Kukar, beritaalternatif.com – Berbagai tokoh lokal mengusulkan agar Presiden Joko Widodo memilih putra daerah Kalimantan Timur (Kaltim) untuk menjadi Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Di lain sisi, nama-nama seperti Basuki Tjahaja Purnama, Bambang Permadi Brodjonegoro, Abdullah Azwar Anas, dan Tumiyana gencar diberitakan media-media ternama di Indonesia. Dari empat tokoh tersebut, tak ada satu pun putra daerah Kaltim.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga akademisi dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Haidir menekankan agar pimpinan Badan Otorita IKN terdiri dari dua unsur: perwakilan pusat dan putra daerah.
Perwakilan pusat, kata dia, diharapkan dapat membangun desain serta menjalankan tugas selama proses pembangunan dan pelaksanaan pemerintahan di IKN Nusantara.
Selain itu, perwakilan pusat juga mencerminkan kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan pemimpin Badan Otorita IKN Nusantara. Hal ini menyangkut jaringan komunikasi, referensi, serta sumber-sumber dukungan secara nasional dan internasional.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, hal ini membutuhkan tokoh yang dipilih pemerintah pusat. Bila tidak, maka akan muncul ketidakpercayaan yang kemudian menjadi penghalang pembangunan dan roda pemerintahan di IKN Nusantara. “Artinya, tetap harus ada dari unsur pusat,” ungkap Haidir kepada beritaalternatif.com, Minggu (6/1/2022).
Sementara itu, terkait unsur putra daerah, ia menyebutkan, keberadaannya di Badan Otorita dapat menjadi jembatan dalam membangun komunikasi antara masyarakat lokal dengan pemerintah bila terjadi ketidakpercayaan terhadap figur yang berasal dari pusat.
Di samping itu, Haidir mengatakan, tokoh yang berasal dari putra daerah diyakininya memiliki pengetahuan yang luas terhadap kultur masyarakat Kalimantan. Bila unsur pengetahuan terkait kultur Tanah Borneo ini tak dimiliki pimpinan Badan Otorita IKN Nusantara, saat terjadi sengkarut antar-pemerintah dan masyarakat, maka hal itu akan menimbulkan masalah tersendiri.
Menurutnya, masyarakat Kalimantan tak sepenuhnya tenang dan adem ayem dalam menghadapi berbagai dinamika lokal dan nasional. Ini terbukti ketika kasus “penghinaan” terhadap masyarakat Kalimantan yang melibatkan Edy Mulyadi. Masyarakat Kalimantan menunjukkan soliditas dan menolak dengan keras penghinaan terhadap Kalimantan serta menyampaikan tuntutan-tuntutan atas ucapan yang dilontarkan Edy dan teman-temannya.
“Andai saja itu terjadi dalam masa berjalannya pemerintahan di Badan Otorita, maka itu menjadi problem untuk menjalankan pemerintah dan progres-progres pembangunan Otorita IKN Nusantara,” tegasnya.
Karenanya, ia menegaskan, unsur putra daerah mesti duduk di Badan Otorita IKN yang berlokasi di sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara (PPU) tersebut.
Syaratnya, putra daerah yang duduk di Badan Otorita, lanjut Haidir, mesti memiliki ikatan emosional, budaya, dan memahami karakteristik masyarakat Kalimantan.
“Saya sangat berharap bahwa putra Kalimantan yang didorong itu memang yang paling dekat dengan wilayah. Bisa saja orang Kalbar, Kalteng, Kalsel, atau Kaltara,” harapnya.
Namun, dia menekankan, putra daerah Kalimantan yang memiliki ikatan emosional dan kebudayaan yang kuat dengan daerah IKN Nusantara adalah putra daerah dari Kaltim. Haidir melanjutkan, Kaltim memiliki banyak tokoh yang bisa duduk di Badan Otorita IKN Nusantara.
Beberapa tokoh Kaltim yang dinilainya sangat layak masuk dalam bursa kepemimpinan IKN Nusantara adalah Gubernur Kaltim, Isran Noor; Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi; mantan Gubernur Kaltara, Irianto Lambrie; dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim, Prof. Dr. H.M. Aswin.
“Pak Aswin saya juga melihat punya potensi. Kalau dia Kepala Bappeda, dia kan mengerti ruang lingkup Kaltim. Paling tidak begitu. Kemudian beliau juga punya ikatan emosional. Beliau juga tokoh masyarakat. Ditokohkan di masyarakat,” ujarnya.
