Search

Participating Interest 39 Persen di Blok Migas Kukar Luput dari Jangkauan BUMD

Akademisi yang juga calon bupati Kukar nomor urut 2, Awang Yacoub Luthman. (Berita Alternatif/Ulwan Murtadho)

BERITAALTERNATIF.COM- Akademsi yang juga calon bupati Kutai Kartanegara (Kukar) nomor urut 2 Awang Yacoub Luthman (AYL) melayangkan kritik keras kepada para pengelola industri hulu migas di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dalam pengelolaan Participating Interest (PI) yang diberikan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) kepada PT Migas Mandiri Pratama Kutai Mahakam (MMPKM) pada 6 tahun silam.

Kritik yang menyasar para petinggi BUMD tersebut muncul setelah ia menyaksikan program Alternatif Akademi yang bertajuk Refleksi 6 Tahun Blok Mahakam yang ditayangkan di kanal YouTube Alternatif Talk baru-baru ini.

Dalam diskusi tersebut, dia menyebut jajaran direksi hanya berkutat pada pembahasan 10% hak partisipasi tanpa sedikit pun mempertimbangkan serta menyinggung bahwa daerah sebenarnya memiliki potensi lebih besar dalam pengelolaan migas.

Advertisements

Hal ini berangkat dari cara pandang yang keliru dalam memaksimalkan potensi PI. Ia menyebut PT MMPKM selama ini sudah salah kaprah dalam menyikapi dan mengatur pengelolaan yang tepat atas 10% PI dari PT PHM.

AYL menyayangkan tidak adanya pembahasan yang menyeluruh serta rencana jangka panjang strategis yang dicanangkan dan diungkap oleh para petinggi perusahaan daerah tersebut guna melipatgandakan saham dan keuntungan atas blok-blok migas yang dikelolanya.

“PI 10% itu gratisan karena golden share yang memang diberikan kepada daerah. Kita enggak usaha, dikasih. Yang 39% seharusnya dikejar,” tegasnya baru-baru ini kepada awak media Berita Alternatif.

“Yang kita ribut di daerah ini PI aja. 39%-nya ini bagaimana? Karena Pertamina hanya diberi jatah 51%, sedangkan 49% sisanya seharusnya Pertamina nawarin ke BUMD, kooperasi, dan swasta,” sambungnya.

“Pertamina awalnya hanya diwajibkan 51% karena BUMN enggak ada yang nawar. Kemudian swasta enggak juga berani masuk, maka sekarang 90% itu adalah miliknya Pertamina,” ungkapnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, pemerintah pusat atau BUMN melalui Pertamina hanya dijatah untuk menguasai hak kepemilikan saham sebesar 51%. Sementara 49% wajib dikelola pihak lain, termasuk BUMD.

Jika berkaca pada undang-undang tersebut, sambung dia, tak menutup kemungkinan bagi Pemkab Kukar mengambil alih secara bertahap seluruh hak kelola yang dimiliki PT PHM atas blok-blok migas di Kukar.

Hal ini disebutnya sah-sah saja selama perusda yang ditunjuk sebagai kontraktor dinyatakan sanggup serta memenuhi syarat yang ditentukan kementerian melalui pertimbangan badan pelaksana. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004.

“Siapa yang menarik beauty contest-nya, maka dia berhak mengelola barang ini,” jelasnya.

Belajar dari Pemkab Siak

AYL menegaskan bahwa pihak swasta maupun pemerintah memiliki hak yang sama dalam pengelolaan blok-blok migas di Kaltim, yang meliputi BUMD, swasta, koperasi, bahkan asing.

Dia menafsirkan undang-undang lebih menitikberatkan pada pembentukan sistem bisnis serta pembagian porsi yang adil dan ideal dalam kepemilikan serta pengelolaan blok migas.

