BERITAALTERNATIF.COM – Kuasa hukum Syamsu Arjaman atau Tikong, Lina Andriani, menyampaikan dasar-dasar pihaknya melayangkan gugatan terhadap Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Siti Nurbaya, PT Multi Harapan Utama (MHU), serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong.
Lina menjelaskan, sejak tahun 1998 Asmuni telah membuka lahan seluas 3,4 hektare di Desa Sungai Payang, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur.
Lahan yang telah dikuasai Asmuni atas persetujuan dari Pemerintah Desa Sungai Payang itu ditanami tumbuh-tumbuhan berupa padi dan buah-buahan.
Asmuni kemudian menjual lahannya yang terletak di RT 18, Dusun Sentuk, KM 6, Desa Sungai Payang itu kepada Tikong pada 25 Januari 2008.
Setelah membeli lahan tersebut, Tikong menanaminya dengan pohon sengon sebanyak 450 pohon, serta buah-buahan berupa 1 pohon kuini dan 1 pohon jeruk bali.
Lina menegaskan, pihaknya melayangkan gugatan kepada Menteri KLH Siti Nurbaya karena telah memberikan izin penetapan kawasan hutan dan izin pinjam pakai kawasan kepada PT MHU, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batu bara di Kecamatan Loa Kulu.
“PT MHU melakukan aktivitas tambang dengan cara merusak dan menggusur lahan dan tanaman milik klien kami menggunakan alat berat berupa tracktor maupun yang lainnya, sehingga tanaman dan lahan klien kami hancur,” jelas Lina.
Padahal, lanjut dia, Tikong telah menguasai dan memanfaatkan bidang tanah di kawasan hutan yang memiliki sumber penghidupan di dalam dan sekitar hutan, peduli terhadap pelestarian hutan dan lingkungan hidup yang baik dan berkualitas, serta bagian dari masyarakat yang melakukan upaya-upaya pelestarian sesuai amanah undang-undang.
“Klien kami juga memajukan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, melestarikan hutan, dan melindungi lingkungan hidup,” katanya.
Dia menyebutkan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-IX/2011, Putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011, Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012, dan Putusan MK Nomor 95/PUU-XII/2014 telah mengatur ketentuan mengenai penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang dikuasai negara, pengukuhan kawasan hutan, dan hutan adat.
Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 pun mengakui hak kepemilikan setiap warga negara, sehingga tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Tikong pun dinilainya telah memenuhi amanah Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2017, di mana ia telah menguasai lahan tersebut secara fisik dengan itikad baik dan terbuka.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.23/MENHUT- II/2012 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Atas Nama PT MHU Kukar serta pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dengan Nomor 31/I/IPPKH/PMA/2017 2017 tertanggal 09 November 2017 telah menghilangkan hak-hak Tikong. “Sehingga Menteri Kehutanan harus bertanggung jawab atas hilangnya mata pencaharian masyarakat,” tegas Lina.
Sejak Maret 2021, sebidang tanah dan tanam tumbuh milik Tikong di lahan tersebut telah rusak akibat aktivitas pertambangan batu bara yang dilakukan PT MHU. Perusahaan itu melakukan land clearing terhadap lahan dan tanam tumbuh Tikong tanpa persetujuannya selaku pemilih sah lahan tersebut.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT MHU, lanjut Lina, telah dilandaklanjuti oleh kliennya dengan cara melayangkan surat somasi kepada PT MHU pada 29 Maret 2021. Surat itu diketahui oleh Gubernur Kaltim, Bupati Kukar, Komisi III DPRD Kukar, Dinas Perkebunan Kukar, Camat Loa Kulu, dan Kepala Desa Sungai Payang.
Kata Lina, MHU juga telah melanggar sejumlah ketentuan, salah satunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Pasal 135 disebutkan bahwa pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah atau dalam hal ini Tikong.
Kemudian, Pasal 136 (1) menyebutkan bahwa pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berbunyi, “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Cara penghitungan kerugian yang dialami Tikong dapat merujuk Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2015 tentang Pedoman Penetapan Ganti Rugi Tanaman dan Beda-Benda Lain, yang berkaitan dengan tanah di wilayah Kukar.
Adapun kerugian materil yang dialami Tikong adalah kerusakan lahan seluas 3,4 hektare, 450 pohon sengon, dan 1 pohon kuini, yang jika ditotal bernilai Rp 3,8 miliar.
Selain kerugian materil, Tikong juga mengalami kerugian immaterial karena tindakan yang dilakukan oleh Siti Nurbaya, PT MHU, dan Arifin Tasrif. Kerugiannya berupa gangguan fisik, waktu, dan tenaga yang sia-sia selama satu tahun terakhir.
Karena itu, Lina mendesak para tergugat tersebut mengganti kerugian immaterial terhadap Tikong sebesar Rp 500 juta. “Gugatan ini telah didasarkan pada bukti-bukti otentik,” tegasnya. (*)