BERITAALTERNATIF.COM – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong melakukan sidang perdana terhadap kasus pemalsuan surat tanah yang diduga dilakukan mantan Camat Sebulu yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kukar, Irianto.
Sidang perdana tersebut berlangsung pada Kamis (4/8/2022) sore di Ruang Sidang Cakra PN Tenggarong. Dalam kesempatan tersebut, Irianto dihadirkan secara daring di tahanan Polres Kukar.
Dalam surat dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang kemarin, pria kelahiran 2 Maret 1964 itu diduga melakukan pemalsuan surat tanah bersama Khoirul Mashuri (Anggota DPRD Kukar) dan Daryono selaku saksi dalam kasus ini pada Januari 2012. Pemalsuan surat tanah tersebut dilakukan di Desa Giri Agung, Kecamatan Sebulu, Kukar.
Pada tahun 2012, Daryono meminta Irianto yang kala itu menjabat sebagai Camat Sebulu untuk membuat surat tanah melalui Mashuri, yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Giri Agung.
Kemudian, Irianto meminta Daryono menemui Mashuri di Kantor Desa Giri Agung. Di saat bersamaan, Mashuri juga sedang memproses pembuatan surat tanah milik warga yang lain.
Kemudian, Mashuri meminta Daryono membuat Surat Pernyataan Pemilik/Penguasaan Surat Tanah (SPPT). Mashuri memberikannya contoh SPPT yang telah dibuat sebelumnya.
Berikutnya, Daryono menyerahkan contoh SPPT tersebut kepada H. Imur untuk kemudian diketik atau dibuatkan ulang. Setelah diketik, Daryono meminta tanda tangan kepada Mashuri.
Namun, Mashuri tidak mau segera menandatangani surat tersebut. Sehingga Ramli Rute, saksi dalam kasus ini, menelepon Irianto agar berkomunikasi dengan Mashuri, supaya SPPT tersebut segera ditandatangani.
Atas permintaan Irianto, meski Mashuri telah mengetahui bahwa lahan tersebut berada di area HTI PT SHJ, ia tetap bersedia menandatangani SPPT itu. Saat itu, Daryono mengajukan 50 SPPT.
Setelah SPPT itu ditandatangani oleh Mashuri, Daryono pun menyerahkan SPPT itu kepada Irianto. Selanjutnya, SPPT itu didaftarkan dan diregistrasi dengan nomor yang tidak terdaftar atau teregister di Kantor Camat.
Sekitar tahun 2016, Daryono mengetahui bahwa nama pemilik lahan dalam 50 SPPT itu adalah Candra Wijaya, Tukinah, Supiansyah, Yohana, Ibrahim Nur, Sufiyan Agus, Muchamad Munir, Fitri Umi Salamah, Ahmadi, Salsiah, Arnani, Misran, dan Tukino.
Daryono menjual tanah tersebut kepada Hartoyo. Lahan yang dijual ini berada di kawasan hutan. Atas kejadian tersebut, Hartoyo mengalami kerugian sekitar Rp 865 juta.
Atas perbuatannya, Irianto diduga melanggar Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) junto Pasal 55 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. (*)