Jakarta, beritaalternatif.com – Ketua DPR RI Puan Maharani merespons berbagai tudingan terhadap pemerintahan Jokowi dan partai-partai pendukungnya yang mendorong penundaan Pemilu 2024.
Puan menegaskan, konstitusi telah mengatur bahwa waktu pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan masa jabatan Presiden maksimal dua periode.
“Kita wajib mematuhi itu. Menjaga amanat konstitusi sama dengan memperkuat demokrasi,” tegas dia sebagaimana dikutip beritaalternatif.com dari akun Twitter Puan Maharani, Sabtu (9/4/2022).
Dia dan seluruh fraksi di DPR konsisten untuk melaksanakan pemilu sesuai jadwal yang telah disepakati, yakni pada 14 Februari 2024.
Di tengah kondisi saat ini, lanjut dia, yang dibutuhkan rakyat bukanlah keributan mengenai penundaan pemilu. “Yang jauh lebih genting adalah mengupayakan pemulihan ekonomi rakyat,” jelas politisi PDIP ini.
Puan mengajak semua pihak bersama-sama menyatukan energi bangsa untuk menghadapi tantangan pemulihan ekonomi pada masa transisi Covid-19.
“Jangan sampai momentum ini lepas karena hal-hal yang kontraproduktif,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekjen Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) yang juga politisi PDIP Adian Napitupulu menanggapi rencana aksi unjuk rasa BEM SI di Istana Negara, Senin (11/4/2022) pekan depan.
Salah satu isu yang bakal diusung BEM SI adalah wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Adian pun mempertanyakan rencana aksi tersebut. Sebab, ia menilai yang bicara perpanjangan masa jabatan presiden bukanlah Jokowi.
Tapi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
“Kenapa yang didemo Jokowi, bukan para menteri itu?” kata Adian lewat keterangan tertulis, Jumat (8/4/2022).
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDIP ini mengatakan, ada tiga ketua umum partai yang juga bicara perpanjangan masa jabatan presiden, tapi sekali lagi, kenapa yang didemo Jokowi dan bukan tiga partai itu?
“Yang bicara presiden tiga periode itu salah satu lembaga survei dan salah satu kader partai, tapi kenapa yang didemo Jokowi, bukan lembaga survei atau kantor partai?” tanya Adian.
Ia menjelaskan, untuk merealisasikan perpanjangan ataupun mengubah dari dua periode menjadi tiga periode, kewenangannya ada di parlemen Senayan, bukan di Istana. “Tapi kenapa yang didemo justru Istana, bukan Senayan?” tanyanya.
Adian menegaskan, yang mengatakan tidak berminat tiga periode, tunduk pada konstitusi, dan meminta menteri tak boleh lagi bicara tentang perpanjangan masa jabatan presiden, adalah Jokowi.
“Tapi aneh, kenapa yang didemo justru Jokowi?”
Di tengah situasi seperti ini, ia mempertanyakan para menteri dan ketua partai yang melemparkan wacana tersebut.
Dia juga mempertanyakan menteri dan ketua-ketua partai itu tiba-tiba diam dan seolah membiarkan semua dampak dari ide dan wacana yang mereka lemparkan ditanggung akibatnya sendirian oleh Jokowi.
“Tidak ada satu pun dari pemilik wacana yang berteriak lantang pasang badan berkata demo kami, jangan Jokowi. Demo ke tempat saya, jangan ke Istana!” papar Adian.
Ia juga melihat fenomena di media sosial, tuntutan tak lagi soal wacana perpanjangan maupun tiga periode belaka, melainkan agar Jokowi mundur.
“Untunglah mahasiswa segera membantah bahwa tuntutan Jokowi mundur bukanlah tuntutan mahasiswa, dan poster itu hoaks belaka,” ujarnya.
Dia juga menyoal muasal tuntutan agar Jokowi mundur dari jabatannya. “Lalu yang membuat poster hoaks itu siapa dong?” tanyanya.
Kata dia, di mana pun asal poster tersebut, Istana maupun jalanan, para ‘pelempar batu sembunyi tangan’ itu mungkin selalu ada, walau dilakukan orang yang berbeda, namun berangkat dari motif yang sama, yaitu duduk di lingkaran kekuasaan.
Ada yang ingin kekuasaan melalui perpanjangan masa jabatan, lanjut dia, ada juga yang melalui penggulingan kekuasaan.
Jika benar begitu, kata Adian, barangkali ada baiknya Presiden Jokowi dan mahasiswa duduk ngopi bareng di tepi Danau Lebak Wangi, sambil membakar ikan dan bermain gitar di bawah rembulan.
“Kopi mungkin tidak menjanjikan apa-apa, tapi semoga bisa membuat kita duduk bersama,” katanya.
“Gitar juga tak bisa menyelesaikan masalah, tapi setidaknya bisa membuat kita bernyanyi bersama tentang cinta kita pada Indonesia,” beber Adian. (*)
Penulis: Ufqil Mubin