Oleh Dr. Muhsin Labib*
Di samping Palestina, Gaza dan Hamas adalah dua nama yang cukup populer belakangan ini.
Gaza, adalah sebuah kota terbesar di Palestina di dengan populasi 515,556. Kota Gaza yang dalam semacam provinsi atau daerah otonom bernama Jalur Gaza dalam cengkraman rezim Israel sejak okupasi atau Nakbah.
Nama Hamas adalah singkatan dari ‘Harakat al-Muqawamah al-Islamiyyah’ yang berarti Gerakan Perlawanan Islam. Hamas sendiri bermakna ‘semangat’.
Hamas sebelumnya merupakan bagian dari Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir. Anggota IM di Palestina mendirikan cabang IM di Palestina pada 1946. Setelah Israel berdiri, IM Palestina mulai berjuang setelah perang tahun 1967.
Setelah intifadah pertama pecah, pimpinan IM Palestina mendirikan organisasi yang lebih terarah dan tertib untuk mencapai satu tujuan, yaitu Hamas.
Semula Hamas adalah organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh sejumlah tokoh Palestina. Pada 2006 Hamas secara resmi ikut dalam Pemilu.
Hasil pemilihan umum 2006 itu kemudian secara mengejutkan, berhasil dimenangkan oleh Hamas yang mendapatkan 74 kursi legislatif, sementara Fatah mendapatkan 45 kursi legislatif. Kemenangan Hamas itu disebabkan karena popularitas Fatah yang menurun karena isu korupsi, salah satu yang terungkap adalah Arafat’s Swiss Bank Account, itu artinya skandal korupsi Fatah sudah terjadi sejak era Yasser Arafat.
Kemenangan Hamas itu juga menaikkan Ismail Haniyah sebagai Perdana Menteri Palestina, yang dilantik pada 20 Februari 2006.
Kemenangan Hamas juga dianggap sebagai babak baru dalam perjuangan politik Palestina dalam menghadapi Israel. Sejak saat itulah perlawanan bersenjata, melalui sayap militernya adalah Brigade Syahid Izz al-Din al-Qassam, menjadi opsi yang lebih popular ketimbang opsi two state melalui perundingan yang digagas oleh Fatah. Karena Fafah tidak mengakui kemenangan Hamas dan menolak visi resistensi yang diusungnya, Fatah melanjutkan kekuasaan di Tepi Barat dan Hamas memegang kekuasaan administratif teritorial di Gaza.
Banyak orang mengira perlawanan terhadap rezim super rasis iblis di Gaza hanya dilakukan oleh HAMAS. Padahal, ada faksi yang lebih tangguh dan konsisten meski lebih kecil, yaitu Jihad Islam yang lebih dikenal dengan Palestinian Islamic Jihad (PIJ).
Organisasi ini didirikan pada tahun 1981 oleh mahasiswa Palestina di Mesir dengan tujuan mendirikan negara Palestina di Tepi Barat, Gaza. Meskipun kritis terhadap Otoritas Palestina dan kebijakannya, Jihad Islam fokus pada konfrontasi militer dengan Israel tanpa partisipasi politik.
Selain Gaza, Jihad Islam hadir di Jenin (Tepi Barat) dan memiliki kepemimpinan di Lebanon dan Suriah dengan hubungan dekat dengan pejabat Iran.
Sekretaris Jenderal Jihad Islam Palestina saat ini adalah Ziad al-Nakhalah. Banyak anggota senior kelompok ini telah dibunuh oleh Israel, termasuk pendiri kelompok, Fathi Shaqaqi, yang tewas di Malta pada tahun 1995.
Meski lebih kecil dibanding Hamas, Jihad Islam merupakan kelompok yang memiliki pola dan strategi perlawanan yang lebih unggul karena dibangun oleh para para intelektual inklusif yang terinspirasi oleh Hizbullah setelah sukses mengalahkan Israel dari Lebanon dan disupervisi oleh Jenderal Qasim Kermani.
Mungkin karena tidak “berhutang budi” kepada rezim-rezim kaya Arab di Teluk, Jihad Islam lebih konsisten dalam mengimplementasikan visi perlawanan dan kebijakan organisasi dengan tetap mendukung Bashar Assad ketika dikucilkan oleh Liga Arab dan digempur oleh AS serta direcoki Turki. Karena itulah, ia kerap dicap sebagai Hizbullah Palestina.
Organisasi ini punya peran penting dalam konfrontasi dengan Israel melalui sayap militernya, Saraya Al-Quds, dengan persenjataan termasuk senjata ringan, mortir, roket, dan rudal anti-tank, meski tidak sekuat Hamas dalam hal roket jarak jauh.
*) Penulis adalag Cendekiawan Islam