Begitu juga dengan Isran Noor, Hadi Mulyadi, dan Irianto Lambrie. Tiga orang pejabat daerah ini pun ditokohkan masyarakat Kaltim. Ia menyebutkan, ketokohan di masyarakat memiliki efek positif sebagai peredam bila terjadi gejolak karena munculnya gap-gap saat pembangunan dan pelaksanaan pemerintahan di IKN Nusantara.
“Walaupun tidak semuanya harus dipandang dari sudut pandang itu. Karena investasi dan segala macam itu juga berpengaruh,” ujarnya.
Meski begitu, dia mengatakan, gabungan dua unsur tersebut, perwakilan pusat dan putra daerah Kalimantan, hanya usulan semata. Pasalnya, hak prerogatif penentuan Kepala Badan Otorita berada di tangan Presiden Jokowi.
Baik putra daerah Kaltim yang akan didudukkan sebagai Kepala Badan Otorita ataupun utusan dari pusat yang dipercaya untuk memimpinnya, Haidir menilai hal ini tak begitu prinsipil. “Yang paling penting dua unsur itu ada di Badan Otorita agar kedua pihak ini bekerja sama dan saling berkesinambungan,” katanya.
Nilai Strategis Investasi di IKN
Menurut Haidir, Kepala Badan Otorita IKN Nusantara tak semata tokoh yang mendapatkan kepercayaan dari Presiden Jokowi. Tetapi juga memiliki rekam jejak yang baik dalam kepemimpinan sehingga menarik investor untuk berinvestasi untuk pembangunan IKN Nusantara.
“Kalau investor tidak memiliki kepercayaan terhadap Kepala Otorita, hanya semata-mata percaya kepada Presiden, masalah juga di investasi,” ucapnya.
Pembangunan IKN Nusantara, lanjut dia, tak dapat dilepaskan dari peran investor. Bahkan, tanpa disertai investasi, mustahil ibu kota tersebut dapat dibangun dan pemindahannya sesuai target pemerintah.
Ia menekankan, pembangunan IKN tak bisa disandarkan sepenuhnya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, porsi APBN terbatas karena dibagi untuk kebutuhan selain pembangunan IKN Nusantara.
“Bukan hanya karena APBN terbatas, tetapi juga untuk kesinambungan berjalannya Otorita itu butuh back up dari pihak luar. Adanya investasi di Otorita menyebabkan Otorita terlindungi oleh investasi,” jelasnya.
Bila IKN dibangun dengan investasi, saat negara lain ingin berperang dengan Indonesia, maka negara-negara yang telah berinvestasi untuk pembangunan IKN Nusantara akan berusaha membantu dan melindungi Indonesia.
“Kalau misalnya ada investasi dari China, kemudian ada yang mencurigai China akan menyerang kita, enggak mungkin mereka mau menyerang kita. Kenapa? Karena mereka punya investasi di sini,” jelasnya.
Begitu juga apabila investasi dalam pembangunan IKN Nusantara berasal dari Uni Emirat Arab (UEA). Negara tersebut akan berusaha menghindarkan Indonesia dari peperangan. Sebab, UEA harus melindungi aset-aset yang diinvestasikannya di IKN.
“Negara-negara yang berinvestasi dan masuk ke IKN juga memiliki peluang untuk menetralisir gejala-gejala penolakan luar negeri atau internasional terhadap Otorita,” katanya.
Lobi dari negara yang berinvestasi juga akan berjalan bila keamanan investasi mereka di IKN terancam diganggu negara lain. Di situ akan terjadi lobi antar-negara yang ingin menyerang Indonesia dan negara yang berinvestasi dalam pembangunan IKN Nusantara.
“Lobinya yang harus main ke negara-negara lain yang mungkin akan mengganggu pembangunan dan pelaksanaan pemerintahan di Otorita IKN,” jelasnya.
Butuh Figur yang Tepat
Investor dari negara-negara lain yang akan berinvestasi di IKN akan berinvestasi bila mereka memiliki kepercayaan terhadap Kepala Badan Otorita IKN Nusantara. Minimal para investor meyakini bahwa investasinya dapat menjadi alat untuk mendapatkan ruang berkreasi dalam pembangunan IKN.
“Kalau hanya menggunakan dana mereka tetapi tidak memberikan ruang bagi mereka untuk mendapatkan keuntungan, pasti enggak ada orang yang mau berinvestasi di IKN,” ucapnya.
Sebaliknya, para investor akan mempertimbangkan secara matang untuk berinvestasi dalam pembangunan IKN bila mereka meyakini akan mendapatkan keuntungan dari investasi tersebut.
“Kalau enggak ada hak untuk memanajemeni dana saya di situ, sehingga tak terjamin keuntungan yang saya dapatkan, saya tidak akan investasi,” sambungnya.
Karena itu, pemerintah harus meletakkan figur yang tepat untuk mewakilinya dalam Badan Otorita IKN Nusantara. Sebab, hal itu akan berhubungan langsung dengan kepercayaan dan ketidakpercayaan dunia internasional.
Ia juga menekankan, tak semua investor untuk pembangunan IKN Nusantara dapat diterima investasinya. Apabila dinilai membahayakan masa depan negara, maka pemerintah harus berani menolaknya. Tolak ukurnya, investasi tersebut sulit dimanajemen, menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest), membawa misi-misi yang berbahaya bagi bangsa, serta mengganggu kedaulatan negara.
“Banyak negara yang akan masuk untuk investasi. Biasanya ada yang akan intervensi maksimal. Keluar jauh dari kepentingan investasinya. Itu masalah juga,” tegasnya.
Namun, dari negara-negara yang hendak berinvestasi dalam pembangunan IKN tersebut, salah satunya UEA, dinilai Haidir sebagai investor yang murni berbisnis. Karenanya, mereka tak membawa misi kebudayaan yang akan merusak budaya-budaya Indonesia. “Kalau budaya-budaya yang masuk bagus saja, ya kita masih bisa toleransi,” katanya.
Pemerintah pusat, lanjut dia, hendaknya tak hanya membuka investasi untuk pembangunan IKN dari investor luar negeri. Apabila investor dalam negeri atau kalangan pribumi memiliki kemampuan untuk berinvestasi, mereka juga mesti diberikan peluang yang sama.
Hal paling mendasar dalam investasi tersebut, ucap Haidir, investor harus mengetahui secara detail penggunaan modal mereka dalam pembangunan IKN Nusantara.
Selain itu, investor dalam negeri maupun luar negeri juga mesti memiliki modal yang cukup untuk berinvestasi di IKN. Jika modal mereka terbatas, Haidir menyarankannya agar para investor tersebut berinvestasi pada bagian-bagian yang setara dengan kemampuannya dalam pembangunan ibu kota baru tersebut.
Dia beralasan, penanaman modal di IKN merupakan investasi jangka panjang. Sebab, investasi dalam pembangunan infrastruktur tak bisa kembali dalam satu atau dua tahun. Bahkan, menurutnya, pengembalian modal dari investasi tersebut membutuhkan waktu puluhan tahun.
Haidir mencontohkan investasi asing di DKI Jakarta. Hingga kini, sebagian investasi di ibu kota tersebut belum lunas, bahkan ada pula yang belum mencapai titik impas (break even point). “Waktu zaman Soeharto misalnya ditanamkan, sampai hari ini belum break even. Karena memang itulah prinsip investasi jangka panjang,” jelasnya.
Investasi dan Putra Daerah
Haidir meyakini investasi di IKN Nusantara akan berjalan aman. Pasalnya, otoritas negara diperkuat oleh tentara dan polisi untuk mengamankannya. Namun, hal ini tak berarti pemerintah tidak melakukan antisipasi-antisipasi sejak dini untuk mengamankan investasi dan pembangunan IKN.
“Kita tidak ingin untuk mencapai kondisi aman itu ada konfrontasi di bawah. Ini yang kita tidak inginkan. Kalau bisa mulus, jangan sampai ada sedikit pun riak yang menjadi penghambat jalannya progres pembangunan IKN,” sarannya.
Selain berpengaruh terhadap investasi, putra daerah yang dilibatkan di Badan Otorita IKN akan membawa pengaruh di daerah karena putra daerah memiliki hubungan emosional dan personal yang kuat dengan masyarakat di daerahnya.
Keterlibatan putra daerah di Badan Otorita IKN Nusantara juga akan dinilai sebagai apresiasi terhadap masyarakat di wilayah IKN. Kata dia, hal ini juga sebagai bentuk pandangan positif, penghargaan, dan pemenuhan hak daerah oleh pemerintah pusat terhadap putra-putri Kalimantan.
“Tidak seperti orang baru datang kemudian menguasai. Kan tidak terkesan begitu. Artinya, ada sungkemnya. Ada kulo nuwon-nya dengan masyarakat lokal. Begitu kalau ada putra daerah yang juga diposisikan di Badan Otorita,” ujarnya.
Pembangunan Jangka Panjang
Menurut Haidir, pembangunan IKN Nusantara merupakan program jangka panjang yang tak bisa diselesaikan dalam satu atau dua tahun. Bahkan pembangunannya tak mungkin selesai dalam satu periode masa jabatan presiden.
Kata dia, dalam pembangunan wilayah, ada bagian-bagian yang dapat dibangun dalam waktu singkat. Ada pula beberapa bagian yang harus dibangun selama bertahun-tahun. Meskipun dana untuk pembangunannya tersedia, tetapi logika waktu akan membuatnya mustahil diselesaikan dalam waktu singkat.
Ia mencontohkan pembangunan infrastruktur jalan. Pembangunannya tak semata menghamparkan semen, kemudian jalan tersebut selesai dibangun. Pasalnya, terdapat tahapan-tahapan yang harus dipenuhi, seperti pematangan lahan, penimbunan rawa, dan pemotongan gunung.
“Kenapa? Agar fondasi jalan kuat. Itu butuh waktu. Namanya memadatkan tanah, masih mungkin bisa dengan teknologi, tetapi tidak bisa melampaui waktu yang memang secara alami harus terjadi,” jelasnya.
Hal yang sama pula dalam pembangunan istana presiden dan gedung DPR. Pembangunannya membutuhkan fondasi yang kuat. Sebab, gedung-gedung tersebut tidak dipakai untuk 10-20 tahun. Jika mungkin, gedung-gedung di IKN itu diharapkan bisa dimanfaatkan selama seribu tahun.
“Untuk itu, perlu pematangan. Tidak semua hal yang terkait dengan pembangunan itu sangat bergantung dengan uang. Ada banyak hal yang bergantung juga dengan proses-proses alamiah,” tegasnya.
Selain faktor-faktor tersebut, pembangunan IKN juga bisa terhambat suplai bahan baku yang tak tersedia di Indonesia, apalagi bahannya sedang mengalami kelangkaan di dunia. Sementara untuk membuat bahan-bahan tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama.
Perubahan-perubahan geopolitik internasional dan nasional pun bisa menjadi penghambat percepatan pembangunan IKN Nusantara. “Belum lagi nanti berhadapan dengan fluktuasi kebijakan pemerintah dan DPR RI. Ini semua membutuhkan waktu,” katanya.
Namun, Haidir menegaskan, beberapa hal tersebut tak berarti membuat pemindahan IKN ke sebagian wilayah Kukar dan PPU mustahil dilakukan pemerintah pusat pada tahun 2024. Infrastruktur awal yang dibutuhkan adalah istana negara dan gedung DPR RI. Jika dua gedung tersebut sudah dibangun, pemindahan IKN bisa dilakukan dua tahun yang akan datang.
“Menteri-menteri mungkin saja masih di Jawa sebagian. Itu bisa saja. Kalau DPR dan presiden sudah berada di satu wilayah yang tepat, pemerintahan itu sebenarnya sudah bisa jalan,” ujarnya.
Sembari membangun infrastruktur, sebagian kementerian bisa berkantor di luar daerah IKN Nusantara. Namun, menurutnya, bisa saja pembangunan gedung-gedung kementerian dan departemen-departemen dirampungkan sebelum tahun 2024. Syaratnya, ada dukungan finansial yang memadai untuk pembangunan IKN.
Usaha merampungkan pembangunan IKN tak mungkin bisa selesai tahun 2024. Ia mencontohkan Jakarta yang telah bertahun-tahun menjadi ibu kota. Pembangunannya pun hingga kini belum selesai. Pemerintah masih melakukan pembaruan pada beberapa bagian di Jakarta. Ada pula fasilitas-fasilitas baru yang dibangun pemerintah.
“Artinya, hampir tidak akan finis pembangunannya tahun 2024. Tetapi ketika mau meletakkan pemerintahan di IKN Nusantara itu, apakah bisa ditarget sampai 2024? Sangat mungkin,” pungkasnya. (ln)