Search
Search
Close this search box.

Pakar Hukum Dukung Presiden Jokowi Evaluasi Perwira TNI dan Polri yang Bertugas di Jabatan Sipil

Pakar hukum tata negara Universitas, Andalas Feri Amsari. (Gatra)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mendukung rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil buntut kasus dugaan korupsi di lingkungan Basarnas.

Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto diduga menerima suap Rp 88,3 miliar terkait sejumlah proyek.

Menurut Feri, rencana evaluasi tersebut merupakan langkah yang tepat. Namun, ia menyebut evaluasi juga harus dilakukan terhadap perwira Polri yang ditempatkan di sejumlah kementerian atau lembaga.

Advertisements

“Hanya saja evaluasi itu harus berimbang, yang dinilai kinerja tidak maksimal dari TNI sebagai institusi yang menjalankan fungsi pertahanan, juga harus dilakukan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang juga melakukan fungsi-fungsi lain,” kata Feri, Rabu (2/8/2023).

Dia mengatakan tugas dua lembaga itu adalah menjaga pertahanan dan keamanan negara. Hal itu tertuang dalam Pasal 30 ayat 2 UUD 1945.

“Jika TNI dan Kepolisian dipaksa menjalankan fungsi-fungsi lain, yang disebut sebagai dwifungsi atau multifungsi, hanya akan membuat TNI dan Kepolisian kita terjebak kepada tindakan-tindakan yang tidak profesional,” ujarnya.

Terpisah, Pengamat militer dan pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berpendapat secara normatif, dwifungsi memang sudah dihapus seiring reformasi dan berlakunya UU 34/2004 tentang TNI.

Namun, dalam kehadiran prajurit TNI dalam urusan sipil tak sepenuhnya dapat ditiadakan. Ia mengatakan ada sejumlah urusan pemerintahan yang masih memerlukan kehadiran prajurit.

“Kalau memperhatikan sejarah pembentukan UU TNI, khususnya Pasal 47, pasal itu hadir dalam rangka memberi batasan yang jelas mengenai penempatan prajurit pada jabatan sipil. Ayat 1 tegas menyatakan prajurit tidak boleh memegang jabatan sipil kecuali dia mengundurkan diri atau pensiun,” jelasnya.

Fahmi menyebut Pasal 47 ayat (2) lalu memberi afirmasi. Ada sejumlah kementerian/lembaga yang dibolehkan untuk diisi prajurit aktif. Namun, ia menyayangkan kecenderungan yang terjadi dalam satu dekade terakhir.

Menurutnya, ada sejumlah prajurit menduduki berbagai jabatan yang belum diatur dalam UU 34/2004. Bahkan urusan maupun kewenangannya tidak beririsan atau berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI.

Meskipun, lanjut Fahmi, penempatan itu sebagian besar justru berasal dari permintaan menteri atau pimpinan lembaga yang kemudian disetujui oleh pimpinan TNI.

“Nah, selama ini pemerintah seolah tutup mata. Pemerintah jelas telah membiarkan praktik yang mengabaikan ketentuan undang-undang itu berlangsung di berbagai kementerian dan lembaga,” katanya.

Lebih lanjut, Fahmi mengapresiasi jika kini Presiden Jokowi sudah menyadari pentingnya evaluasi penempatan perwira TNI di jabatan sipil. Menurutnya, evaluasi harus dilakukan secara komprehensif.

“Inventarisir permasalahannya, mana yang sesuai ketentuan dan mana yang tidak sesuai. Untuk yang tidak sesuai, petakan lagi mana yang relevan dengan tugas dan fungsi TNI, mana yang tidak, termasuk cermati juga apakah nomenklatur jabatan itu memiliki urgensi atau hanya diada-adakan,” sarannya.

Ia berpendapat evaluasi terhadap kehadiran personel Polri di kementerian/lembaga juga harus dilakukan. Ia mengatakan sesuai perundang-undangan, Polri sudah dinyatakan sebagai perangkat sipil negara dan tunduk pada hukum sipil.

“Perlu evaluasi serupa pada penempatan personel Polri di sejumlah kementerian/lembaga yang urusan dan kewenangannya tidak relevan, tidak berkaitan/beririsan dengan tugas dan fungsi Polri,” katanya.

Fahmi bahkan berpendapat evaluasi terhadap penempatan personel Polri sangat mendesak dilakukan lantaran tidak ada ketentuan yang mengaturnya.

“Polri memang sudah dianggap sebagai bagian dari perangkat sipil, namun apakah hal yang tepat dan bijak jika karena itu kemudian penempatan mereka menjadi lebih mudah dan longgar?” katanya.

“Jika tidak ada aturan yang membatasi dan mengendalikan, bukan tidak mungkin penempatan yang tidak terkendali justru berekses pada pembinaan karier pegawai di lingkungan kementerian/lembaga yang dimasuki,” ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan akan mengevaluasi semua perwira TNI setelah Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) periode 2021-2023 Henri Alfiandi terjerat kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jokowi tak mau kejadian serupa terulang. Dia tak ingin ada penyelewengan kekuasaan lagi yang dilakukan perwira TNI.

“Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu (kasus suap Basarnas). Semuanya, karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi,” kata Jokowi di Sodetan Ciliwung, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).

Belakangan, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono merespons wacana presiden itu.

“Tentunya kita siap untuk dilaksanakan evaluasi kalau itu memang yang terbaik melaksanakan evaluasi,” kata Yudo di Rumah Dinas Wakil Presiden, Jakarta, Rabu. (*)

Sumber: CNN Indonesia

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA