Search
Search
Close this search box.

Menyoal Kekeliruan Pandangan Tim Hukum Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kukar Edi-Rendi

Penulis. (Istimewa)
Listen to this article

Oleh: Hendrich Juk Abeth*

Saya menanggapi pernyataan tim hukum bakal calon pasangan bupati dan wakil bupati Kukar Edi Damansyah-Rendi Solihin, yang menyatakan Edi masih bisa maju dalam Pilkada sebagai calon bupati Kukar.

Selaku Tim Hukum Dendi Suryadi-Alif Turiadi  (Deal), pendapat tersebut saya nilai telah menyesatkan publik dan tidak mencerdaskan masyarakat dalam berhukum dan berpolitik.

Advertisements

Tim hukum Edi-Rendi masih mempersoalkan hal-hal dan pokok materi yang diuraikan dalam permohonannya di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.

Persoalan yang disampaikan oleh tim hukum Edi-Rendi melalui media online tempo.co adalah hal yang telah dipertimbangkan dan diputus oleh MK.

Jabatan definitif sementara ataupun plt sebagai bupati adalah bagian dari posita permohonannya dan telah dipertimbangkan dan diputus MK.

MK telah memutusnya melalui Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023. Putusan ini dengan tegas menolak permohonan Edi. Putusan tersebut telah mengikat Edi dan publik karena sejatinya putusan MK bersifat erga omnes, bukan hanya mengikat pihak pemohon, tetapi juga publik.

PKPU Nomor 8 Tahun 2024 dan PKPU Nomor 10 Tahun 2024 ternyata juga telah sejalan dengan maksud daripada putusan MK sebagaimana pertimbangannya pada halaman 50.

Dalam fakta yang ada, Edi menjabat pada periodesasi 2016-2021 dimulai sebagai Plt Bupati Kukar pada 9 April 2018 hingga 13 Februari 2019. Dia dilantik oleh Gubernur Kaltim yang pada waktu itu dijabat oleh Awang Faroek Ishak.

Saat menjabat sebagai bupati definitf, Edi dilantik oleh Gubernur Kaltim Isran Noor pada 14 Februari 2019 hingga 25 Februari 2021.

Semua seremonial pelantikan tersebut memiliki dokumentasinya baik sebagai plt bupati maupun bupati definitif, sehingga masa jabatan Edi pada periode 2016-2021 terhitung satu periode.

Kemudian, Edi menjabat dan dilantik sebagai bupati terpilih periode 2021-2026, yang telah dijabat satu periode pula. Hal ini sebagaimana yang diakuinya dalam posita permohonannya di MK.

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 huruf c dan e PKPU Nomor 8 Tahun 2024 jo PKPU Nomor 10 Tahun 2024, hal ini bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan lagi jika Edi telah menjabat 2 kali atau 2 periode sebagai Bupati Kukar.

Saya juga menanggapi surat Mendagri dan surat Bawaslu yang dijadikan dasar oleh tim hukum Edi-Rendi untuk menafsir penghitungan masa jabatan Edi sebagaimana yang disampaikannya dalam media online tempo.co pada 30 Agustus 2024.

Pandangan tersebut merupakan hal yang keliru dalam prinsip hukum karena penghitungan masa jabatan terdapat dalam 3 putusan MK: Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009, Putusan MK Nomor 67/PUU-XVIII/2020, dan Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023.

Sehingga norma undang-undang terhadap frasa masa jabatan tersebut adalah norma yang sudah jelas, limitatif dan tuntas. Karena itu, ia bersifat tertutup. Norma hukum yang sudah jelas, limitatif dan tuntas, serta bersifat tertutup tersebut tidak dapat ditafsirkan lagi. Hal tersebut sebagaimana asas clara non sunt interpretanda yang sudah jelas tidak dapat ditafsirkan.

Dalam ilmu hukum terdapat pula adagium   yang   berbunyi, “Jika teks atau redaksi undang-undang telah jelas dan terang benderang, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya, karena penafsiran terhadap kata-kata yang jelas berarti penghancuran hukum atau interpretatio cessat in claris, interpretation est perversio.”

Semestinya tim hukum Edi-Rendi lebih cermat dalam menggunakan surat edaran sebagai dasar hukum karena putusan MK dan PKPU tersebut kedudukannya lebih tinggi daripada surat edaran. Terlebih surat edaran kedudukannya bukan peraturan perundang-undangan karena surat-surat edaran tersebut tidak dapat mengesampingkan putusan MK dan PKPU.

Apabila benar ada surat edaran Bawaslu yang disampaikan oleh tim hukum Edi-Rendi, maka kami tim hukum Deal mempertanyakan sejauh mana majelis Bawaslu menjunjung prinsip-prinsip bungalore, yang salah satunya adalah prinsip independensi dan prinsip ketidakberpihakan.

Sebab, Bawaslu akan menjadi salah satu lembaga dalam penyelesaian sengketa pelanggaran administrasi Pilkada yang juga menjalankan salah satu fungsi yudikatif apabila terdapat pihak yang keberatan dengan pencalonan Edi di Pilkada Kukar. (*Tim Hukum Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kukar Dendi Suryadi-Alif Turiadi)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements

BERITA ALTERNATIF

POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA