Search
Search
Close this search box.

Mugen Tsukuyomi

Listen to this article

“Tsukuyomi Tak Terbatas” (无限 月 読, Mugen Tsukuyomi) adalah jenis jutsu di serial Naruto yang disebut sebagai jurus kuat dan berbahaya yang dihasilkan dari mata Rinne Sharingan yang sempurna. Saat menggunakan jurus ini, bulan digunakan sebagai perantara antara sang pemilik jurus dengan targetnya.

Jangkauan jurus ini tidak main-main, karena makhluk hidup, termasuk hewan, yang berada di seluruh dunia terpapar cahaya bulan. Dengan begitu, dia akan masuk ke dalam jurus Mugen Tsukuyomi dan mengalami mimpi abadi.

Efek pertamanya yaitu semua orang akan tertidur dalam dunia mimpi yang tak lain dunia kebohongan. Efek lainnya Mugen Tsukyomi bukan hanya sebuah genjutsu/ilusi. Selain secara terus-menerus menunjukkan impian kepada orang-orang, jutsu itu juga menggunakan kekuatan mereka sambil membuatnya tetap hidup dengan menyerap cakra mereka melalui pohon cakra.

Advertisements

Itulah arti dari Mugen Tsukuyomi dalam animasi Jepang, Naruto. Lalu bagaimana dengan kehidupan non-fiksi saat ini? Gemerlap kehidupan sosial media dan dunia internet sebagai basis informasi bagi penggunanya banyak menyajikan tayangan-tayangan, konten-konten, pertunjukan-pertunjukan yang membentuk orientasi manusia menjadi pribadi konsumtif dalam berfikir dan berbuat yang tidak lagi mengindahkan logika dan akal sehat sebagai barometer untuk mengukur kebenaran dari informasi tersebut.

Generasi muda kita ditawarkan dengan keindahan kehidupan berpasangan yang ideal ala-ala drama korea: kesuksesan hidup dinilai ketika menjadi kaya dengan cara-cara menjual kehormatan diri demi memuaskan korporasi berupa pengiklanan dan lain-lain, dengan alasan tertentu membenarkan aktifitas yang membuang-buang waktu dengan iming-iming menjadi terkenal, pertunjukan-pertunjukan seni yang membuat generasi muda memuja figur-figur imitasi atas nama ketenaran dan kesuksesan yang patut ditiru sehingga menihilkan tokoh sejati yang dimiliki bangsa ini.

Kecantikan atau ketampanan hanya diukur dari fisik, gaya hidup mewah yang mengisyaratkan prestasi, memberikan sesuatu kepada orang lain untuk tujuan mendapatkan pujian dan segudang imajinasi-imajinasi lainnya yang bersandar pada kekuatan besar materialisme. Mengejar keinginan-keinginan yang fana ini sama halnya dengan genjutsu/ilusi.

Kehilangan identitas pada diri untuk memahami fenomenologi alam semesta dan eksistensi diri sebagai manusia membuat seseorang gamang dalam menyusun tujuan hidupnya. Kehilangan arah karena tidak memahami tugas-tugasnya akan membawa orang mengambil contoh segala sesuatu yang mudah, dengan cara pandang pragmatis.

Kesadaran untuk mengenali diri dan mempertanyakan sejarah dan misteri yang terjadi pada kondisi yang dialami setiap individu kadang mendapatkan jawaban yang cenderung dogmatis berdasarkan dalil universal yang multi-tafsir sehingga membuat orang-orang merasa jenuh karena tidak mendapatkan penjelasan yang argumentatif, ilmiah, bahkan filosofis dalam konteks kekinian.

Hal ini menimbulkan apatisme dalam pencarian kebenaran yang bertujuan untuk kehidupan yang menyempurna. Padahal cara kerja akal mestinya dinamis terhadap informasi-informasi yang berkembang.

Akhirnya orang merasa acuh terhadap hal yang esensial dalam hidupnya dan tidak mempunyai alternatif lain selain mengikuti pandangan mainstream. Skema ini persis seperti pohon suci kaguya yang mengisap cakra manusia yang terkena jutsu Mugen Tsukuyomi.

Disadar ataupun tak disadari, kekuatan global yang dinakhodai pemerintah dan korporasi Amerika Serikat (AS) dan Israel telah memainkan skema ini dengan berbagai macam kekuatannya dalam bentuk sistem yang bernama kapitalisme.

Mereka melakukan konferensi agar terbentuknya lembaga-lembaga dunia yang di mana mereka berperan besar di dalamnya untuk mendikte negara-negara yang mempunyai potensi kekayaan alam yang besar untuk diperas sebagaimana kehendak mereka.

Mereka mempunyai kekuatan militer yang dengannya bisa menginvasi negara-negara dengan alasan keamanan; mereka mempunyai media berskala besar yang mampu menutupi kejahatan-kejahatan yang dilakukan; mereka membentuk industri perfilman untuk menanamkan di alam bawah sadar kita bahwa merekalah sang adikuasa.

Di dunia pendidikan, banyak ilmuwan kita menjadikan hasil riset dari Amerika sebagai referensi yang bergengsi. Di dunia farmasi kita tergantung pada obat-obatan yang mereka produksi hingga pada gaya hidup bebas (free country) yang melegalkan seks bebas, kelainan orientasi seksual berupa LGBT sebagai hal yang biasa, serta sikap apartheid diadopsi oleh sebagian besar masyarakat kita. Bagi orang-orang di sekitar kita, Amerika adalah kiblat modern dunia yang patut ditiru.

Imajinasi dan pengeluaran negara dan masyarakat dunia kini bergantung pada pohon suci kaguya bernama kapitalisme dengan menjadikan mereka terjebak dalam ilusi tak terbatas atau Mugen Tsukuyomi.

Bagaimana kita bisa keluar dari jebakan ilusi ini? Langkah-langkah untuk membangun kesadaran adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan tanpa adanya kehendak diri untuk belajar dan open minded akan pandangan-pandangan lain. Artinya, seseorang membutuhkan orang lain yang tidak terkena ilusi untuk menyadarkannya.

Di tengah begitu banyak pandangan dunia yang mengemuka di berbagai referensi yang ada, dengan berbagai subyektifitasnya di tengah sejumlah negara juga melakukan proses hegemoni budaya melalui alat-alatnya, agar kita tidak terjebak dalam kekuatan Mugen Tsukuyomi, kita harus menjadikan logika sebagai juri untuk menilai kebenaran. Logika yang dimaksud adalah logika induktif untuk menilai hal-hal yang bersifat fisikal dan logika deduktif untuk menilai hal-hal yang abstrak.

Tak kalah penting agar tidak terjebak dalam angan-angan fana adalah menilai esensi dari setiap persoalan yang dihadapi. Kita harus mampu melihat latar belakang sejarah dan siapa yang berada di baliknya agar kita bisa memposisikan diri untuk tidak terjebak dalam dimensi ilusi tak terbatas itu. Selamat merenung. (fz)

Catatan:

Tulisan ini dibuat dengan menganalogikan sebuah cerita fiksi yang disarikan dengan muatan yang kontekstual. Hal ini menunjukkan keterbukaan penulis pada teori-teori lain namun esensinya tetap pada akar masalah yang saat ini terjadi pada fenomena sosial. Namun, para pembaca yang budiman harus tetap menjadikan logika sebagai juri dalam menilai keabsahan tulisan ini.

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT