BERITAALTERNATIF.COM – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera memutuskan perlu atau tidaknya melakukan moratorium Pemilihan Kepala Desa atau Pilkades sampai Pemilu 2024.
Rencana ini dibuat karena pemerintah tidak ingin terjadi kegaduhan akibat kampanye Pilkades yang bisa mengganggu Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif.
“Harapannya pemilu serentak bisa berjalan lebih baik, agar konsentrasi bagaimana Pemilu 2024 dapat di-support rakyat dan perangkat desa,” kata Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo saat ditemui di Sentul, Jawa Barat, Selasa (17/1/2022).
Kabar ini disampaikan Wempi merespons adanya aksi dari ratusan kepala desa di DPR pada hari yang sama. Mereka menuntut DPR merevisi Pasal 39 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Adapun Pasal 39 tersebut berbunyi kepala desa memegang jabatan selama 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala desa bisa menjabat paling banyak tiga kali berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Kepala Desa Poja, Bima, Nusa Tenggara Barat, Robi Darwis menyebut kepala desa seluruh Indonesia sudah berkonsolidasi dan meminta masa jabatan mereka diperpanjang menjadi 9 tahun.
Merespons tuntutan tersebut, Wempi menegaskan sekarang masih masa transisi soal penentuan moratorium tersebut. Kemendagri, kata dia, menggelar rapat soal penentuan moratorium ini.
“Seperti moratorium pemekaran desa yang kami lakukan, sama juga dengan kepala desa yang akan ada moratorium, kami mau rapat, rapat-lah yang memutuskan,” kata politikus PDIP ini.
Berbagai faktor jadi pertimbangan Kemendagri, salah satunya pejabat yang akan mengisi jabatan kepala desa ketika dilakukan moratorium. Kalaupun akan diisi oleh Aparatur Sipil Negara atau ASN di daerah masing-masing, jumlahnya sekarang juga terbatas.
Wempi menyebut rancangan sementara moratorium akan berlangsung sampai Mei 2024. “Intinya tidak ada pelaksaan pemilihan menjelang Pemilu Serentak 2024,” kata dia.
Meski demikian, Wempi belum bisa memastikan apakah rapat juga akan memutuskan untuk mengatur masa jabatan kepala desa dari 6 tahun ke 9 tahun. Sebab, kata dia, Kemendagri tentu harus mengevaluasi terlebih dahulu kinerja desa dalam menjalankan program. “Berhasil atau tidak,” kata dia.
Sementara itu, daerah sudah melaporkan beberapa rapat yang digelar terkait moratorium ini. Pada 18 Agustus 2022, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kabupaten Buleleng, Bali, mengikuti rapat soal moratorium Pilkades dengan Kemendagri.
“Beberapa hal yang disampaikan di antaranya terkait kebijakan Kemendagri untuk melakukan penundaan terhadap pelaksanaan Pilkades Serentak di masa Pemilu dan Pilkada dari tanggal 1 Oktober 2023 sampai dengan 31 Desember 2024,” demikian dikutip dari laman resmi dinas tersebut.
Di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pemerintah daerah setempat menyatakan anggaran untuk pelaksanaan Pilkades Serentak di 96 desa di Lombok Tengah yang habis masa jabatan pada 2024 masih belum dilakukan. Sebab, mereka tengah menunggu keputusan pemerintah pusat.
“Informasi pemerintah pusat melakukan moratorium Pilkades mulai 2023 hingga 2024, karena ada Pemilu Serentak,” kata Kepala Dinas PMD Lombok Tengah, Zaenal Mustakim, Sabtu (14/1/2022).
Budiman Bertemu Jokowi
Masih di hari yang sama, Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat. Salah satu yang mereka bicarakan yaitu soal adanya tuntutan kepala desa yang meminta masa jabatan diubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
“Bapak itu banyak bertanya soal keadaan, kebetulan hari ini tuh ada belasan ribu kepala desa berdemonstrasi meminta revisi UU Desa. Beliau bertanya apa yang saya ketahui karena saya selama ini kan juga banyak membantu mengurus desa,” kata Budiman dalam keterangan di Istana, Selasa (17/1/2023).
Budiman mengaku hanya menceritakan tuntutan kepala desa, tapi bukan sebagai perwakilan. Kepada Jokowi, Budiman mengaku menyampaikan ada aspirasi untuk mengubah perubahan periodesasi jabatan kepala desa.
UU Desa, di mana Budiman juga ikut memperjuangkannya ketika di DPR, mengatur masa jabatan kepala desa 6 tahun kali 3, sehingga total 18 tahun.
Tapi kepala desa merasa ada efek sosialnya karena muncul konflik sosial dalam pemilihan yang kadang dua tahun pertama tidak selesai.
Sehingga, kata Budiman, sisa 3 atau 4 tahun dirasa tidak cukup untuk membangun desa. “Sementara harus Pilkades lagi, sehingga kerja konsentrasi bangun desa dua pertiga tahun, sementara tiga perempat tahun habis untuk berkelahi,” kata dia.
Dari situlah muncul tuntutan untuk mengubah periode 6 tahun menjadi 9 tahun, dengan satu kali kesempatan lagi untuk mencalonkan diri. Budiman sesumbar menyebut Jokowi setuju dan nanti tinggal dibicarakan di DPR.
“Pak Jokowi mengatakan sepakat dengan tuntutan itu. Beliau mengatakan tuntutan itu masuk akal ya. Memang dinamika di desa berbeda dengan di perkotaan,” kata Budiman.
Menteri Desa Setuju 9 Tahun
Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar setuju dengan usulan 9 tahun ini. Ia menegaskan masa jabatan kepala desa yang 9 tahun akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat desa.
Kepala desa dinilai punya lebih banyak waktu untuk menyejahterakan warganya dan pembangunan desa, serta dapat lebih efektif tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat Pilkades.
“Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat,” ujar Gus Halim pada Senin (16/1/2023).
Masyarakat desa, kata dia, tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. “Karena yang enggak produktif enggak cuma kepala desanya tapi juga warganya,” ucap dia.
Menurut Gus Halim, fakta konflik polarisasi pasca-Pilkades nyaris terjadi di seluruh desa. Akibatnya pembangunan akan tersendat dan beragam aktivitas di desa juga terbengkalai.
“Artinya apa yang dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jadi Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di Pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu,” ungkapnya. (*)
Sumber: Tempo.co