Search

Musim Kemarau Panjang, Para Petani di Kukar Gagal Panen

Tanaman cabai di Desa Jembayan mengalami kekeringan akibat hujan tak kunjung turun. (Berita Alternatif/Ufqil Mubin)

BERITAALTERNATIF.COM – Cuaca panas yang terjadi di Kukar beberapa pekan terakhir mengakibatkan gagal panen sebagian petani cabai di Kelurahan Bukit Biru, Kecamatan Tenggarong.

Parmin, salah satu petani cabai, mengaku akibat cuaca panas, sejumlah cabai di kebun yang ditanamnya layu. Tak sedikit pohon cabai mengalami gagal panen.

Pria berusia 70 tahun itu menyebutkan, kelangkaan air yang terjadi di wilayah tersebut mengakibatkan hasil panen cabai dari kebunnya tidak maksimal.

Advertisements

“Karena cuaca panas, pohon cabai saya banyak yang mati. Cabainya juga banyak yang rusak,” kata Parmin, Kamis (3/8/2023).

Akibat cuaca ekstrem tersebut, ia beserta kelompok tani yang lain berencana membuat sumur bor.

Langkah itu bertujuan menyediakan air untuk tanaman, sehingga cabai yang diproduksi kembali maksimal.

“Kami berencana membuat sumur bor di sini. Entah itu dengan iuran atau bantuan dari pemerintah,” ucapnya.

Ia berharap pemerintah bisa turun langsung untuk membantu masyarakat, terutama para petani di kelurahan tersebut.

“Harapannya kami mendapatkan penyuluhan bibit cabai yang berkualitas dari pemerintah dan pemerintah bisa turun langsung dan melihat kondisi di sini,” tutupnya.

Tanggapan Ketua DPRD Kukar

Ketua DPRD Kukar Abdul Rasid merespons masalah kekeringan lahan pertanian akibat hujan yang tak kunjung turun di Kukar sekitar satu bulan terakhir.

Rasid mengakui bahwa dalam sebulan belakangan ini, Kukar menghadapi musim kemarau yang cukup ekstrem dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Akibatnya, lahan pertanian di seluruh kecamatan di Kukar mengalami kekeringan. “Saya lihat danau-danau di Hulu juga sudah mengering,” ucapnya di Kantor DPRD Kukar pada Rabu (9/8/2023).

Dia pun menyarankan Dinas Pertanian dan Peternakan Kukar serta dinas-dinas terkait di bawah naungan Pemkab Kukar untuk melihat secara langsung dampak kekeringan yang melanda lahan-lahan pertanian di Kukar.

“Kemudian coba pikirkan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh dinas terkait bagaimana untuk mengantisipasi hal ini,” sarannya.

Politisi Golkar ini juga mendorong Pemkab Kukar membuat embung ataupun memanfaatkan embung-embung yang tersedia untuk menanggulangi kekeringan di sektor pertanian.

“Supaya embung-embung itu bisa memberikan pengairan bagi petani-petani kita,” imbuhnya.

Sumber air untuk lahan pertanian juga dapat ditanggulangi dengan sistem pengeboran. Namun, Rasid mengakui bahwa sistem tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar.

Dia lebih menekankan kepada Pemkab Kukar untuk memilih solusi lain seperti pembangunan embung untuk mengairi lahan pertanian.

“Atau mungkin ada serapan-serapan air yang bisa dikelola. Mungkin itu saja yang dimaksimalkan,” katanya.

Pembangunan embung, sambung dia, bisa dilakukan dalam waktu yang relatif cepat di tengah kemarau yang melanda Kukar.

Ia menekankan, Pemkab Kukar bisa memetakkan wilayah-wilayah pertanian yang mengalami kekeringan. Kemudian, merencanakan dan melaksanakan pembangunan embung di sejumlah wilayah tersebut.

“Harapannya embung-embung itu bisa menyimpan air yang cukup lama untuk kepentingan pertanian kita,” pungkasnya.

Pemkab Kukar Harus Ambil Langkah Cepat

Anggota DPRD Kaltim dari Dapil Kukar Salehuddin mengatakan bahwa masalah ini harus ditanggapi dengan cepat oleh Pemkab Kukar.

“Saya berharap Pemkab bisa merespons dengan cepat permasalahan yang dihadapi oleh petani-petani kita,” saran dia saat ditemui di Kantor DPRD Kukar pada Rabu (9/8/2023) pagi.

Ia mengakui bahwa mayoritas petani di Kukar masih mengandalkan air dari tadah hujan untuk mengairi lahan pertanian mereka.

Karena itu, sambung dia, para petani di Kukar sangat bergantung pada curah hujan.

Kata Salehuddin, Pemkab Kukar perlu memitigasi masalah ini dengan cepat. Pasalnya, kekeringan yang menimpa lahan pertanian dapat mengakibatkan gagal panen, sehingga dapat mengganggu pasokan pangan kepada masyarakat.

“Harapannya ini segera direspons oleh pemerintah, termasuk beberapa dinas terkait. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut,” imbuhnya.

Anggota DPRD Kaltim dari Dapil Kukar, Salehuddin. (Berita Alternatif/Ufqil Mubin)

Problem pengairan di sektor pertanian, lanjut dia, harus menjadi perhatian khusus Pemkab Kukar, khususnya Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kukar.

“Jangan sampai masalah ini membawa dampak yang lebih luas,” ucapnya.

Ia juga menyarankan Pemkab Kukar membangun kerja sama dengan Pemprov Kaltim untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Koordinasi dan komunikasi antara kedua pemerintahan daerah ini, sambung dia, sangat penting saat pasokan air sangat dibutuhkan oleh para petani di Kukar.

“Lokusnya memang ada di kabupaten. Tapi, saya pikir ini juga menjadi tanggung jawab Pemprov. Bagaimana pun Pemprov punya instrumen, termasuk Dinas Pertanian Kaltim,” jelasnya.

Kekeringan Tak hanya di Kelurahan Bukit Biru

Kekeringan lahan pertanian ini juga dikeluhkan oleh para petani di Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu. Dari pantauan media ini pada Jumat (4/8/2023) sore, lahan yang ditanami cabai di desa tersebut telah mengering.

Para petani di desa tersebut menyampaikan keluhannya kepada Bupati Kukar, Edi Damansyah. Petani-petani di Jembayan meminta Bupati memberikan solusi terkait masalah kekeringan yang menimpa lahan pertanian mereka.

“Saya minta Kepala Dinas Pertanian menyelesaikan masalah ini,” imbuh Bupati Edi di hadapan ratusan petani Jembayan.

Kepala Distanak Kukar Muhammad Taufik mengakui bahwa pertanian di Kukar masih mengandalkan air dari tadah hujan. “Sehingga potensi kekeringan itu cukup besar,” ucapnya.

Menurut dia, ada beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah kekeringan lahan pertanian, salah satunya para petani menampung air hujan.

Selain itu, kata Taufik, pemerintah daerah bisa membangun embung kecil. Namun syaratnya harus ada sumber air di lokasi embung tersebut. “Masalahnya di sini kita keterbatasan sumber air,” katanya.

Karena itu, sambung Taufik, solusi pertama jauh lebih memungkinkan diwujudkan untuk menanggulangi masalah kekeringan lahan pertanian dalam jangka pendek.

“Yang bisa dilakukan adalah pemanenan air hujan. Meskipun dalam 10 sampai 20 hari sudah habis, tapi masih bisa dimanfaatkan untuk menyirami tanaman sayuran dan lain-lain,” terangnya.

Solusi ini, kata dia, juga mempunyai kelemahan. Kapasitas air yang tersimpan dalam kolam tergolong sedikit dibandingkan air yang tersedia di embung.

“Airnya tidak bisa dalam kapasitas yang besar. Kapasitasnya kecil-kecil kayak kolam,” jelasnya.

Taufik juga menguraikan solusi lainnya untuk menanggulangi masalah kekeringan lahan pertanian. Caranya, para petani bisa mengebor air.

Untuk mencari sumber air lewat pengeboran, sambung dia, dibutuhkan usaha ekstra. Pasalnya, pengeboran harus dilakukan di kedalaman lebih dari 10 meter.

“Untuk mencari sumber air dalam itu sangat memerlukan energi dan ketelitian tinggi,” terangnya.

Pada kedalaman 15 hingga 20 meter, lanjut Taufik, debit air yang didapatkan dari pengeboran tergolong kecil.

“Kalau lebih dalam lagi, kita khawatir keluar gas. Saya pernah coba. Beberapa kali gagal dapat air,” ungkapnya.

Namun demikian, ia menyebutkan, kendala tersebut bisa dipecahkan dengan melibatkan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kukar untuk melakukan pemetaan potensi air tanah di Kukar.

“Kita perlu kajian terkait potensi airnya. Kita tidak bisa langsung ngebor, karena butuh puluhan jutan juga untuk ngebor. Ketika airnya tidak ada, jadi mubajir,” ujarnya. (*)

Tim Redaksi Berita Alternatif

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA