Search

Tugas Rektor Unikarta Terpilih di Era Revolusi Industri 4.0

Oleh: Gagas Darma Kusuma*

Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) telah berkiprah kurang lebih 37 tahun (1984-2021) sebagai pusat pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia yang berbasis pendidikan tinggi, profesional, kompetitif dan bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat, serta beretika dan berbudi pekerti luhur. Usia yang relatif tua untuk ukuran organisasi atau kampus.

Pada bulan Desember yang akan datang, Unikarta juga mempunyai hajat penting yaitu memilih rektor sebagai pemandu arah keberlanjutan dan kemajuan Unikarta pada periode 2021-2025. Sebagai bagian dari civitas akademika Unikarta, kita berdoa semoga siapa pun rektor yang terpilih dapat mengambil momentum tersebut menjadi tonggak penegasan dan percepatan pembangunan Unikarta menuju cita-cita sebagai perguruan tinggi unggul, baik di level Provinsi Kalimantan Timur maupun nasional. Prinsipnya, siapa pun rektor yang terpilih adalah orang yang harus bekerja untuk Unikarta.

Advertisements

Menjadikan Unikarta sebagai perguruan tinggi unggul di level provinsi, apalagi level nasional tentulah bukan hal yang mudah untuk diwujudkan. Ada sejumlah faktor kritis, baik yang bersifat eksternal maupun internal, yang menggelayuti langkah kaki Unikarta untuk bisa melaju lebih kencang saat ini. Diperlukan seorang leader yang bisa mengubah tantangan menjadi peluang.

Salah satu kemampuan leader yang penting adalah memiliki kemampuan membangun networking yang luas dan efektif (good outward looking) dengan pelbagai lembaga, perorangan dan mitra, serta tidak jago kandang. Hingga saat ini Unikarta belum teruji dalam melibatkan pihak luar (stakeholder). Contohnya, kepemilikan lahan kampus yang sampai saat ini masih belum ada titik terangnya dengan Pemda. HMI Cabang Kukar berharap rektor terpilih mampu menyelesaikan persoalan ini.

Tantangan lain yang tidak kalah berat pada abad ke-21 adalah Unikarta harus siap merespons perubahan besar-besaran dengan kehadiran revolusi industri 4.0 yang meniscayakan efek perubahan sistem dan metode perkuliahan di kampus. Secara mendasar, ada sejumlah literasi yang harus dikuasai di era industri 4.0, yakni literasi data, teknologi, bahasa, dan literasi manusia.

Persoalan sekaligus tantangan internal juga tidak kalah pelik, khususnya terkait kualitas dosen dan karyawan. Pesan yang selalu diulangi HMI Cabang Kukar untuk Unikarta antara lain jangan takut dan ragu untuk meningkatkan kualitas dosen, yaitu studi lanjutan sampai S3. Pesan HMI Cabang Kukar ini relevan bila dilihat masih banyaknya prodi di Unikarta yang belum memiliki dosen minimal dua doktor.

Untuk karyawan, secara kuantitas sudah memadai, tetapi dari sisi spesifikasi keahlian belum memenuhi standar minimal untuk bidang-bidang tertentu. Hal ini salah satunya disebabkan teknik rekrutmen yang tidak mengindahkan asas-asas meritokrasi, memberikan kesempatan dan penghargaan kepada seseorang sesuai keahlian atau prestasinya. Pertanyaannya, sanggupkah rektor Unikarta yang akan terpilih nanti menjadikan Unikarta profesional dalam sistem manajerialnya? Khusus rekrutmen SDM, sebenarnya bukan hal sulit untuk menerapkan profesiobalisme dalam rekrutmen, yang terpenting adalah memegang teguh prinsip transparansi dan akuntabilitas. Jika karyawan atau dosen Unikarta harus memiliki kemampuan mumpuni sesuai keahliannya, jadikan hal itu sebagai instrumen resmi di samping kemampuan dasar dan umum sehingga ke depan Unikarta tidak lagi dibebani dengan SDM titipan.

Persoalan internal lain yaitu masih rendahnya kesadaran sebagian karyawan dan dosen, bahwa Unikarta adalah layaknya kebun milik bersama, yang juga perlu dirawat secara bersama-sama. Jika kita lalai merawat kebun kita, maka risikonya hasil panen turun atau malah lebih tragis: gagal panen. Kewajiban kita bersama untuk menyiangi, menyirami, dan memupuk kebun kita agar hasil panen cukup untuk kesejahteraan semuanya. Bukan hanya pimpinan dan karyawan, dosen juga harus berbuat untuk Unikarta.

Kata Agus Salim, salah seorang founding father bangsa Indonesia, “Memimpin adalah menderita”. Hemat saya, hal ini wajib dimiliki rektor terpilih nanti, setidaknya berdasarkan beberapa alasan: pertama, pemimpin harus memprioritaskan kepentingan warga yang dipimpinnya, dalam hal ini juga mahasiswa, serta rela menurunkan egonya sedemikian rupa demi kepentingan warga yang dipimpinnya.

Tentu saja itu semua bukan pekerjaan yang mudah, terlebih bagi orang yang berorientasi memimpin sebagai sebuah kebanggaan pribadi dan keluarga.

Kedua, siap tidak populer. Pemimpin yang berhasil itu ketika warga yang dipimpinya berkata, “Keberhasilan ini adalah hasil kerja keras kita bersama”. Seorang pemimpin yang hebat harus siap namanya tidak disebut dalam sebuah keberhasilan, meskipun keberhasilan itu adalah buah pikiran cemerlang sang pemimpin. Pemimpin harus ikhlas. Biarkan mereka yang tertulis dan terpampang di baliho. Pemimpin harus siap untuk tidak populer (pencitraan).

Ketiga, cakap menjalin komunikasi yang baik dan efektif dengan warga yang dipimpinnya, termasuk dengan mahasiswa. Bahasa agamanya, silaturahmi. Menjalin dan menjaga silaturahmi yang tulus, tidak diskriminatif dan tidak instrumentalis. Termasuk di dalamnya pandai memotivasi warga yang dipimpinnya melalui tutur katanya sehingga warganya lebih bersemangat dalam bekerja. Misalnya, tidak boleh terjadi pada dosen, karyawan atau mahasiswa yang ingin menyampaikan suatu prestasi dan kritik yang membangun merasa tidak dihargai dan patah arang karena sang pemimpin malah lebih banyak pamer prestasinya sendiri dan menutup telinga atas semua saran yang diberikan mahasiswa. Seorang pemimpin bisa terpilih karena sudah diakui kehebatannya oleh warganya, sehingga tidak perlu lagi bersusah payah menghebat-hebatkan dirinya.

Last but not least, semua hal di atas bisa lebih mudah terwujud bila seorang yang terpilih nanti dapat memerankan dirinya sebagai seorang “leadership” ketimbang pejabat atau petugas kampus. Saya percaya masih banyak hal baik yang bersifat faktual maupun konseptual yang bisa ditulis dan diungkapkan sebagai otokritik dan masukan positif untuk kemajuan Unikarta ke depan, tetapi karena penulis sadar bahwa apa yang saya pahami tidak sebanyak yang saya ketahui; apa yang saya ketahui tidak sebanyak yang saya kira. Biarlah rakyat Unikarta lain yang melengkapi tulisan ini sebagai bentuk kepedulian dan kecintaan kita terhadap Unikarta, ladang harapan kita bersama. (*Wasekum Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Pemuda HMI Cabang Kukar)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA