Search
Search
Close this search box.

Nestapa Gempa Suriah (2)

Listen to this article

Oleh: Dinas Sulaeman*

Supaya lebih paham ada apa dan siapa di Suriah, berikut ini secara singkat saya jelaskan dengan menggunakan peta.

Daerah merah: dikuasai “pemberontak” (rebel) dan militer Turki. Yang dimaksud pemberontak (atau kadang media Barat menyebut “oposisi”) adalah Free Syrian Army (FSA) tapi sejak 2017 berganti nama jadi SNA (Syrian National Army). Turut bergabung dengan SNA: milisi teror Jaysh al-Islam, Faylaq al-Rahman, dan faksi teroris yang sebelumnya menguasai Ghouta timur. Semua “pemberontak” ini berhaluan Ikhwanul Muslimin, dan mereka didukung oleh Turki.

Advertisements

Daerah kuning: dikuasai “jihadis” (maksudnya, HTS), yang berhaluan Al Qaida. Tapi sesungguhnya, melihat ideologi dasar semua faksi (baik Al Qaida, maupun Ikhwanul Muslimin) sama saja, menghalalkan kekerasan demi kekuasaan dan menggunakan narasi-narasi agama (“jihadis”) dan pengkafiran pihak lawan. Makanya seringkali, untuk memudahkan, penyebutan untuk mereka disamakan saja, misal disebut “Al Qaida” saja atau “jihadis” saja.

Daerah hijau: dikuasai separatis Kurdi yang didukung AS (SDF/YPG). Tentara AS bercokol di wilayah hijau itu. Lihat peta di sebelahnya: wilayah yang diduduki AS (dan milisi Kurdi) itu namanya daerah Hasaka. AS bersama-sama milisi separatis Kurdi telah mencuri minyak Suriah untuk dialirkan ke Irak lewat perlintasan Mahmoudiya. Dari Irak, dijual ke berbagai wilayah lain, termasuk Israel.

Sejak 2011, akumulasi kerugian Suriah di sektor minyak dan gas mencapai 107 miliar USD. Saat ini, Suriah kekurangan BBM (akibatnya, di banyak tempat listrik hanya menyala 2 jam sehari), sementara minyak mereka dicuri oleh AS. Sebelum 2011, Suriah memproduksi minyak 400.000 barel per hari. Kini, 90% ladang minyak Suriah diduduki oleh AS dan milisi-milisi proksinya.

Afrin: kawasan yang dikuasai “jihadis” versi Turki dan militer Turki. Di sana ada penjara khusus ISIS dan anggota YPG, bernama penjara Raju, yang dikelola oleh Turki dan FSA (SNA). Bagi Turki, militan Kurdi adalah musuh, sehingga Turki dan proksinya (FSA/SNA) berperang melawan YPG. Nah, pada tanggal 7 Februari, sehari setelah gempa pertama tanggal 6, sebanyak 20 anggota ISIS kabur dari penjara Raju. Mereka kemudian melakukan aksi terorisme di Palmyra (di Homs), menewaskan 4 warga sipil dan melukai 10 orang lainnya.

Cekikan Sanksi Ekonomi AS

Selain dilanda perang proksi, Suriah juga mengalami kesulitan ekonomi akibat sanksi ekonomi AS. Pemerintah AS telah menetapkan Caesar Syria Civilian Protection Act, yaitu UU yang mengembargo atau memberi sanksi kepada individual dan perusahaan di mana saja di dunia yang berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dengan ekonomi Suriah.

Akibat dari Caesar Act ini, Suriah tidak bisa mengimpor barang-barang penting, seperti peralatan medis, makanan, alat pemanas, dan BBM. Suriah sendiri sebenarnya produsen minyak, tetapi sejak kawasan penghasil minyak diduduki separatis Kurdi dan tentara AS, minyak mereka dicuri dan rakyat Suriah menjadi krisis minyak.

Sanksi ekonomi terhadap Suriah sebenarnya sudah dilakukan oleh AS sejak tahun 1979. Penyebabnya tak lain, karena posisi politik Suriah yang sejak dulu mengancam kepentingan Israel. Central Bank of Syria telah disanksi sejak 2004, sehingga Suriah keluar paksa dari sistem finansial internasional. Sejak dimulainya krisis tahun 2011, di mana kelompok oposisi dengan dukungan Barat berusaha menggulingkan Assad, sanksi demi sanksi diterapkan, hingga Caesar Act. 

Kondisi ini secara terbuka telah dikecam oleh Jubir Kementerian Luar Negeri China pascagempa (8/2/2023):
“Serangan militer AS yang sering dilakukan, dan sanksi ekonomi yang keras, telah menjatuhkan korban sipil yang sangat besar dan menghilangkan sarana kehidupan warga Suriah. Saat ini, pasukan AS terus menduduki wilayah penghasil minyak utama Suriah. Mereka telah menjarah lebih dari 80% produksi minyak Suriah dan menyelundupkan serta membakar stok gandum Suriah. Semua ini telah membuat krisis kemanusiaan Suriah menjadi lebih buruk.”

Setelah mendapatkan banyak kecaman, akhirnya pemerintah AS mengeluarkan keputusan untuk pengecualian sanksi selama 6 bulan untuk semua transaksi yang terkait dengan pemberian bantuan bencana setelah gempa.

Namun, pelonggaran sanksi ini hanya untuk pencitraan semata bagi AS karena kenyataan di lapangan aliran bantuan kemanusiaan tetap sulit masuk. Selain itu, kesulitan ekonomi yang dialami oleh rakyat Suriah tidak terkait gempa saja sehingga seharusnya semua sanksi sepihak dan semena-mena dari AS ini dicabut.

Kalau kita mencermati isi License No. 23 (aturan pelonggaran sanksi AS), terlihat bahwa ini hanya upaya pencitraan karena selain hanya parsial, spesifik, dan sementara; dampak akumulasi sanksi ini, yang membuat Suriah tidak dapat mengakses peralatan medis penting, serta tidak bisa melakukan pembangunan negara, karena “Caesar Act” ini menargetkan sektor minyak dan gas, rekonstruksi dan penerbangan di Suriah.

Gempa Perparah Penderitaan Warga Suriah

Meskipun korban gempa di Suriah lebih sedikit dibandingkan korban gempa di Turki, tetapi, gempa ini menambah penderitaan dan kerusakan yang sudah meluas akibat perang. Kawasan yang paling terdampak gempa adalah Idlib, Aleppo, Lattakia. Khusus untuk Aleppo,  banyak sekali bangunan yang runtuh akibat pendudukan teroris yang berlangsung hingga 2016.

[Pada Desember 2016 “jihadis” dikalahkan tentara Suriah dan mereka dievakuasi ke Idlib]. Militan “jihad” sejak 2012 hingga 2016 sering membuat terowongan di bawah bangunan-bangunan, dengan cara meledakkan bom. 

Tanpa ada gempa pun, warga Suriah sudah sangat sulit. Akibat suplai listrik yang sangat terbatas, rumah sakit kesulitan menggunakan peralatan-peralatannya dan kegiatan ekonomi memburuk. Suriah saat ini bergantung pada suplai minyak dari Iran. Padahal, Iran pun dalam kondisi sulit akibat sanksi ekonomi AS (Iran tidak bisa leluasa menjual minyaknya).

Saat ini musim dingin dan keberadaan listrik, atau gas, untuk memanaskan ruangan sangat penting. Tanpa rumah, tanpa pemanas, dapat dibayangkan betapa sulitnya kondisi yang dialami rakyat Suriah.

Korban gempa Suriah juga banyak yang berada di Idlib, satu provinsi yang masih dikuasai oleh para teroris. Bantuan dari berbagai negara akhirnya memang berdatangan ke Suriah. Bantuan untuk wilayah yang dikuasai militan/oposisi (Idlib) diantarkan oleh PBB lewat Turki.

Bantuan lewat Suriah [dari dalam Suriah, yang disiapkan oleh pemerintah Suriah untuk warga Idlib] dilarang masuk oleh milisi teror terkuat saat ini di Idlib, Hayat Tahrir Al Sham. Pimpinan HTS, baru-baru ini mengatakan, “Kalau mau bawa bantuan, lewat Bab Al Hawa saja.”

Bab Al Hawa adalah perlintasan yang menghubungkan Turki dan Suriah, jadi ada di arah Turki. Pemahaman ini penting karena sebagian pengepul donasi menyebar fitnah, menyatakan bahwa Assad-lah yang melarang masuk bantuan ke Idlib.

Penutup

Bantuan internasional sangat penting digalang untuk korban gempa Suriah (dan Turki). Khusus untuk Suriah, yang paling penting adalah menghapuskan sanksi supaya bantuan internasional bisa masuk dengan leluasa, supaya Suriah bisa membangun kembali negerinya setelah diporak-porandakan para jihadis. (*Pengamat Timur Tengah)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA