BERITAALTERNATIF.COM – Ketika Imam Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah keempat umat Islam, beliau menerapkan aturan yang sangat ketat kepada semua pejabatnya.
Dokumentasi surat-suratnya kepada para gubernurnya yang berisi nasihat amat masyhur, di antaranya beliau mengirim surat kepada gubernurnya di Basrah, Utsman bin Hunaif al-Anshari, yang kedapatan menghadiri pesta mewah perkawinan warganya.
Berikut surat Imam Ali tersebut:
Segala puji bagi Allah wahai Hunaif, aku tahu engkau mendapat undangan ke acara pesta dari seorang anak muda warga Basrah. Aku tahu engkau bergegas memenuhi undangan itu, menikmati hidangan yang disajikan untukmu.
Aku tak pernah berpikir engkau akan memenuhi (undangan acara) pesta yang diselenggarakan oleh seorang warga, padahal orang-orang miskin di kota itu tak ada yang diundang ke acara tersebut, dan yang diundang hanyalah orang-orang kaya.
Oleh karena itu, perhatikan hidangannya: kalau hidangan tersebut membuatmu was-was (yaitu apakah halal atau tidak), maka jangan engkau sentuh, dan nikmati saja hidangan yang kelihatannya halal.
Dengarkan, untuk setiap rakyat ada penguasa yang diikutinya dan dari ilmu penguasa ini, rakyat mendapatkan kecemerlangan cahayanya, dan perhatikan mengenai dunia ini: penguasamu (Ali) merasa cukup dengan dua pakaian usang yang terbuat dari potongan-potongan kain, dan mengenai makanan, penguasamu merasa cukup dengan hanya dua kerat roti.
Memang engkau tak mungkin berbuat seperti ini. Namun, setidak-tidaknya, engkau dapat membantuku dengan kesalehan, dengan upaya, dengan kesahajaan, dan dengan kelurusan moral, karena demi Allah, aku tak pernah menimbun emas dari duniamu, tak pernah menumpuk kekayaan dari harta benda yang ada di dunia ini, tak pernah menyiapkan pakaian lain untuk menggantikan pakaian usangku yang terbuat dari potongan-potongan kain, tak pernah memiliki sejengkal tanah yang ada di dunia ini, dan dari makanan yang ada di dunia ini, aku tak pernah menikmatinya, kecuali yang cukup untuk makan orang yang punggungnya terluka atau orang yang makannya sangat sedikit.
Sesungguhnya, dalam pandanganku, dunia ini lebih tak berharga dan lebih tak ada artinya dibanding buah pahit pohon ek. Betul, kami memiliki Fadak dari segala yang ada di kolong langit, tetapi sebagian orang tak suka, sementara sebagian lainnya ada yang memperlihatkan kesudian untuk membantu, dan sebaik-baik hakim adalah Allah.
Apa yang akan aku lakukan dengan Fadak atau dengan apa pun selain Fadak (yaitu kekayaan atau harta dunia ini), padahal tempat tinggalku esok adalah kubur, ketika keberadaanku dan segenap jejaknya akan berakhir dalam kegelapan kubur, dan semua berita tentangnya akan lenyap, dan liang kubur yang meskipun tangan penggalinya dapat menambah luasnya, akan tertutup batu dan bata serta lapis demi lapis debu.
Oleh karena itu, aku harus melatih diriku dalam kesalehan sehingga diriku akan selamat pada hari ketika ketakutan hebat melanda (yaitu Hari Kiamat) dan tetap kukuh di pinggir jembatan yang licin.
Kalau saja aku mau, aku dapat saja mendapatkan madu murni, banyak gandum, dan pakaian sutra (yaitu kenikmatan dan kemewahan duniawi).
Namun, na’udzu billah min dzalik, kalau keinginanku sampai menguasai diriku dan karena serakah aku jadi memilih makanan pilihan, padahal mungkin saja di Hijaz atau Yamamah ada orang yang bahkan tak bisa berharap dapat menikmati selembar roti dan tak pernah mengalami kenyang perut.
Mungkinkah aku lalui malamku dengan perut kenyang, padahal banyak orang di sekelilingku perutnya lapar dan hatinya sangat kepanasan, atau mungkin aku menjadi seperti yang dikatakan penyair: ‘Cukup memalukan kalau engkau lewatkan malammu dengan perut kenyang, padahal di sekelilingmu banyak hati yang mendambakan tali pengikat.’
Akankah aku merasa puas dengan apa yang mungkin dikatakan tentang diriku ‘Dia adalah pemimpin kaum Mukmin’, sementara tidak ikut merasakan ketidaknyamanan dunia yang mereka rasakan, atau akankah aku menjadi model atau teladan kehidupan bersahaja bagi mereka?
Sebab, aku diciptakan bukan untuk asyik menyantap makanan bergizi, seperti binatang buas yang tertambat, yang diinginkannya hanyalah pakan; atau seperti binatang lain yang tak tertambat, yang diinginkannya hanyalah merumput, mengenyangkan perutnya dengan rumput, dan tak peduli dengan apa yang dibutuhkan dari merumput; atau aku mungkin menjadi orang yang acuh tak acuh dan tanpa tujuan; atau aku mungkin mengikuti pikiran keliru, sehingga aku terjerembab ke dalam lembah kekacauan.
Aku nyaris tak dapat melihat di antara kalian ada yang mengatakan, ‘Kalau ini makanan putra Abu Thalib, tentu beliau akan terlalu lemah untuk menghadapi musuh-musuhnya’ dan terlalu lemah untuk menantang prajurit-prajurit gagah berani.
Dengarkanlah, pohon liar lebih keras kayunya, sedangkan tanaman hijau lebih lunak kulitnya, dan pohon yang hidup hanya dari air hujan lebih kuat terbakarnya dan lebih lamban punahnya.
Aku dan Rasulullah laksana dua tanaman yang akarnya sama atau laksana tangan dan bahu.
Demi Allah, kalau orang Arab semuanya bersatu memerangi aku, aku tak akan mengambil langkah seribu, dan kalau aku mendapat kesempatan, aku akan segera memenggal leher mereka, aku tentu akan segera berupaya membersihkan negeri ini dari orang keras kepala ini dan dari jasad yang posisinya terbalik ini, sehingga biji-bijian hasil panen dapat dibersihkan dari batu kerikil.
Jangan dekati aku wahai dunia, karena kendalimu ada di pundakmu. Aku telah selamat dari cakarmu, telah selamat dari jeratmu, dan telah terhindar dari lubang perangkapmu.
Di manakah generasi-generasi yang telah diperdaya olehmu (dunia) dengan gayanya yang suka berolok dan bermain-main? Di manakah bangsa-bangsa yang telah engkau pikat dengan hal-hal yang kecil dan menarik, tetapi nilai riilnya kecil?
Di sinilah mereka, digadaikan kepada kubur mereka dan dijaminkan kepada ceruk-ceruk kubur. Demi Allah (wahai dunia), seandainya engkau berbentuk seseorang dan berbentuk raga yang dapat merasakan, tentu aku akan mengenakan atasmu hukuman yang digariskan oleh Allah demi orang-orang yang telah engkau perdaya dengan harapan palsu, bangsa-bangsa yang telah engkau hancurkan dan telah engkau bawa ke sumber cobaan, padahal tak ada satu pun yang bisa kembali dari sumber ini setelah mereguk minuman di sumber ini.
Barang siapa menapakkan kaki di bumimu yang licin, maka dia tergelincir, dan barang siapa turun ke lautmu yang dalam, maka dia tenggelam.
Namun, barang siapa tidak terjerat oleh perangkapmu, berarti dia mendapat petunjuk dari Allah. Orang yang berhasil menyelamatkan diri darimu tak akan peduli apakah tempat beristirahatnya sempit karena dunia (yaitu apakah dia miskin dan tak memiliki kekayaan duniawi)? Dunia, dalam pandangannya, laksana hari yang akhirnya cepat datangnya.
Enyahlah dariku (wahai dunia) karena demi Allah, aku tak akan tunduk kepadamu, karena dengan tunduk kepadamu maka aku akan jadi hina. Aku tak akan patuh kepadamu, karena dengan patuh kepadamu maka aku akan engkau kendalikan!
Aku bersumpah demi Allah, aku akan mendidik dan melatih diriku sehingga diriku akan merasa bahagia dengan selembar roti, sekalipun roti itu kering, dan akan merasa cukup dengan makanan yang hanya berbumbu garam, dan akan membuat mataku, karena terkurasnya air mata, laksana sumber air yang tak lagi mengalirkan airnya karena sudah kering.
Apakah aku akan seperti unta yang merumput yang mengisi perutnya dengan pakan, setelah kenyang lalu duduk, atau akan seperti kambing yang makan tumbuhan hijau, setelah kenyang lalu bermalas-malasan? Jadi, apakah Ali akan menyantap bekalnya dan setelah itu tidur?
Maka, semoga matanya jadi mati bila setelah enam puluh tahun (usianya) dia meniru lembu yang tak tertambat dan binatang yang merumput yang tak ada gembalanya.
Bahagialah orang yang memberikan kepada Allah hak-Nya, yang dengan sabar menghadapi kesengsaraan yang menimpanya, yang tidak tidur di waktu malam sehingga bila kantuk menyerangnya, dia merebahkan diri dengan berbantalkan tangannya!
Orang seperti itu termasuk orang-orang yang kedua matanya tak tidur karena mengkhawatirkan kehidupan akhiratnya, orang-orang yang menjauhkan diri dari tempat tidur, orang-orang yang kedua bibirnya dengan nada rendah menyebut-nyebut nama Tuhannya, dan orang-orang yang dosa-dosanya terhapus lantaran terus-menerus meminta ampun, ‘Lihatlah, para pendukung Tuhan adalah orang-orang yang mendapatkan keselamatan’ (QS. al-Mujadilah: 22).
Oleh karena itu, takutlah kepada Allah, wahai putra Hunaif, dan merasa cukuplah dengan lembar-lembar roti yang engkau dapatkan sehingga engkau akan mendapatkan keselamatanmu dari api neraka.” (*)
Sumber: Dikutip dari Kitab Nahjul Balaghah—Syarif ar-Radhi via Safinah Online