Karena itu, tegasnya, peningkatan peran BUMD dalam mengontrol pengelolaan blok migas bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan, mengingat pada tahun 2022 Pemkab Siak melalui PT Siak Bumi Pusako (SBP) terbukti sukses dalam mengambilalih seluruh kepemilikan dan pengelolaan PI dari kontraktor dalam Wilayah Kerja Coastal Plain Pekanbaru (CPP). Kesuksesan ini bermula dari jatah 10% PI yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah setempat.

Ia mengatakan, kebijaksanaan dan kecerdasan Pemkab Siak perlu dijadikan petunjuk dan panutan bagi Pemda Kukar, khususnya dalam pengelolaan dan pembangunan bisnis hilirisasi atas hak kelola penuh terhadap blok-blok migas di daerah sehingga PT SBP mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 266 miliar per tahun.

Berdasarkan fakta tersebut, ia percaya dengan segenap potensi yang dimiliki Kukar. BUMD dapat mempraktekkan hal serupa. Caranya cukup sederhana: menerapkan prinsip rekayasa keuangan.

“Ada fakta yang namanya Siak Bumi Pusako. Dia mengambil alih semua saham yang dipunyai oleh Exxon. Jadi, kalau perusahaan tersebut bisa, kenapa kita engga?” ucapnya.

Manfaatkan Investor

Dalam strategi rekayasa keuangan, kata AYL, Pemkab Kukar tak perlu bersusah payah menggelontorkan dana tambahan apalagi mengandalkan APBD yang terbatas.

Sebagai alternatif, lanjutnya, hak kelola PI 10% yang dimiliki BUMD dapat dimanfaatkan sebagai jaminan untuk menarik swasta agar bersedia meminjamkan modalnya.

Dengan menjadikan PI sebagai instrumen keuangan, kata AYL, Pemkab Kukar dapat membuka peluang kerja sama dengan investor-investor dari luar negeri seperti Dubai Investment, Qatar Investment, dan berbagai badan investasi lainnya.

“Daerah tidak mengeluarkan uang sepeserpun dari APBD. PI sudah bisa ditanggung oleh Pertamina. Masa kita enggak bisa kerja untuk cari pinjaman di tempat lain?” ujarnya.

Kata AYL, blok-blok migas di Kukar, khususnya Blok Mahakam, mencatatkan reputasi yang cukup mentereng, terukur, serta konsisten dalam produksi migas.

Sebagai salah sentra produksi migas terbesar di Indonesia, cadangan terbukti migas Blok Mahakam bahkan pernah menyentuh 57 juta barel minyak dan produksi gas 9 triliun kaki kubik (Tcf) per tahun.

Perpaduan antara cadangan terbukti 57 juta barel per hari dan cadangan mungkin (probability reserves) yang berada pada potensi 500 juta barel per tahun dapat menjadi dasar yang kuat bagi Pemkab Kukar untuk diajukan sebagai landasan dalam membangun kepercayaan investor luar negeri agar mau menanamkan modalnya dalam proyek tersebut.

Probability reserves merupakan potensi yang memungkinkan kita untuk dapat duit,” katanya.

Kombinasi dua jenis cadangan ini, sambung dia, dapat memberikan gambaran jelas bagi investor tentang potensi produksi dan kestabilan hasil jangka panjang dalam proyek migas yang dikelola Pemkab Kukar.

“Blok Mahakam dengan PI 10 itu ternyata menghasilkan kurang lebih USD 11 juta atau dikurskan dengan uang sekarang itu Rp 174 miliar. Kalau kita berhasil mengambil 30% PI, kan tiga kali lipat PAD kita. Jadi Rp 600 miliar. Kita cuman bicara tentang Blok Mahakam saja,” terangnya.

Ia menambahkan, berdasarkan fakta pengeboran (driling) yang dilakukan di sumur tua Sanga-Sanga atau dikenal dengan Louise Nonny pada tahun 2023, produksi migasnya mencapai 30 juta barel per hari untuk minyak dan 15 juta kaki kubik per hari untuk produksi gas.

Capaian produksi ini meningkat berkali lipat dari fakta pengeboran sebelumnya (Medco 2008) yang hanya berkisar 4 ribu barel per hari dan 1 juta kaki kubik gas per hari.

“Begitu drilling di muara Sanga-Sanga, muncullah angka ini. Maka angka ini sudah jadi angka bisnis,” ucapnya.

Dengan demikian, jika melihat potensi proyek pengerukan sumur Louise Nonny, AYL meyakini blok-blok migas di Kukar akan terlihat seksi di mata calon investor.

Pasalnya, kalkulasi ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya migas di Kukar dapat memberikan hasil yang menguntungkan di masa depan sekaligus menjamin stabilitas dan keamanan, sehingga dapat memberi keyakinan tambahan bagi BUMD dan calon investor luar negeri untuk bekerja sama dengan Pemkab Kukar.

“Laku enggak kalau misalnya kita pinjem? Laku! Karena ini bukan minyak yang ecek-ecek. Terukur. Minyaknya ada. Gasnya ada. Sehingga ketika kita ngomong, itu ada dasarnya,” sebut AYL.

Tantangan bagi Pengelola BUMD

Dia mengaku heran dengan para petinggi BUMD yang dinilainya tidak mempunyai visi strategis untuk memperlebar pengaruh daerah dalam mengelola dan mengeksplorasi kekayaan alamnya sendiri.

Hal ini disebutnya sebagai kesempatan emas bagi BUMD untuk memperluas kendali atas blok-blok migas di Kukar.

Ia optimis dengan prinsip rekayasa keuangan, yang merupakan teknik sekaligus strategi paling jitu agar BUMDI bisa secara perlahan mengakuisisi 90% saham PT PHM.

Menurut AYL, langkah semacam ini bukan hanya memungkinkan Kukar untuk mendapatkan porsi keuntungan yang lebih besar, tetapi juga membuka jalan bagi daerah ini agar berdaulat di bidang ekonomi.

Apabila proyek ini jatuh ke tangan Pemkab Kukar lewat BUMD, kata dia, maka daerah ini bisa leluasa menggeser orientasi pengelolaan migas untuk diarahkan pada proyek strategis lain, khususnya yang mendukung kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat lokal.

“PT BSP 83% isinya karyawan yang diambil dari putra-putri daerah Riau. Kenapa kita mau ambil saham 39%? Supaya orang-orang kita ini bisa bekerja juga di sana,” sebutnya.

Bawa Kemajuan Daerah

AYL menegaskan bahwa pengambilalihan PI 39% dari blok-blok industri hulu migas akan memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan Kukar apabila blok migas tersebut dikelola secara optimal.

Dia menyebut keuntungan dari pengelolaan migas dapat digunakan sebagai kekuatan baru bagi Pemkab Kukar untuk membangun jaringan bisnis yang terpadu.

Hal itu disebutnya perlu diperkuat serta diperhatikan secara serius oleh Pemkab Kukar demi memanfaatkan produksi migas untuk menyokong dan mengembangkan sektor-sektor lain di Kukar.

Ia menyebut bahan-bahan mentah yang dikeruk dan diekstraksi dari Kukar perlu diolah kembali (hilirisasi) untuk menghasilkan keuntungan ekonomis yang tinggi bagi daerah.

“Kalau kita menguasai 39%, kita akan punya (opsi) investasi tangki timbun. Kita akan investasi kilang minyak,”ucapnya.

Karena itu, menurut AYL, dibutuhkan strategi investasi yang tepat dan matang agar PI 39% yang jatuh ke tangan BUMD dapat memberikan sumbangsih nyata dan signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Ia menyarankan keuntungan yang diperoleh Kukar dari industri migas perlu dialihkan untuk memperlebar jaringan bisnis di sektor lain berpotensi memberikan keuntungan berlapis bagi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pemkab Kukar, kata AYL, perlu melakukan studi menyeluruh atas kecerdasan dan kepiawaian para pengelola PT BSP dalam menjalankan perusahaan migasnya.

Selain dikenal atas keberhasilannya dalam menyumbangkan PAD senilai Rp 266 miliar per tahun, kehadiran PT BSP memberi manfaat lain: 83% dari total karyawan perusahaan daerah ini diisi oleh warga lokal yang merupakan putri-putri Kabupaten Siak.

“Kalau kita punya 39%, jadi apa pun pekerjaan di dalamnya, kita juga bisa ikut. Kita bisa ngotot agar karyawan lokal juga bisa bekerja di sana,” terangnya.

Hilirisasi Migas

Pemkab Kukar juga disarankan AYL untuk menginvestasikan sebagian keuntungan yang didapatkan dari pengelolaan PI untuk pembangunan pabrik-pabrik yang dinilainya strategis, salah satunya pabrik pengolahan zat amonia.

Dia menjelaskan bahwa amonia digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk, plastik, dan bahan kimia di seluruh dunia. Amonia disebutnya sebagai bahan dasar yang cukup aman dibandingkan sejumlah bahan kimia lain sebab kandungan hidrogennya yang tinggi dan bebas emisi karbondioksida pada saat dibakar.

Amonia, jelas AYL, merupakan zat kimia yang terbuat dari proses ekstraksi gas alam yang bersifat multiguna dan fleksibel. Sebab, amonia sering kali digunakan sebagai bahan dasar untuk menciptakan berbagai macam produk turunan lain.

Selain dapat diolah menjadi berbagai macam produk, amonia termasuk dari sejumlah bahan kimia yang proses pembuatan dan pengolahannya tergolong sederhana dan hemat biaya.

“Kalau dia (amonia) dimasukkan ke pupuk, dia menjadi urea. Kalau dimasukkan ke kaprolaktam, dia bisa menjadi nilon. Baju jersey, kalau enggak ada bahan itu, dia enggak bisa lengket,” ucapnya.

“Gas dipanasin pertama, dipanasin yang kedua, lalu kemudian didinginkan, keluar yang namanya amonia. Anak-anak STM pun juga bisa membuat alat ini. Tinggal gasnya saja,” lanjutnya.

Demi menjadikan Kukar sebagai daerah yang swasembada energi, selain membangun pabrik amonia, ia menginginkan minyak mentah dan gas alam yang diproduksi daerah ini dapat diolah dan dikelola serta dimiliki sendiri oleh BUMD.

Ia berharap Kukar bisa memiliki Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang bekerja sama dengan AKR Corporindo dan Petronas.

SPBU ini, sambungnya, bisa didukung dengan pasokan minyak dari perusahaan Rosneft milik Rusia yang dikenal dengan harga yang terjangkau dan kompetitif dibanding harga minyak dari pemasok lain.

Hal ini diharapkannya dapat meringankan beban ekonomi masyarakat, memangkas biaya oprasional, sekaligus meningkatkan kemandirian energi di Kukar.

“Dengan kita punya 39%, minyak yang kita punya itu harus kita tarik untuk kita produksi sendiri. Kita punya pertalite. Kita punya pertamax dan solar sendiri,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa peningkatkan PDRB melalui hilirisasi migas bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan jika skema tersebut berhasil diterapkan oleh Pemkab Kukar. Hilirisasi secara bertahap tidak hanya mengurangi ketergantungan daerah terhadap APBD, tetapi juga membuka kesempatan bagi penguatan ekonomi lokal melalui pemanfaatan sumber daya daerah.

“Kalau mau menyejahterakan rakyat, jangan cuman bicara tentang APBD, tapi kita masuk ke dalam jantungnya, yakni PDRB,” pungakasnya. (*)

Penulis: Ulwan Murtadho

Editor: Ufqil Mubin

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
Advertisements
INDEKS BERITA