Samarinda, beritaalternatif.com – Tersingkirnya 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam seleksi menuai kecaman dari sebagian publik Indonesia.
Pengesahan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menjadi dasar seleksi tersebut. Setiap pegawai KPK harus menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hal ini pula yang mendasari tersingkirnya 75 pegawai KPK. Mereka disebut-sebut tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Koordinator Lapangan Aliansi Kaltim Bersatu (Amarah), Ahmad Rifai Arifin Putra mengatakan, seleksi yang dirancang Badan Kepegawaian Negara (BKN) tersebut memuat pertanyaan-pertanyaan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia.
“Beberapa contoh soal TWK tersebut adalah terkait baca qunut, pacaran ngapain aja, dan bersedia lepas hijab. Inilah pertanyaan-pertanyaan abal-abal yang jauh dari substansi wawasan kebangsaan,” kata Rifai, Selasa (22/6/2021).
Dia menegaskan, TWK tersebut telah melanggar Pasal 28D ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 serta Pasal 38 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Ketua KPK dan BKN-RB belum mengeluarkan sikap yang tegas terkait 75 pegawai KPK yang dizalimi. Mereka seakan-akan menutup mata,” ucapnya.
Karena itu, massa yang tergabung dalam Amarah mendesak agar Ketua KPK Firli Bahuri dan Ketua BKN RI dicopot dari jabatannya.
Mereka juga menuntut presiden membatalkan penonaktifan 75 anggota KPK yang gugur karena TWK; memintan presiden untuk mengeluarkan Perppu tentang Independensi KPK, serta menuntut pemerintah menegakkan kembali janji reformasi dalam pemberantasan korupsi.
“Kami mahasiswa akan terus membuka mata, telinga, dan hati nurani publik terkait kebenaran karena KPK sebagai lembaga harapan rakyat harus diisi oleh orang-orang yang berintegritas dan bermoral,” tegasnya. (ln)