilayah Sumber Sari terlalu jauh dengan Sungai Mahakam sehingga sulit mengalirkan air sungai tersebut ke desanya. Sebelumnya, kata Sutarno, ada program dari pemerintah provinsi untuk menyalurkan air dengan pipa, namun tidak berhasil karena lokasinya terlalu jauh.
Karena itu, dia mengaku akan membangun embung di beberapa titik sebagai alternatif untuk mengantisipasi kekeringan di musim kemarau.
Ia juga mengaku sudah melakukan survei lokasi dengan Pemkab. Pihaknya masih menunggu legalitas tanah yang dihibahkan masyarakat.
“Kalau misalnya warga membolehkan tanahnya untuk dihibahkan, kita akan bangun embung sebagai solusi untuk mengatasi masalah air ini,” tuturnya.
Lumbung Pangan
Sutarno mengatakan, pihaknya akan mengembangkan tanaman hortikultura di Sumber Sari. Pasalnya, perputaran uangnya lebih cepat dibanding tanaman lain.
Dia menjelaskan, dalam sebulan masyarakat pasti memanen sayuran sehingga perputaran ekonomi warganya lebih tinggi dibandingkan saat menanam padi.
“Petani di sini selain nanam padi, mereka juga nanam sayur, beternak, jadi enggak fokus ke satu, tapi untuk mata pencaharian itu petani,” jelasnya.
Sutarno mengakui bahwa Pemdes tidak bisa berjalan sendiri dalam menjalankan program di bidang pertanian. Karenanya, ia akan berupaya membangun kerja sama dengan Pemkab untuk membangun sarana dan prasarana seperti jalan usaha tani, saluran irigasi, embung, serta pengadaan alat pertanian.
Di sisi lain, untuk menjaga ketahanan pangan, Pemdes Sumber Sari juga menyiapkan lumbung-lumbung pangan yang dibangun dari dana desa. Sebab, kata dia, satu-satunya desa di kecamatan Loa Kulu yang memiliki lumbung pangan adalah Sumber Sari.
Dia juga akan membangun kerja sama dengan Kelompok Wanita Tani (KWT). Ia mendorong mereka memanfaatkan pekarangan rumah agar digunakan untuk menanam sayur. Hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membantu perekonomian keluarga.
“Makanya kita support dari dana desa. Tahun ini juga ada rencana program untuk ketahanan pangan melalui Pemanfaatan Pangan Lestari (PPL),” ucapnya.
Pemdes juga akan mengadakan sejumlah latih untuk mengembangkan SDM, seperti pembuatan pupuk, budi daya kelor dan latih untuk meningkatkan sektor perekonomian.
“Tahun ini ada rencana bikin kebun untuk tanam kelor karena calon pembelinya sudah ada,” tuturnya.
Sementara itu, di sektor perikanan, Sumber Sari memiliki kolam yang cukup luas. Desa tersebut tercatat sebagai penghasil bibit ikan nomor dua di Kukar setelah Desa Ponoragan. Namun masalahnya, induk ikan sering kali didatangkan dari desa lain.
Infrastruktur, Pariwisata dan Peternakan
Memanfaatkan sisa jabatan setelah memimpin Sumber Sari selama dua tahun, ia akan merealisasikan visinya memperbaiki infrastruktur desa.
Sektor lain seperti pariwisata juga akan dikembangkannya untuk menambah Pendapatan Asli Desa (PADes) Sumber Sari.
Ia pun berencana mempercantik embung yang terletak di RT 9 untuk dijadikan tempat wisata. Selain itu, tahun ini pihaknya akan memanfaatkan dana desa untuk membangun fasilitas pariwisata di Puncak Bukit Biru. “Karena itu potensial,” katanya.
“Jadi, pengembangan pariwisata kita utamakan karena kita punya SK desa wisata, cuma selama ini belum dikelola untuk menghasilkan. Tapi tahun ini kita coba bertahap mengelolanya,” lanjut dia.
Kemudian, Pemdes juga akan membangun usaha melalui BUMDes untuk meningkatkan PADes, salah satunya pengadaan pupuk untuk pertanian.
Sumber Sari juga mempunyai kelompok peternakan swasta yang fokus melakukan penggemukan sapi. Kandangnya sudah dibangun, namun sapinya belum terlalu banyak.
Ia menyebutkan, Sumber Sari adalah wilayah yang sangat strategis untuk berternak sapi karena masih banyak lahan kosong untuk menanam rumput maupun jagung sebagai alternatif pakan.
Sutarno berharap terdapat program khusus dari pemerintah daerah untuk mengembangkan peternakan di Sumber Sari. “Lokasi masih luas. Cuma belum tersentuh aja,” ujarnya.
Dengan APBDes sekitar Rp 2 miliar per tahun, ia mengaku anggaran tersebut masih sangat minim untuk membangun Sumber Sari.
Sebab, dana tersebut dialokasikan untuk membiayai aktivitas desa, sosial, pembangunan infrastruktur, BLT, Posyandu, pencegahan stunting, PAUD, honor pegawai desa, keagamaan, kesenian dan latihan peningkatan SDM.
Ia berharap terdapat dana dari APBD Kukar yang dialokasikan untuk pembangunan Sumber Sari, khususnya untuk perbaikan infrastruktur. Pasalnya, masih banyak lembaga di desa tersebut yang belum memiliki gedung. “Harapan kita bisa diperbaiki oleh pemerintah daerah,” harapnya.
Sutarno juga berharap partisipasi warga untuk bergotong royong memajukan desa. Karenanya, ia menyarankan warga tetap berpartisipasi dalam pembangunan sebagai pelaku, bukan justru menjadi penonton. “Jangan semua dibebankan ke Pemdes,” katanya.
“Ini sudah mulai bagus. Kita membangun swadaya masyarakat dulu, baru nanti Pemdes support. Alhamdulillah ini sudah mulai berjalan. Gotong royong itu harus dijaga,” pungkasnya. (*)
Penulis: Arif Rahmansyah