Kukar, beritaalternatif.com – Pemerintah pusat berencana memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), pada tahun 2024 mendatang.
Berbagai langkah telah diambil oleh pemerintah pusat dan DPR RI. Salah satunya, dalam waktu dekat, legislatif akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang IKN menjadi undang-undang.
Kali ini, dalam rangka mengupas isu-isu aktual terkait pemindahan IKN, wartawan beritaalternatif.com, Arif Rahmansyah, mewawancarai tokoh lokal yang juga Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kukar yang juga akademisi dan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Haidir.
Bagaimana pandangan Anda terkait pemindahan IKN ke sebagian wilayah Kukar dan PPU?
Pemindahan IKN ke Provinsi Kaltim, terkhusus wilayah Kukar dan PPU, tentu akan memberikan dampak yang baik bagi kondisi Kaltim, khususnya Kukar dan PPU.
Banyak pihak pula yang menganalisis, pemindahan IKN ini bukan semata-mata upaya mendistribusikan kesejahteraan secara merata ke seluruh wilayah di Indonesia, tapi memang karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga keputusan itu diambil oleh pemerintah pusat.
Terutama karena kondisi Jakarta yang mengalami banyak problematika untuk dipertahankan sebagai ibu kota negara, khususnya persoalan kepadatan penduduk yang tidak lagi terkontrol dan fasilitas publik yang tidak lagi memadai seperti jalan, kemacetan, kemudian juga pembangunan yang tumpang tindih. Kalau kita melihat pembangunan di Jakarta, itu kan beton di atas beton.
Kemudian, persoalan dinamika politik yang terlalu kental di Jakarta, situasi yang tidak lagi kondusif untuk sosial, dan banyak faktor lain yang dianalisis oleh pihak pemerintah dan para ilmuwan.
Lalu, posisi Kaltim juga yang berada di garis tengah Indonesia yang memudahkan mobilisasi seluruh manusia untuk mengakses ibu kota.
Kalau hari ini, semisal saudara kita yang dari Papua mengalami kondisi yang tidak sama mudahnya dengan orang Kaltim yang mau ke Jakarta, apalagi jika dibandingkan orang di sekitar Jakarta, tentu lebih mudah untuk menjangkau IKN. Kalau IKN berada di Kaltim, maka semua pihak, termasuk Jawa, relatif sama aksesnya untuk ke Kaltim.
Ini beberapa pertimbangan yang sangat strategis yang dilakukan oleh pemerintah sehingga memutuskan untuk memindahkan IKN dari Jakarta ke Kaltim, terutama di Kukar dan PPU.
Apa yang harus disiapkan Pemerintah Provinsi Kaltim menjelang pemindahan IKN?
Secara normatif, tentu Pemda baik provinsi maupun kabupaten, harus tetap menjalankan pembangunan sesuai dengan RPJPD, RPJMD dan APBD setiap tahunnya. Ini panduan yang memang harus dijalankan.
Kedua, ini bukan hanya kepentingan IKN. Sebenarnya, SDM juga harus disiapkan karena persaingan yang timbul dalam proses pemindahan IKN. Kemudian, pembangunan infrastruktur harus juga dibenahi, tapi saya juga meyakini pemindahan IKN akan memberikan dorongan yang maksimal dalam pembangunan infrastruktur IKN dan daerah penyangga oleh pemerintah pusat.
Pemerintah daerah juga harus memperhatikan situasi dan kondusifitas politik daerah. Ini juga harus dipertimbangkan. Kemudian, penguatan aspek ekonomi dan kultur masyarakat harus dikembangkan sebagai wujud kearifan lokal yang memang pro dengan kondusifitas dan stabilitas daerah.
Tentu kalau kita mau merinci ini banyak sekali dan bukan hanya dari aspek SDM. Apakah kita sudah siap? Kemudian persoalan SDA, apakah lingkungan kita memadai? Itu harus diperhatikan oleh pemerintah karena konsep Pemda dan pemerintah pusat harus selaras agar tidak terjadi gap-gap dalam proses pembangunan.
Persoalan seperti tata ruang wilayah yang didesain oleh pemerintah daerah itu harus bersesuain dan berkonfirmasi dengan tata ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat dalam membangun IKN.
Banyak lagi hal lain yang harus disiapkan. Artinya, kesiapan bagi daerah tidak hanya terkait fasilitas, tetapi juga mental kita untuk menghadapi dan mengambil peran yang maksimal terhadap IKN, hak-hak privat juga harus tetap dilindungi sehingga tidak terjadi benturan, terutama untuk persoalan agraria dan potensi lahan bisnis masyarakat lokal agar diproteksi sedemikian rupa.
Artinya, perencanaan yang didorong oleh Pemda harus memberikan ruang maksimal kepada masyarakat untuk survival dan beradaptasi dengan lingkungan IKN. Hal ini tentu butuh kajian yang maksimal dari Pemda untuk membaca kelemahan yang dimiliki saat berhadapan dengan pemindahan IKN.
Apakah perangkat daerah serta kualitas SDM di Kaltim sudah memadai untuk menghadapi tantangan pemindahan IKN?
Yang paling tahu tentang itu adalah Pemda. Pemda berupaya membangun SDM sesuai dengan standar. Persoalannya apakah standar itu memang dianggap masih memadai atau tidak, ini butuh semacam perbandingan karena tidak semua kompetisi itu ditentukan oleh kualitas persaingan individualistik, sebab ada juga persaingan komunal, misalnya beragam paguyuban, kelompok lokal, pendatang dan sebagainya.
Itu akan menjadi tren di Indonesia. Hal itu bisa saja menjadi faktor penentu kompetitifnya orang lokal. Kemudian kalau kita berpecah dan cenderung berpikir individualistik, SDM kita akan menjadi lemah, maka memungkinkan akan dianggap tidak siap. Kita tidak sedang berpikir rasial dalam hal ini. Tetapi penguatan kelompok yang berbasis kearifan lokal, misalnya berbasis budaya, kelompok silaturahmi, pebisnis, harus diperkuat dalam rangka untuk kesiapan menghadap pemindahan IKN, dan hal demikian dilindungi oleh aturan.
Di ruang itu kita bisa berkompetisi, tetapi tidak juga menjamin berhasil memenuhi harapan ketika SDM lokal kita tidak kompetitif. Secara perlahan itu bisa dibangun melalui solidaritas institusional lokal dengan peningkatan SDM karena harus disadari bahwa para pendatang juga mungkin menggunakan cara yang sama untuk berkompetisi di wilayah IKN dan sekitarnya. Mereka tentu punya semangat yang tinggi untuk bersaing dan akan membangun koneksi yang lebih kuat di wilayah IKN.
Tentu kita bisa saja kalah bersaing, tapi itu lumrah dan tidak perlu dipertentangkan sebagai diskriminasi karena persaingan hidup itu biasa saja. Selama itu menyangkut kepentingan agar kita bisa diperhatikan maka tidak perlu membawa unsur sara.
Apa yang perlu dilakukan masyarakat Kaltim?
Banyak hal yang harus disiapkan, termasuk juga proteksi. Itu boleh dilakukan pemerintah daerah. Semisal kepemilikan akan tanah, sumber usaha masyarakat lokal, itu harus dilindungi sejauh mungkin.
Daerah penyangga harus membuat planning pembangunan yang akan adaptif dengan keberadaan IKN. Kita harus menentukan sikap, apakah kita akan mengambil peran tertentu dari banyaknya kebutuhan IKN. Misalnya mereka butuh bahan pangan. Ini bisa dipenuhi dengan keunggulan sektor pertanian dalam arti luas.
Ada juga mungkin yang bisa memenuhi kebutuhan industri menengah dan kebutuhan lain. Daerah mana saja yang siap. Itu harus dibuat planning yang tepat. Itu harus dipikirkan oleh Pemda.
Bagaimana pandangan Anda terkait konsep kepala otorita IKN yang langsung ditunjuk oleh Presiden?
Kalau konsepsi apa dan siapa yang menunjuk kepala IKN, ini sifatnya tentatif. Perdebatannya juga tidak bisa secara matematis. Tetapi secara politis. Nah, tentu ada positif-negatifnya ia ditunjuk presiden. Artinya, kerjanya itu dikontrol langsung oleh presiden. Ia akan selevel dengan menteri yang penunjukannya adalah hak prerogatif presiden. Dia di bawah kendali presiden.
Tetapi kalau dia dipilih oleh masyarakat, tentu ada plus minusnya juga. Tetapi memang historis kita mencatat pemilihan kepala daerah secara demokratis itu legitimasinya lebih kuat. Kemudian, ia hanya bisa digugurkan ketika syaratnya tidak lagi terpenuhi.
Apakah IKN harus dipimpin tokoh Kaltim?
Kalau misalnya kualifikasi yang dimiliki oleh calon pemimpin IKN itu relatif berimbang dan di dalamnya ada orang Kaltim, tentu putra daerah kita support untuk menjadi kepala IKN. Kalaupun kualifikasinya beda tipis, bisa saja putra daerah diprioritaskan. Tapi kalau kualifikasinya jauh dari harapan, ya jangan juga kita mempermalukan orang Kaltim.
Menyodorkan orang yang tidak punya kualifikasi hanya karena persoalan putra daerah, itu tidaklah adil. Tapi kalau punya kualifikasi, bisa dijadikan kepala atau wakil kepala otorita. Harapannya begitu. Paling tidak, ketika putra Kaltim yang menduduki kepala atau wakil kepala otorita, maka di samping dapat diharapkan memahami kondisi daerah, juga memiliki ikatan emosional masyarakat daerah.
Sangat mungkin ada orang di luar Kaltim yang lebih memahami soal wilayah Kaltim yang akan dijadikan IKN daripada orang Kaltim. Tapi, apakah mereka juga memiliki ikatan emosional dengan warga Kaltim? Karena ikatan emosional dengan warga lokal penting untuk mendukung kondusifitas dan efektifitas pemerintahan. Kemudian hal itu juga akan bernilai penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjalankan pemerintahan di wilayah IKN.
Siapa tokoh lokal yang layak memimpin IKN?
Kalau berbicara tokoh yang mencuat saat ini, secara nasional saya yakin melebihi satu orang yang memiliki kualifikasi untuk memimpin kepala pemerintahan di IKN. Artinya, berbicara posisi, apakah ada orang Kaltim, saya optimis masih ada secara kualifikasi.
Kita tidak bisa berkecil hati dengan tokoh Kaltim yang sudah menasional yang tidak bisa kita remehkan dalam konstelasi politik dan pemerintahan secara nasional. Tinggal nanti menunggu hasil dari undang-undang, apakah memberikan ruang untuk orang Kaltim? Apakah presiden memikirkan untuk melirik orang Kaltim? Kita tidak bisa berandai-andai karena masih menunggu kepastiannya.
Tetapi kalau berbicara potensi, saya yakin, saya percaya adanya potensi tokoh kita yang menasional, baik itu orang Kaltim yang lahir di Kaltim atau juga orang yang besar di Kaltim walaupun tidak bersuku Kaltim, tetapi sudah hidup lama di Kaltim dan tidak bisa dipisahkan dari Kaltim. (*)
Penulis: Arif Rahmansyah