Oleh: Ibrahim Amini*
Rasa takut adalah fenomena universal. Setiap makhluk hidup memiliki insting rasa takut, baik dalam skala kecil maupun besar. Dalam terminologi abstrak, rasa takut itu esensial bagi keamanan manusia. Seseorang yang tidak memiliki insting rasa takut, secara psikologis tidak normal. Rasa takut ini juga yang menjadikan seseorang terhindar dari marabahaya dan menyelamatkannya dari kematian.
Oleh karena itu, rasa takut merupakan karunia Allah Swt, yang diberikan sebagai fitrah manusia. Namun, karunia ini hanya bermanfaat ketika manusia menggunakannya dengan benar. Kalau tidak, ia akan memberikan hasil yang berbahaya.
Rasa takut terbagi dalam dua bentuk: Rasa takut semu, keliru, dan tak berarti; serta rasa takut berdasar, masuk akal, dan absah.
Rasa Takut Semu (Tak Berdasar)
Kategori dari rasa takut semu ini dapat berupa rasa takut terhadap hantu dan roh-roh halus, atau rasa takut terhadap gelap dan hewan-hewan tak berbahaya (seperti kucing, tikus, katak, unta, kuda, dan lain-lain). Selain itu, termasuk juga rasa takut terhadap pencuri, mayat, peti mati, dokter dan jarum suntik; rasa takut terhadap petir, tidur sendirian, ujian, sakit dan kematian; dan masih banyak lagi rasa takut tak-berdasar seperti itu yang dapat menjadi momok seseorang bila dirinya tak dapat mengatasinya.
Ia selalu terobsesi rasa takut tersebut, dan terkadang bangun dari tidur sembari berteriak dan menjerit disebabkan mengalami mimpi buruk. Rasa takut tak berdasar ini pada hakikatnya merupakan bagian dari penyakit jiwa, yang dapat memberikan pengaruh sangat berbahaya bagi kehidupan anak di masa depan.
Seorang penakut, saat harus mengambil keputusan, akan merasa sangat tertekan. Ia akan menghindar dari bertemu orang dan akan selalu khawatir. Ia pun enggan berkumpul dengan orang lain dan lebih senang menyendiri. Beberapa penyakit jiwa dapat muncul dari rasa takut tak berdasar seperti itu. Imam Ali bin Abi Thalib berkata, “Rasa takut itu mengakibatkan bencana.”
Oleh karena itu, pendidik yang baik akan berupaya memastikan bahwa anak terbebas dari rasa takut yang tak berdasar. Kami memberikan anjuran sebagai bahan pertimbangan bagi para pendidik, sebagai berikut:
Pertama, mencegah rasa takut jauh lebih baik ketimbang mengobatinya. Cobalah memastikan bahwa anak tidak berkutat dalam suasana rasa takut yang tak berdasar. Para pakar psikologi menyatakan bahwa suara kereta api yang melaju, suara petir, guntur, angin, dan suara gaduh yang berada di dekat bayi dapat menjadi penyebab awal rasa takut pada anak. Oleh karena itu, sebisa mungkin lindungilah anak dari hal-hal tersebut.
Kedua, rasa takut itu menular. Mungkin secara alamiah, anak tidak penakut, tetapi bila orang tua dan orang-orang di sekitarnya penakut, ia akan terjangkiti kebiasaan penakut tersebut. Bila Anda menginginkan anak Anda tidak menjadi penakut, obatilah rasa takut Anda sendiri terlebih dahulu. Oleh karena itu, jangan pertontonkan rasa takut terhadap hal-hal yang tak berdasar.
Ketiga, menyaksikan film yang bertemakan kejahatan dan hukuman, melihat dan mendengarkan cerita-cerita horor, membaca dan mendengar kisah-kisah misteri, serta membaca kejadian-kejadian menakutkan, dapat berbahaya bagi anak.
Oleh karena itu, sebisa mungkin hindarkanlah anak dari hal-hal tersebut. Janganlah membicarakan seputar makhluk halus kepada anak. Bila mereka telah mendengarnya dari sumber lain, yakinkanlah ia bahwa keberadaan makhluk halus (jin) itu telah ditegaskan dalam Alquran; bahwa mereka (kaum jin) juga menjalani kehidupan seperti manusia dan tidak membahayakan kita.
Keempat, menghindari intimidasi terhadap anak saat mendidiknya. Jangan menakut-nakutinya dengan hantu dan roh-roh halus. Metode seperti ini mungkin efektif untuk sementara, tetapi dapat menyebabkan anak menjadi penakut.
Hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan anak janganlah dalam bentuk mengurungnya di tempat gelap dan sunyi. Beberapa ibu yang tidak bijaksana bahkan menirukan suara kucing atau anjing dari balik dinding untuk menghentikan tangis anaknya. Mereka tak menyadari bahaya dari hal tersebut terhadap pikiran anak.
Seseorang menulis dalam buku hariannya mengungkapkan, “Nenek kami terbiasa pergi ke ruangan lain di rumah dan berteriak dengan nada berubah-ubah, ‘Aku adalah setan yang datang ke rumah untuk memakan kalian!’ Kami pun menjadi ketakutan dan percaya bahwa itu benar-benar setan. Selama beberapa waktu, tindakan tersebut menjadikanku seorang penakut. Inilah mengapa aku tak berani sendirian di luar rumah. Sekarang, aku menjadi orang dewasa yang penakut dan gampang gelisah.”
Seorang wanita menulis, “Aku berumur lima tahun ketika sedang bermain di halaman rumah bersama sepupuku. Tiba-tiba, kami melihat sosok yang menakutkan. Ia memiliki kepala besar, mata bersinar, gigi yang panjang dan besar, pakaian hitam panjang, dan sepatu hitam besar di kakinya. Ia muncul di tengah halaman. Ia melontarkan suara-suara aneh dan bermaksud melahap kami. Kami pun berteriak dan lari menuju loteng yang gelap. Aku mencengkeram dinding kuat-kuat, sehingga jari-jemariku menjadi memar. Aku lalu jatuh tak sadarkan diri karena ketakutan. Aku pun dibawa ke dokter agar sadar kembali.”
“Semenjak itu, untuk jangka waktu lama, aku terbiasa menyembunyikan diri di sudut-sudut karena ketakutan, dan keributan sedikit saja dapat membuatku gelisah. Bahkan sampai sekarang, aku mudah sekali ketakutan dan tak dapat berkonsentrasi dalam setiap aktivitas. Baru kemudian aku mengetahui bahwa sosok tersebut adalah lelucon saudara sepupuku lainnya. Ia menaruh pot yang telah dicat di kepalanya untuk menakut-nakuti kami. Ia yang telah menyebabkan kondisi gelisahku ini.”
Kelima, bila anak Anda menjadi penakut disebabkan kelalaian Anda atau sebab lainnya, jangan abaikan kondisinya itu. Cobalah mengatasi situasi itu sesegera mungkin. Bila anak menyadari bahwa rasa takutnya itu tak berdasar, ia akan sembuh dengan sendirinya. Memarahi, mengejek, dan mempermalukannya di depan umum bukanlah jalan keluar.
Tindakan ini di satu sisi, tidak akan melenyapkan rasa takut anak, dan di sisi lain justru akan menjadikannya pemurung dan mudah sakit hati. Karena sebenarnya ia tidak ingin menjadi penakut. Kelalaian Anda dan penyebab lainlah yang menjadikannya demikian.
Oleh karena itu, cobalah menemukan penyebab rasa takutnya dengan sabar dan bijaksana. Kemudian, carilah obatnya. Bila anak takut terhadap hantu dan makhluk-makhluk halus jahat khayalan, yakinkanlah ia bahwa itu tidak ada. Katakan padanya bahwa jin itu tidak berurusan dengan manusia. Jika anak takut terhadap hewan-hewan yang tak berbahaya, perlihatkanlah kepadanya dengan tindakan bahwa hewan tersebut memang tidak berbahaya. Bila anak takut terhadap gelap, latihlah ia dengan membawanya ke ruangan yang redup. Ketika Anda hanya berduaan dengan anak di sebuah ruangan, sesekali matikanlah lampu. Kemudian, secara progresif, naikkanlah tingkat kegelapannya.
Ketika Anda berada dalam sebuah ruangan tetapi agak berjauhan dengan anak, cobalah lagi mematikan lampu sejenak. Ulangi percobaan ini dengan sabar sampai rasa takut terhadap gelap lenyap dari pikiran anak. Ingat, jangan menerapkan cara-cara keras dalam mengatasi rasa takut anak. Memaksa anak menghadapi hal-hal yang menakutkannya akan memberikan hasil negatif.
Bila anak takut pergi ke dokter dan takut disuntik, yakinkan ia dengan cinta dan kasih sayang tentang pentingnya perawatan. Terkadang, situasi menuntut anak harus dirawat di rumah sakit. Dan ini akan menjadi sulit ketika anak tak mau berpisah dari orang tua. Bila anak tetap dipaksa menginap di rumah sakit, maka itu akan menyulitkannya.
Oleh karena itu, adakalanya perlu mengenalkan anak dengan lingkungan rumah sakit. Ketika orang tua mengunjungi seorang pasien di rumah sakit, sebaiknya mereka juga membawa serta anak ke sana barang sebentar, agar ia mengenal lingkungan rumah sakit. Bertemu dokter dan perawat yang baik di rumah sakit akan membantu menghilangkan rasa takut dari pikiran anak. Sehingga, ketika memerlukan perawatan inap di rumah sakit, ia pun akan menurut.
Sebelum membawa anak ke rumah sakit, orang tua mesti meyakinkannya bahwa kesehatannya memerlukan perawatan dari para dokter dan perawat yang baik, sehingga mengharuskannya pergi ke rumah sakit agar segera sembuh. Katakan padanya bahwa Anda akan selalu mengunjunginya bersama anggota keluarga lainnya. Jangan mencoba membohongi anak. Ketika Anda harus meninggalkannya di rumah sakit, jangan katakan padanya bahwa ia harus tidur dan Anda akan tetap menungguinya. Jangan memberinya harapan semu bahwa ia tidak akan mengalami apa pun. Yakinkanlah bahwa ia sedang sakit dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar segera sembuh.
Rasa Takut yang Beralasan
Semenjak rasa takut yang beralasan pada anak itu penting, pendidik mesti bersikap cerdas dan bijaksana terhadap mereka. Sampaikanlah pada anak tentang situasi-situasi berbahaya dan bahas pula penanggulangannya. Beritahukan padanya akibat-akibat buruk dari kelalaian.
Perlihatkan padanya cara menggunakan korek api, gas, dan perangkat-perangkat listrik, serta bahaya-bahaya yang terdapat pada benda-benda tersebut. Ajarilah ia cara yang benar dalam menyeberang jalan dan kenalkanlah dengan peraturan-peraturan lalu lintas bagi pejalan kaki.
Sampaikan pada anak seputar bahaya-bahaya yang mungkin terjadi dalam hidup kesehariannya. Kenalkanlah ia dengan tindakan-tindakan aman, serta buatlah percaya diri dan tawakal kepada Allah Swt. Ia juga harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan-tantangan hidup.
Rasa takut yang beralasan lainnya adalah rasa takut terhadap kematian. Namun rasa takut berlebihan terhadap kematian merupakan penyakit jiwa. Rasa takut ini akan menjauhkan ketenangan spiritual seseorang dan menumpulkan kemampuan fisik. Oleh karena itu, perlu diambil langkah-langkah pencegahan terhadap rasa takut seperti ini.
Untuk beberapa waktu, anak belum memahami makna kematian. Sehingga, pendidik lebih baik tidak membicarakan fenomena ini. Namun, terkadang anak mempelajarinya saat kematian terjadi pada seseorang yang dekat dengannya. Sangat mungkin anak akan bertanya tentang kematian pada saat itu. Ketika anak telah mencapai usia memahami, orang tua harus menjelaskan kepadanya apa adanya.
Mereka harus mengatakan padanya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang khusus, melainkan perpindahan dari kehidupan dunia menuju kehidupan lain. Di dunia yang lain itu, ia (orang yang sudah meninggal dunia) akan memperoleh balasan surga atas perbuatan baiknya dan siksa atas perbuatan buruknya selama hidup di dunia. Setiap orang itu pasti mati suatu saat nanti.
Allah Swt berfirman dalam Alquran, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 85) Kematian tidaklah penting; melainkan perbuatan ketika hidup di dunia, itulah yang penting, di mana pembalasan di akhirat itu bergantung pada perbuatan seseorang selama hidup di dunia ini. Sementara itu, pikiran berlebihan terhadap kematian bukanlah hal yang baik. Hal itu tidak semestinya merasuki diri seseorang. Karena, semua itu akan berbahaya baginya.
Rasa takut positif lainnya adalah takut kepada Allah dan Hari Pembalasan. Rasa takut semacam ini juga tidak semestinya berlebihan sehingga menyebabkan kegelisahan seseorang.
Rasa takut kepada Allah dan Hari Pembalasan akan mendorong seseorang berbuat baik dan menghentikannya dari berbuat maksiat. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam Alquran, “Janganlah takut kepada mereka, melainkan takutlah kepada-Ku, jika kalian orang-orang beriman.” (QS. Ali Imran: 175)
Alquran juga melukiskan kesulitan dan azab di Hari Pembalasan. Oleh karena itu, pendidik yang bijaksana dan beriman akan menjelaskan pada anak tentang balasan surga dan azab neraka di akhirat kelak. Namun demikian, pendidik tidak semestinya melulu membicarakan hal itu sehingga memberikan kesan pada anak, seolah-olah Allah itu kejam terhadap hamba-Nya. Melainkan lebih memperkenalkan pada anak, sifat Mahakasih Allah Swt. (*Tokoh Pendidikan Islam)